Dan Raka..
Lelaki itu tetap hadir, setiap hari, tanpa jeda. Kadang hanya duduk di sampingnya tanpa berkata apa-apa. Kadang membawakannya bunga liar yang dipetik dari halaman belakang rumah sakit. Kadang hanya sekadar diam menatap langit bersamanya. Tapi Nayla tahu, diam mereka bukan hampa---justru penuh arti.
Hari itu, saat Raka datang dengan wajah sedikit letih, Nayla menatapnya lebih lama dari biasanya.
"Kamu kelihatan capek. Kamu kerja sampingan lagi, ya?" tanyanya.
Raka tersenyum kecil. "Iya. Bantu temen bersihin gudang komunitas."
"Komunitas mana?"
"Temen-temen waktu kita aktif di kegiatan sosial kampus dulu. Kamu inget dikit-dikit kan?" jawab Raka sambil menaruh segelas teh hangat di meja.
Nayla mengangguk pelan. "Aku inget kamu suka jadi orang paling ribet waktu ngatur acara," katanya sambil tersenyum.
Mereka tertawa kecil. Tapi di balik senyum itu, Nayla tak tahu bahwa Raka tak hanya sekadar "bersihin gudang". Ia diam-diam menggalang dana lewat jejaring teman-teman lamanya---menjual barang bekas layak pakai, membuka lelang amal kecil, bahkan membuat donasi bertema "Untuk Senyuman Nayla".
---
Di rumah, kondisi keluarga Nayla makin sulit. Uang tabungan hampir habis. Ibunya harus menjual beberapa perhiasan simpanan untuk membayar obat Nayla. Ayahnya, yang selama ini diam, mulai putus asa.