***
        Dia tiba di kota karang saat fajar telah menyingsing. Rumah anak perempuannya masih tertutup. Lampu neon di teras rumah masih menyala. Tak ada tanda -- tanda seorang pun yang menanti kehadirannya.
        Suara jangkrik menemaninya turun dari bus dan berjalan tertatih ke depan rumah sambil menenteng tas lusuhnya. Ia menggedor pintu dengan geram. Anak perempuannya keluar. Mereka berpelukan dengan sangat erat.
        "Di mana laki -- laki itu, Maria?" Ia bertanya pada anak perempuannya.
        "Dia sudah pergi mama." Jawab Maria.
        "Apa yang sudah dia perbuat kepadamu, Maria?" Ia bertanya lagi sambil mengamati wajah anaknya.
        Maria hanya menangis.
        "Sungguh biadab laki -- laki itu. Dia memang manusia yang jahat. Aku ingin menampar wajahnya dengan tanganku sendiri. Biar dia tahu rasa. Aku saja yang telah melahirkanmu dengan susah payah dan membesarkanmu tidak pernah memperlakukanmu dengan cara seperti ini."
        Amarah Anna memuncak.
        "Ini salahku juga Ma. Aku telah dibutakan oleh cinta. Aku kira dia laki -- laki baik -- baik. Ternyata aku salah. Dia tidak lebih dari serigala berbulu domba." Kata Maria sambil terus menangis.
        "Sejak awal sudah kuduga dia bukan laki -- laki baik -- baik. Tingkah lakunya mencurigakan. Munafik. Baik di depan orang tua tetapi menunjukkan kebusukannya di belakang -belakang." Perempuan paruh baya itu makin geram.