Mohon tunggu...
Gilang Ramadhan
Gilang Ramadhan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Mantan Guru • S1 Bahasa dan Sastra Indonesia • Bergiat di Kembara Rimba dan Salam Semesta • Warga Gg. Mangga Garis Lurus

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Rumah, Pohon, dan Taman Api

4 Mei 2018   02:06 Diperbarui: 4 Mei 2018   05:02 476
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: i.pinimg.com

Aku akan meletakkan api di puncak

rumah kita. Setelah itu, kita membakar diri.

Atau aku akan membawamu ke tepi danau

yang dingin dan berkabut; di sana kita

bermain api letup. Kita akan melihat

bagaimana hati kita meleleh menjadi laut.

Waktu melebur rumah dan kenangan kita

menjadi sebidang taman api.

Taman kecil di halaman rumah kita

ditumbuhi matahari. Rumputnya berapi-api.

Anak-anak kita membajak bunga api di sana.

Terkadang mereka menyematkannya

ke sela-sela telinga; terkadang mereka melemparnya

ke langit suwung, kemudian jatuh dan berpercikan

seperti kembang api.

Aku juga menanam pohon berbuah api,

tapi tak pernah tumbuh dan selalu menghilang.

Pohonku mudah terbakar. Daun api yang kusentuh

luruh sebagai abu. Kau mengumpulkannya

untuk memupuk pohon yang baru.

Kita akan menyiramnya dengan butiran keringat

yang meletup-letup dari kulit kita.

Kelak jika pohon itu tumbuh berbuah api,

kita akan menyusun taman baru dari kata-kata api

 yang tak pernah membakar rumah kita lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun