Mohon tunggu...
BANYU BIRU
BANYU BIRU Mohon Tunggu... Penulis - Guru | Pecandu Fiksi

Orang yang benar-benar bisa merendahkanmu adalah dirimu sendiri. Fokus pada apa yang kamu mulai.Jangan berhenti, jangan merendah, selesaikan pertandinganmu. Kita berkarya untuk keabadian. Sesungguhnya karya adalah anak. Biarkan ia berproses, tumbuh dewasa dan menemukan jodohnya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pohon di Belakang Rumah | Fiksimini

12 Maret 2022   11:22 Diperbarui: 12 Maret 2022   12:09 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku sudah bertahun-tahun hidup bersama keluarga Renata. Aku tahunya mereka keluarga yang bahagia. Aku menyaksikan Renata sewaktu menangis digonggong oleh anjingnya sendiri. Kakinya yang gemuk tidak sanggup lagi berjalan saking takutnya, kemudiaan derai tawanya mengambang saat sang ayah datang, menaruhnya di pundaknya  lalu masuk ke dalam rumah.

Dari tempatku berdiri ini, aku juga pernah menyaksikan Renata melompat kegirangan saat pulang sekolah. Duduk di ayunan, membuka surat yang ia temukan di laci meja belajarnya.
Ah, aku ingat rona merah wajahnya, tersimpul malu sambil menempelkan surat itu ke dadanya, seakan sedang memeluk sosok dibalik surat itu.

Suatu hari dimasa remajanya, derai tawa Renata yang ceria berubah menjadi tangis tertahan, membekap mulutnya sendiri.
Keluarga Renata yang bahagia sedang menjamu tamu petaka bahkan ayah ibunya tidak pernah lagi bermain bersama kami.

Aku menikmati hari-hari bersama Renata, Renatapun demikian. Tetapi Renata yang sekarang bukan lagi Renata kecil yang ceria. Hingga di suatu sore yang mendung, Renata mendatangiku, katanya ia ingin bermain denganku. Ia menjeratku dengan tali lalu menariknya, memastikan tali itu tidak akan terlepas lagi.
Renata memang susah ditebak, Ia bukannya bermain denganku malah bermain-main dengan maut. Ia menggantung di dahanku. Menggeliat kesakitan hingga akhirnya menyerah.

Sekali lagi di sore yang mendung, aku menjadi saksi kisah keluarga Renata. Keluarga yang tidak lagi bahagia karena bahagia mereka adalah Renata. Renata yang ceria kini menggantung kaku tak bernyawa.

01.57 a.m
11 Maret 2022

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun