Mohon tunggu...
Rangga Aris Pratama
Rangga Aris Pratama Mohon Tunggu... Buruh - ex nihilo nihil fit

Membaca dan menulis memiliki kesatuan hak yang sama, seperti hajat yang harus ditunaikan manusia setelah makan dengan pergi ke toilet setiap pagi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Pantulan Mudigah

15 Maret 2022   15:00 Diperbarui: 19 Maret 2022   11:47 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.boredpanda.com/blog/wp-content/uploads/2014/07/reflection-photography-27.jpg

Berjingkat ke trotoar, berjalan lurus lagi, memutar, kembali lagi, melompati trotoar dan menyebrangi jalan untuk kemudian berjalan lurus lagi, berjalan memutar dan kembali lagi.

Tidak jelas apa yang ia cari dan apa tujuannya datang kemari dalam kondisi yang demikian itu, Perempuan itu bunting ! dengan benjolan besar di perutnya yang terlihat sebentar lagi akan meledak.

Anehnya tidak ada orang yang menyadari benjolan besar yang bersarang di perut perempuan itu, tidak ada sama sekali orang yang memperhatikannya kecuali saya, hanya saya yang menyaksikan kengerian yang sebentar lagi akan terjadi, hanya saya saksinya. 

Perempuan itu berdiri termenung meremas-remas tangannya sendiri, terlihat seperti hendak mencopoti jari-jemarinya itu tapi urung dilakukan.

Kemudian perempuan itu masuk ke satu toko dan keluar dengan muka sedih dan kesal. Lalu ia berjalan lurus lagi dan berbelok ke satu toko kemudian masuk kesana untuk sebentar keluar lagi, begitu sampai habis lima toko disambangi.

Lama-lama warna dari perempuan itu terlihat pudar, warnanya berubah pucat sampai akhirnya menjadi transparan. Kini hanya saya yang mampu melihatnya.

Orang-orang hanya berjalan melewatinya seolah-olah tidak ada siapa-siapa, betul-betul transparan!, beberapa kali terlihat oleh saya, orang berpapasan dengannya dan berdiri beriringan dengan perempuan itu tapi benar-benar tidak menyadari ada orang disana, seperti perempuan itu hantu atau sejenisnya.

Sementara itu saya hanya memperhatikan.

Dari jauh terlihat mukanya begitu lelah, ada perlombaan keringat yang mengucur dari dahinya yang lebar, saling balap bulir-bulir air itu melalui pipi, hidung dan akhirnya terjun bebas melewati dagu.

Kemudian ia mengusap dahinya dengan saputangan dan duduk bersandar pada pohon ketapang untuk meredakan nafasnya yang tersengal-sengal. Sepertinya ia sedang kehausan tapi tidak punya sesuatu untuk ditukarnya dengan air minum.

Dipandangi genangan air di samping depannya itu dengan tatapan mengiba, kemudian dari genangan air itu keluarlah sesosok makhluk kecil yang cantik dan bening.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun