Mohon tunggu...
Rokhmin Dahuri Institute
Rokhmin Dahuri Institute Mohon Tunggu... Dosen - Rokhmin Dahuri

Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan – IPB; Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI); Wakil Ketua Dewan Pakar ICMI Pusat; Member of International Scientific Advisory Board of Center for Coastal and Ocean Development, University of Bremen, Germany; Honorary Ambassador of Jeju Islands Province and Busan Metropolitan City, Republic of Korea to Indonesia; dan Menteri Kelautan dan Perikanan – RI (2001 – 2004).

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Mendambakan Sektor Perikanan yang Produktif, Berdaya Saing, Mensejahterakan, dan Berkelanjutan

19 Mei 2020   11:15 Diperbarui: 19 Mei 2020   11:14 831
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Salah satu kebijakan terobosan dan cemerlang Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla (Kabinet Indonesia Kerja, 2014 -- 2019) yang mendapat apresiasi dan antusiasme publik adalah menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia (PMD).  Yakni, Indonesia sebagai negara maju, sejahtera, dan berdaulat berbasis ekonomi kelautan dan hankam serta budaya maritim.  Untuk mewujudkan PMD, Presiden Jokowi membentuk Kemenko Maritim.  Hasilnya, di sektor pariwisata bahari, peruhubungan laut (pelabuhan dan kapal angkut), ESDM di wilayah pesisir dan lautan, dan industri dan jasa maritim lebih menggeliat dan membaik.

Di sektor Kelautan dan Perikanan, pemberantasan IUU (Illegal, Unregulated, and Unreported) fishing oleh kapal ikan asing, konservasi, dan penegakkan kedaulatan sudah sangat tepat dan harus dilanjutkan.  Sayangnya, aspek daya saing, pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan nelayan, pembudidaya ikan, pengolah dan pedagang, dan stakeholders KP (Kelautan dan Perikanan) lainnya kurang mendapat perhatian, bahkan cenderung dihambat. Dalam lima tahunan terakhir, pembangunan sektor KP seolah identik dengan penenggelaman dan pembakaran kapal asing, moratorium kapal ikan berukuran besar (> 150 GT) dan modern, larangan alat tangkap aktif seperti pukat hela dan pukat tarik (cantrang) yang selama ini digunakan oleh mayoritas nelayan, larangan kapal pegangkut ikan kerapu hidup, larangan alih muatan ikan yang memberikan efisiensi peningkatan produktivitas, dan larangan menjual lobster dan kepiting di bawah ukuran tertentu. Parahnya lagi aturan yang dibuat berlaku surut, sehingga memberikan dampak kerugian dan trauma bagi para pengusaha perikanan yang telah membantu pemerintah dalam melakukan investasi besar dan membangun infrastruktur perikanan yang cukup rumit. Ibarat sebuah mobil, pembangunan kelautan di lima tahun terakhir terlalu banyak 'remnya', tetapi sedikit sekali 'gas' nya.

Akibatnya, banyak sekali pabrik (industri) pengolahan ikan di semua kawasan industri perikanan (Belawan, Bungus, Muara Baru, Cilacap, Benoa, Kendari, Bitung, Tual, Benjina, Ambon, Kaimana, dan Sorong) gulung tikar atau mati suri, karena kekurangan bahan baku.  Demikian juga halnya dengan 14 pabrik surimi di Pantura semuanya kolaps.  Perikanan budiaya ikan kerapu, lobster, kepiting, dan kepiting soka bangkrut.  Ratusan ribu nelayan (termasuk nelayan lobster), pembudidaya, dan karyawan pabrik pengolahan ikan terkena PHK, menganggur.

Selama lima tahun terakhir, komunikasi dan sinergi KKP dengan Kementerian/Lembaga pemerintah lain, Pemerintah Daerah, nelayan, pembudidaya, dan pengusaha pun sangat buruk.  Saling curiga, semua pengusaha perikanan tangkap dituduh jahat, nelayan dicap tidak jujur, karena melakukan 'mark-down' ukuran kapal ikan, dan stigma negatip lainnya yang dituduhkan KKP kepada stakeholders KP. Faktanya, nelayan, pengusaha, dan stakeholders KP lainya yang baik dan sukses itu jauh lebih banyak ketimbang yang 'nakal'. Namun untuk memberhentikan yang 'nakal' tersebut, Pemerintah malah menyama-ratakan semua nya sehingga ibarat mau menangkap tikus dalam rumah, rumah tersebut seluruhnya dibakar. Selain itu, Badan Litbang dan Badan Pengembangan SDM (Sumber Daya Manusia) digabung menjadi satu eselon satu.  Padahal, sejarah dan fakta empiris membuktikan, bahwa tidak ada sektor pembangunan yang maju dan mampu berkontribusi maksimal bagi kemajuan dan kesejahteraan bangsanya, bila karya hasil litbang (inovasi) dan kualitas SDM nya rendah. 

Untuk memperbaiki kebijakan KP yang keliru diatas, Presiden pun akhirnya menerbitkan INPRES No. 7/2016 tentang Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional.  Yang intinya adalah menginstruksikan Menteri KP supaya merevisi semua peraturan dan perundangan yang menghambat investasi dan bisnis di sektor KP, dan yang berdampak negatip terhadap kesejahteraan nelayan, pembudidaya ikan, dan masyarakat KP lainnya.   Selain itu, memerintahkan seluruh Menteri/Kepala Lembaga Pemerintahan yang terkait agar mendukung Menteri KP dalam menjalankan INPRES tersebut.  Malangnya, INPRES tersebut tidak diimplementasikan secara serius dan maksimal.

Semua dampak negatip akibat kebijakan pembangunan KP yang tidak tepat itu telah menimbulkan gelombang demonstrasi nelayan, pembudidaya ikan, karyawan industri pengolahan ikan dimana-mana, dari awal 2015 sampai menjelang Pilpres 17 April 2019.  Ratusan perwakilan nelayan dari seluruh tanah air menemui Presiden Jokowi di Istana Negara pada 22 Januari 2019 dengan tuntutan " Jokowi Yes, Susi No".

Era Kabinet Indonesia Maju

Akhirnya, di periode kedua pemerintahan Presiden Jokowi bersama Wapres KH. Ma'ruf Amin (Kabinet Indonesia Maju, 2019 -2024), Bapak Edhy Prabowo diangkat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan yang baru.  Selain 5 visi Presiden (peningkatan daya saing dan pertumbuhan ekonomi berkualitas, melanjutkan pembangunan infrastruktur, membangun SDM unggul, transformasi struktur ekonomi dari berbasis komoditas ke inovasi dan produk industri bernilai tambah, dan reformasi birokrasi dan iklim investasi/Omnibus Law),  Presiden juga memberikan dua instruksi khusus, yakni memperbaiki komunikasi dan sinergi dengan seluruh pemangku kepentingan KP, dan pengembangan perikanan budidaya.  

Maka, pada 5 Februari 2020 Menteri Edhy Prabowo meluncurkan "Arah Baru Kebijakan Kelautan dan Perikanan".  Intisari dari arah baru kebijakan tersebut mencakup dua aspek (domain): (1) cara kerja dan komunikasi, dan (2) substansi kebijakan.  Dalam hal cara kerja (etos kerja) dan komunikasi, Menteri Edhy meminta seluruh pejabat dan staf KKP di pusat maupun daerah agar bersikap kritiis, dan dapat memberikan saran serta solusi masalah secara konstruktif kepada dirinya.  Beliau akan memberikan insentif kepada setiap pejabat dan staf KKP yang secara terbuka memberikan kritik membangun dan solusi bagi permasalahan pembangunan KP.  Sementara, sebelumnya hampir semua pejabat KKP yang berbeda pendapat dengan Menterinya, pasti di 'non-jobkan'.  Menteri Edhy menginstruksikan kepada seluruh pejabat dan karyawan KKP harus melayani, mempermudah, membantu, dan meningkatkan kapasitas nelayan, pembudidaya ikan, dan stakeholders KP lainnya.   Sebelum, suatu kebijakan (Peraturan Menteri dan regulasi lain) dikeluarkan, harus dimusyawarahkan (konsultasi publik) dengan -- dan disosialisasikan lebih dulu  kepada stakeholders KP.

Secara substansi, arah baru kebijakan KP memastikan bahwa seluruh kebijakan dan program pembangunan KP harus berdasarkan pada: (1) visi Presiden, (2) tugas dan fungsi pokok KKP (pembangunan sumber daya kelautan dan perikanan serta kesejahteraan secara sustainable), (3) prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan, dan (4) IPTEKS.  Maka, ke depan kebijakan dan program pembangunan sektor KP harus mampu: (1) mengatasi sejumlah permasalahan internal sektor KP; (2) berkontribusi signifikan dalam pemecahan permasalahan bangsa; dan (3) meningkatkan pendayagunaan potensi pembangunan KP untuk mewujudkan Indonesia yang maju, adil-makmur, dan berdaulat, paling lama pada 2045. 

Rencana Pembangunan Jangka Menengah, 2019 - 2024

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun