Mohon tunggu...
Gilang Ramadhan
Gilang Ramadhan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Mantan Guru • S1 Bahasa dan Sastra Indonesia • Bergiat di Kembara Rimba dan Salam Semesta • Warga Gg. Mangga Garis Lurus

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Ruang untuk Sembunyi

10 Februari 2018   15:11 Diperbarui: 10 Februari 2018   15:15 652
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: i.pinimg.com

Kota yang Lain di Matamu

Terkadang kita sembunyi di sana,

menatap kota dari tempat yang kau rekam

selama berhari-hari, sebuah kota yang

digambar Baim dan Alka dengan ujung

gincu, yang ditaburi bubuk bunga Canola,


yang dilapisi kolase kain jetblack

dan batik gentongan. Hanya karena

kita butuh tempat sembunyi, dan duduk

di atas kubah tertinggi di kota itu, hanya

karena kita ingin selonjoran di udara dan

menyaksikan lautan yang menampung

kesedihan kita membeku dari ketinggian.

Atau bisa jadi hanya karena kita butuh

ruangan untuk mengheningkan arti dari

sebuah ciuman kecil bertubi-tubi.

Tidurmu

Kau percaya bahwa tidurku telah lama hilang entah ke mana. Di dalam kamarku selimut adalah pelukan yang percuma, mimpi-mimpi merembes dan membekas di tembok kamar yang dingin. Aku belum edan, tapi dingin dan cemas menyusup melalui jendela yang selalu terbuka, dan bicara dalam bahasa lagu-lagu minor yang berdebam dari pengeras suara buatan Cina.

Tapi waktu aku menatap tidurmu, saat kacamataku menggelincir ke ujung hidung, kutemukan perpus yang terbaring di bawah nyala aurora, ruang buat sembunyi dari sepi dan malam-malam yang gila.

Lagu yang Menyembunyikan Cemburu

Kau memintaku untuk tinggal dan aku mencuri kamarmu. Lalu kuputar sebuah lagu tentang suara gitar Jimmy yang terdengar cemburu.

Bayangan di Bawah Terang Lampu

Terkadang di kota ini

bayanganku jadi

satu-satunya tempat

sembunyi saat

aku berdiri

di bawah terang lampu di antara

daun-daun basah

yang merimbun di cabang

pohon-pohon tua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun