Mohon tunggu...
REDEMPTUS UKAT
REDEMPTUS UKAT Mohon Tunggu... Relawan Literasi

Lakukanlah segala pekerjaanmu di dalam kasih (1kor. 16:14)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Anna - Maria

18 Februari 2025   22:14 Diperbarui: 18 Februari 2025   22:14 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Hujan (Sumber: health.kompas.com/Unsplash/Todd Diemer)

Rinai hujan malam itu, Anna berdiri di teras rumahnya menjinjing sebuah tas lusuh berwarna abu -- abu. Wajahnya pucat. Di kepalanya berseliweran puluhan pertanyaan mengapa. Pertanyaan--pertanyaan itu bergelantungan pada keriputnya, sebagian pada ubannya dan sebagian lagi di antara matanya yang sendu.

                Hujan mengguyur dengan lebih deras, dia semakin cemas. Tetapi dia sabar menanti. Dia tidak ingin tiket bus di tangannya berhembus sia -- sia tanpa pernah sampai di tujuan. Jika dia tidak jadi berangkat, maka malam itu tidak akan ada mimpi sekalipun mimpi buruk. Karena diia akan  duduk semalam - malaman di hadapan butir -- butir air yang jatuh dari langit itu sembari melontarkan pertanyaan -- pertanyaan. Sekalipun jika hujan telah berhentii, maka ia akan bercengkerama dengan bulan dan bintang. Lalu dia berdiskusi dengan fajar hingga matahari kembali terbit.

                Beruntung lima menit kemudian klakson bus memanggil. Dia menerobos hujan tak peduli tubuhnya yang mulai layu dimakan usia. Dengan bus dia berjalan ratusan kilometer menatap gulita dan menghitung penumpang yang naik turun sepanjang jalan.  Dingin menjajahnya, dia bergeming. Seolah tak terjadi apa -- apa walaupun bibirnya gemetar dan jari - jari keriputnya harus dia sembunyikan di dalam jaket.

                "Mengapa kau pergi malam -- malam begini, Bu?" Tanya seorang perempuan yang duduk di sampingnya.

                "Anakku dalam masalah. Aku ingin berdiri di sisi anaknya sebagai seorang ibu. Untuk membantunya melawan yang tak bisa dia lawan." Jawabnya.

                "Anakmu perempuan?" Perempuan itu bertanya lagi.

                "Ya, dia perempuan seperti kita. Tetapi dia terlalu muda untuk bisa berdiri sendiri. Aku tak mau lelaki itu  merasa tuan atas hidupnya. Hidup yang dia terima dari napasku" Jawab Anna.

                "Seharusnya kau tak bepergian malam ini, kau bisa sakit, Bu. Usiamu tak bisa berbohong. Kau bisa pergi esok pagi." Perempuan itu mencoba memberi saran.

                "Aku tak bisa menunda. Jika aku terlambat dia dalam bahaya besar. Aku tak ingin sesuatu yang buruk terjadi padanya." Dia menanggapi saran wanita di sampingnya.

                Suasana kembali hening. Wanita di sampingnya memilih tidur daripada terlibat percakapan yang tak menyenangkan. Anna kembali menatap gulita sambil membiarkan pertanyaan -- pertanyaan mengantri di hadapannya.

                Mengapa lelaki itu melukai anakku? Mengapa lelaki itu merendahkan harga diri anakku? Mengapa lelaki itu menguasai hidup anakku dan melarang anakku ke rumahnya sendiri? Dan mengapa, mengapa yang lain yang membuat hatinya nelangsa.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun