Puisi itu ia lipat rapi. Tapi Bu Lestari, entah kenapa, memilih membaca beberapa puisi secara acak di kelas.
"Puisi dari Nayla," ucap Bu Lestari. Seketika kelas hening.
Raka menoleh.
"...Kau pernah singgah di dadaku, tak lama..." suara Bu Lestari bergema di antara dinding ruang kelas yang tiba-tiba sunyi.
Nayla menunduk dalam-dalam. Wajahnya memerah, bukan karena malu, tapi karena luka yang belum sembuh dipaksa terbuka di depan orang-orang.
Raka tercekat. Ia tahu, itu untuknya. Ia tahu rasa itu masih ada. Tapi kenapa Nayla menjauh?
Usai kelas, Raka mengejar Nayla. Tapi Nayla menghindar, lagi.
"Nayla, tunggu. Aku bisa jelasin semuanya."
"Enggak perlu, Raka. Kadang penjelasan malah bikin semuanya makin sakit."
"Kenapa kamu kayak gini? Kamu pikir aku milik Tania? Aku cuma---"
Nayla menatapnya. Mata itu berkaca, tapi tak tumpah.