Mohon tunggu...
Rangga Agnibaya
Rangga Agnibaya Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Bagi Ilmu

Membaca, menulis, menonton film, dan sepak bola: Laki-laki.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Waktu Senggang Sebagai Strategi Kebudayaan: Refleksi Atas Buku "Kebudayaan dan Waktu Senggang" Karya Fransiskus Simon

3 April 2024   09:12 Diperbarui: 3 April 2024   09:35 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Waktu senggang ala Joseph Pieper yang identik dengan aktivitas kontemplatif, imajinatif, kognitif dan menubuh dalam laku intelektual dapat disebut juga sebagai salah satu bentuk artes liberales. Maka, apa yang dilakukan oleh Rocky Gerung dalam konteks aktivitas kritik kebudayaannya dapat dikatakan sebagai keterampilan dalam arti artes liberales. Aktivitasnya berdialektika, melakukan tafsir sosial atas fenomena di masyarakat, mendekonstruksi tata nilai mapan yang dianggap merugikan masyarakat merupakan kemampuan dalam konteks artes liberales, seperti orang-orang merdeka zaman Yunani Kuno yang kerap berkontemplasi dan berdiskusi untuk mengisi waktu. Para budak zaman itu tidak punya waktu untuk aktivitas semacam itu, dan sudah tentu tidak memiliki keterampilan dalam arti artes liberales. Mereka hanya memiliki kemampuan artes serviles, yakni keterampilan kasar yang mengandalkan otot daripada otak.

Aktivitas artes liberales yang dilakukan oleh Rocky Gerung lebih mengharapkan imbalan berupa penghormatan dan pengakuan dalam konteks eksistensialis. Ia sendiri mengaku pernah mengajar mata kuliah Filsafat di Universitas Indonesia selama bertahun-tahun tanpa menerima honor, dan itu atas permintaannya sendiri. Dapat dilihat di sini, Rocky Gerung seolah sangat menghayati kemampuan artes liberales yang dimilikinya.

Rocky Gerung: Waktu Senggang Sebagai Proses Pe(ndunguan)mberadaban

Memahami Kebudayaan sebagai sebuah proses yang tidak berkesudahan, termasuk di dalamnya proses belajar, berarti memahi juga bahwa berkebudayaan merupakan sebuah proses pemberadaban. Menjadi beradab tidak selalu diidentikkan dengan kemajuan pembangunan yang selama puluhan tahun menjadi 'frase sakti' Orde Baru dalam mempertahankan kekuasaan totaliternya. Beradab di sini dapat berarti mampu mengidentifikasi situasi diri dan lingkungannya. Kemampuan mengidentifikasi itu yang nantinya mengantarkan seseorang untuk menyadari posisinya di dalam kehidupan dan masyarakat: menindas-ditindas, superior-inferior, menghegemoni-dihegemoni, dan seterusnya.

Pemberadaban merupakan proses menjadikan subjek mampu mengevaluasi tata nilai yang mapan: apakah tata nilai tersebut menciptakan situasi harmonis di tengah masyarakat, atau justru menindas masyarakat. Pemberadaban juga proses menciptakan subjek yang otonom, tidak terepresi oleh ideologi dan cara pandang tertentu dalam bersikap dan bertindak. Dengan demikian, subjek yang lahir dari proses pemberadaban adalah subjek yang tanpa kemunafikan dan rasa takut mampu mengungkapkan cara pandang, penilaian, dan pilihannya sendiri yang otentik. Melalui waktu senggang proses tersebut terjamin keberlangsungannya.

Rocky Gerung sendiri kerap mengolok-olok orang atau sekumpulan orang yang selalu mengekor dan tunduk pada cara berpikir yang diproduksi oleh otoritas tertentu. Ia menyebut mereka sebagai 'dungu' karena tidak mengikuti akal sehatnya sendiri dalam bersikap dan bertindak. Akal sehat bagi Rocky Gerung merupakan satu-satunya jalan menuju kebenaran. Dengan akal sehat, setiap orang mampu membedah dan menelaah setiap fenomena yang tersaji dihadapannya, sekaligus menjadikannya berpikir otonom dan otentik. Pendunguan yang dilakukan oleh Rocky Gerung seperti sengatan lebah yang menjadikan seseorang tersentak dan menyadari kebebalannya. Seperti Socrates yang hidup di zaman Yunani Kuno, Rocky Gerung adalah lebah penyengat bagi masyarakat yang lembam.


Sumber Bacaan

Kebudayaan dan Waktu Senggang, Fransiskus Simon, Jalasutra, 2006.

Kapital, Karl Marx, Marxists.org,

(Habitus x modal) + ranah = praktik : pengantar paling komprehensif kepada pemikiran Pierre Bordieu, Richard K Harker dkk, Jalasutra, 2009.

Filsafat Sejarah, G. W. F. Hegel , Pustaka Pelajar, 2002

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun