Chikungunya merupakan penyakit yang ditandai dengan timbulnya gejala demam secara tiba-tiba disertai dengan nyeri pada sendi dan otot. Chikungunya disebabkan oleh virus chikungunya yang dibawa oleh nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus, yang seringkali dikenal sebagai vektor penyebaran penyakit DBD. Nyamuk Aedes akan membawa virus chikungunya dari orang yang telah terinfeksi sebelumnya. Selanjutnya nyamuk yang sama akan hinggap dan menghisap darah manusia lain sembari memasukkan virus ke dalam tubuh yang sehat tersebut, sehingga virus yang dibawanya dapat berkembang biak di dalam tubuh manusia.
Chikungunya dapat menyerang siapa saja, namun risiko terserangnya penyakit ini cenderung lebih tinggi pada bayi yang baru lahir, lansia > 65 tahun, serta orang-orang dengan kondisi medis tertentu seperti hipertensi, diabetes, dan penyakit jantung. Tanda-tanda chikungunya pada umumnya cukup mirip dengan penyakit demam berdarah, yaitu demam tinggi, nyeri kepala, serta timbul ruam kemerahan di kulit. Gejala yang membedakan chikungunya dengan penyakit DBD adalah adanya nyeri dan peradangan pada sendi dan otot yang cukup parah. Apabila gejala-gejala itu terus berlanjut, tentunya dapat mempengaruhi produktivitas dan kualitas hidup penderita.
Pada musim penghujan ini, risiko kejadian chikungunya akan meningkat. Hal ini disebabkan oleh banyaknya genangan air yang timbul setelah turun hujan, yang pada akhirnya menjadi tempat berkembang biaknya jentik nyamuk. Selama beberapa bulan terakhir, penyebaran kejadian penyakit chikungunya terus meningkat di berbagai daerah, salah satunya adalah di desa Ponowaren.
"Berbicara tentang kesehatan, akhir-akhir ini di Ponowaren terdapat banyak kasus chikungunya dan demam berdarah, oleh karena itu diharapkan warga Ponowaren dapat menjaga kesehatan masing-masing," ucap Pak Hanung selaku PJ kepala desa Ponowaren.
Dengan banyaknya kasus chikungunya tersebut, para mahasiswa dari Tim KKN Undip mengadakan kegiatan penyuluhan terkait penyakit Chikungunya yang diadakan pada tanggal 14 Januari 2025. Penyuluhan ini dilakukan di Posyandu Jetis karena banyaknya warga di dusun tersebut yang terjangkit penyakit Chikungunya. Dalam pelatihan ini, dijelaskan mengenai definisi, faktor risiko, tanda dan gejala, serta pencegahan chikungunya. Kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan terkait penyakit chikungunya sehingga para warga dapat menjaga kesehatan masing-masing.
Selain penyuluhan, Tim KKN ini juga melakukan penyelidikan epidemologi bersama bidan dan kader-kader kesehatan desa Ponowaren, yaitu dengan cara mengunjungi rumah-rumah masyarakat yang terjangkit chikungunya beserta 28 rumah di sekitarnya untuk memeriksa adanya gejala chikungunya maupun perkembangan kondisi kesehatan pasien yang telah terjangkit penyakit chikungunya sebelumnya. Selain itu, pada kegiatan ini juga dilakukan pemantauan keberadaan jentik-jentik nyamuk di dalam semua wadah penyimpanan air yang dimiliki warga. Dari penyelidikan tersebut, terdapat sekitar 50% rumah yang memiliki jentik nyamuk. Untuk mengatasi hal tersebut, diberikan edukasi mengenai 3M (Menguras tempat penampungan air, Menutup tempat penyimpanan air, dan Mendaur ulang barang bekas yang bisa menampung air) serta diberikan obat abate yang ditaburkan ke dalam wadah air yang berisi jentik tersebut. Harapannya, jentik-jentik yang ada akan mati dan mengurangi risiko kejadian chikungunya.
Kegiatan ini merupakan bagian dari upaya mahasiswa Universitas Diponegoro dalam melakukan pengabdian kepada Masyarakat. Melalui program KKN ini, mahasiswa diharapkan dapat berkontribusi nyata dalam memberdayakan masyarakat, sekaligus menerapkan ilmu yang dipelajari di kampus secara nyata di lapangan. Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI