Mohon tunggu...
Raja Lubis
Raja Lubis Mohon Tunggu... Pekerja Teks Komersial

Pecinta Musik dan Film Indonesia yang bercita-cita menjadi jurnalis dan entertainer namun malah tersesat di dunia informatika dan kini malah bekerja di perbankan. Ngeblog di rajalubis.com / rajasinema.com

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Rindu Algoritma, Cemburu Beranda

20 September 2025   17:14 Diperbarui: 20 September 2025   17:14 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kompasiana, bagi sebagian kompasianer, bukan sekadar platform. Ia adalah rumah, taman bermain, tempat curhat, bahkan kadang diperlakukan seperti pasangan hidup. Sayangnya, ada yang kelewat sayang. Posesif. Seolah Kompasiana itu milik pribadi, warisan nenek moyang, atau hasil patungan arisan RT.

Setiap tulisan yang tidak sesuai selera dianggap ancaman ideologis. Bahkan keterlambatan update K-Rewards pun langsung ditafsirkan sebagai bentuk penyangkalan eksistensi: "Saya sudah menulis 2025 artikel, kenapa belum dapat poin? Ini sabotase!". 

Padahal, ya ampun, itu cuma telat update informasi. Bukan konspirasi global. Kompasiana diminta setia, tapi tak diberi ruang bernapas. Mirip hubungan toxic, "Kalau kamu berubah, aku lapor admin!".

Sikap posesif ini sering menjebak dalam asumsi-asumsi yang belum sempat diuji secara ilmiah. 

Misalnya, "Tulisan saya tidak naik karena algoritma dendam pribadi". Atau, "Kompasiana sengaja menyembunyikan saya dari beranda karena saya terlalu jujur". Padahal, bisa jadi karena judulnya "Renungan Tengah Malam di Bawah Ember Bocor", yang bahkan Google pun bingung mau menaruhnya di mana.

Bahaya posesif terhadap sesuatu yang bukan milik kita bukan cuma bikin malu di grup WhatsApp, tapi juga bisa merusak nalar. Kita jadi lupa bahwa platform adalah ruang bersama, bukan kamar pribadi. 

Kompasiana bukan taman rahasia, tapi alun-alun digital. Kalau kita "pasang gembok" selera di "pintu masuk", jangan heran kalau pembaca minggat ke pintu lain yang lebih ramah dan tidak drama.

Posesif itu seperti memeluk awan, makin erat, makin hilang. Kompasiana tidak bisa dimiliki, hanya bisa dinikmati. Seperti angin sore atau diskon di akhir bulan. Jadi, daripada marah-marah karena tulisan kita tidak viral, lebih baik evaluasi. Mungkin bukan Kompasiana yang berubah, tapi ekspektasi kita yang kelewat sinetron.

Ingat, Kompasiana bukan mantan! Jangan berharap dia akan kembali hanya karena kita menulis puisi 1.000 kata tentang rindu algoritma. Lebih baik menulis dengan cinta, bukan dengan cemburu. Karena di dunia digital, yang posesif biasanya ditinggal tanpa notifikasi.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun