[caption id="attachment_166805" align="aligncenter" width="360" caption="Pendopo Utama Ndalem Ngabean"][/caption] “Kalau mau melihat-lihat monggo mbak”, demikian ucapan seorang pegawai yang menghampiri ketika saya mencoba masuk ke halaman gedung Ndalem Ngabean yang terletak di sebuah Gang di Jalan Ngadisuryan di dekat Alun-alun Kidul kota Yogyakarta ini. Sebenarnya , sudah berulang kali saya melewati gedung ini, bahkan pernah juga masuk dalam rangka “kondangan” seorang teman yang kebetulan menikah dengan warga asing beberapa dasa warsa yang lalu. Setahu saya gedung ini adalah milik pengusaha terkenal era “orde baru” yaitu Probosutedjo yang kemudian disewakan untuk pesta-pesta pernikahan. [caption id="attachment_166793" align="aligncenter" width="360" caption="Halaman Pendopo"]
[/caption] [caption id="attachment_166803" align="aligncenter" width="360" caption="Buphala"]
[/caption] Kami kemudian memasuki halamannya yang luas dan asri. Di depan pendopo utama yang merupakan bangunan besar dengan aristektur jawa yang megah, terdapat beberapa buah patung yang seakan-akan mengawal gedung ini. Selain patung raksasa dengan gada ditangan yang diesbut
“Buphala”, ada juga patung semar yang cukup unik dengan jari telunjuk kanan yang kukunya berkilauan seakan-akan terbuat dari emas? Tidak jauh dari situ juga ada sebuah patung wisnu sedang menunggang garuda dan juga patung wanita bertangan empat yang sedang berdiri di atas seekor lembu.. [caption id="attachment_166794" align="aligncenter" width="360" caption="Dua Buah Cermin"]
[/caption] Belum lagi puas melihat halaman, kami segera diajak untuk melihat-lihat bagian dalam gedung. Di sebelah kanan pendopo atau arah sebelah kiri kami ada sebuah gedung besar yang digunakan sebagai semacam kantor. Dua buah cermin besar mendampingi pintu masuk ke gedung ini. Berandanya cukup luas dengan lantai dan sebagian didining ditutupi keramik yang antik dan indah. Di pojok beranda , dipamerkan foto-foto yang menjelaskan sekilas mengenai gedung yang masih terletak dalam kawasan Kraton ini. [caption id="attachment_166795" align="aligncenter" width="358" caption="Lorong Hotel"]
[/caption]
Bangunan dalam kawasan Kraton yang Menjadi Hotel dan Restoran Kami kemudian terus memasuki halaman dalam sebelah belakang pendopo. Tedapat sebuah bangunan lebih kecil yang dinamakan
Rumah kudus. Bangunan ini disebut demikian karena memang dibuat di Kudus dan kemudian dipindahkan ke tempat ini. Sekarang rumah kudus juga digunakan sebagai mushola Terlihat di bagian dalam lantai yang mengkilap bersih terhampar beberapa buah sajadah dan juga perlengkapan sholat. [caption id="attachment_166796" align="aligncenter" width="358" caption="Hotel"]
[/caption] Selepas rumah kudus , kemudian kami tiba di bagian belajang kompleks seluas lebih dari 10 ribu meter persegi ini. Sebuah rumah panjang dengan beranda yang khas menyambut kami. Ada banyak kamar-kamar yang diberi nomor urut dan sekarang digunakan sebagai hotel. “Ada sebelas kamar yang disewakan dan sekarang tinggal dua yang kosong”, demikian penjelasan tambahan sang pegawai sambil membuka kunci dan memperlihatkan kondisi kamar standar. Kamarnya cukup mewah dengan kamar mandi dalam dan perabotan yang khas keraton. Selain itu juga ada “family room” yang lebih besar , namun kami tidak bisa melihatnya karena sudah disewa tamu. [caption id="attachment_166806" align="aligncenter" width="360" caption="Jalan yg Asri"]
[/caption] Di depan deretan kamar-ini juga ada sebuah bangsal besar yang juga disewakan. Konsepnya bagaikan sebuah asrama sehingga bisa menampung lebih dari sepuluh orang. Sekali lagi suasananya benar-benar khas Jawa dan kraton. “Di pendopo ini juga disediakan restoran yang beroperasi hanya untuk makan siang”, demikian penutup keterangan pegawai tadi sambil membiarkan kami melihat-lihat lebih jauh. [caption id="attachment_166797" align="aligncenter" width="360" caption="Kolan Renang"]
[/caption]
Kisah-Kisah aneh dari dalam Ndalem Ngabean Di bagian sudut lokasi juga terdapat taman-taman, dan pepohonan yang asri. Sebuah kolam renang dengan airnya yang biru juga menyambut kami. Sayang sore itu tidak ada yang berenang, namun suasananya benar-benar berbeda di bandingkan dengan hotel-hotel modern yang ada di bagian lain kota Yogya. Suasana di Ndalem Ngeban ini, membuat kita seakan-akan sedang berada dan menjadi bagian integral kraton
Ngayogyakarta Hadiningrat yang memberikan sedikit suasana sakral, dan juga sedikit angker. [caption id="attachment_166798" align="aligncenter" width="360" caption="Pohon Tua"]
[/caption] Cerita mengenai keangkeran ini baru terungkap ketika seorang pegawai lain sedikit mengobrol di halaman depan pendopo. Ia bercerita bahwa sejak kecil dia sudah bekerja disini dan ayahnya menjadi salah sorang tukang yang ikut membangun pendopo utama. Menurutnya dulu halaman ini merupakan perumahan penduduk dan kemudian digusur pada awal tahun 1980-an. [caption id="attachment_166799" align="aligncenter" width="360" caption="Pohon Tua"]
[/caption] Ketika orde baru berakhir maka bangunan ini sempat berpindah tangan dan juga sempat tidak terawat. Banyak pepohonan tua dan konon banyak penghuni halusnya.
“Sandal-sandal bahkan bisa pindah sendiri.” Demikian tambahnya lagi. Kawasan Ndalem Ngabean dibeli oleh seorang paranormal dari Solo yang kemudian mampu menebang beberapa pohon tua yang angker tadi. Namun sang para normal ini pun meninggal setahun kemudian. Saat ini pemilik pun sudah berganti lagi dan dengan berjalannya waktu serta ketika tempat ini pun mulai ramai lagi dikunjung dan dijadikan hotel. Cerita dan kejadian aneh seperti di atas mulai berkurang. Jadi kalau anda kebetulan berkunjung ke kota Yogya, dan ingin menikmati menginap di tempat dengan suasana kraton. Jangan lupa mampir kesini. Siapa takut? [caption id="attachment_166800" align="aligncenter" width="360" caption="Prasasti Radio Mavro"]
[/caption]
Cita--Cita Kemerdekaan dari Ndalem Ngabean Sebelum meninggalkan gedung dalam kawasan yang asri dan sedikit misterius ini, saya kembali melihat-lihat di sekitar halamannya yang luas. Melihat kembali patung semar, wisnu, wanita di atas lembu, dan juga beberapa pohon tua yang ada di halaman. [caption id="attachment_166801" align="aligncenter" width="357" caption="Tiang Lampu"]
[/caption] Lampu-lampu penerangan juga dihiasi dengan tiang-tiang yang antik khas kraton. Tulisan jawa dengan aksara honocoroko juga menghiasi beberapa tiang lampu tadi. Namun yang cukup menarik adalah sebuah prasasti batu yang terdapat di bagian depan dekat tembok bagian muka kawasan yang bewarna putih. “
Di tempat ini di Ndalem Ngabean sebagai saksi sejarah, berkumandanglah pemancar radio Mavro sebagai perintis Radio Republik Indonesia Nusantara II Yogyakarta Membawa Suara Cita-cita kemerdekaan” demikian tulisan sebuah prasasti yang diberi tanggal 22 Februari 1934-1942 ini. [caption id="attachment_166802" align="aligncenter" width="357" caption="Halaman"]
[/caption] Sambil berjalan perlahan menyusuri Jalan Ngadisuryan menuju alun-alun selatan sayapun merenung akan sebuah tempat, yang dulunya pernah dijadikan studio perintis RRI yang menyuarakan cita-cita kemerdekaan, kemudian menjadi sebuah tempat yang mencoba melestarikan budaya Jawa yang adiluhung dan mencoba bertahan di tengah arus perubahan yang serba cepat ini. Waktu sekan-akan berhenti di tempat ini Ndalem Ngabean yang penuh misteri.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI
Lihat Travel Story Selengkapnya