Di ruang yang dulu sakral,
kursi-kursi berderit mengikuti irama tubuh,
bukan suara nurani. Â
Dewan bergoyang. Â
Langkah mereka teratur bak bidak catur, Â
tapi arahnya tak pernah terukur.
Mikrofon tak lagi merekam argumen, Â
melainkan desah tawa dan tepuk tangan. Â
Sidang menjadi siaran, Â
keputusan menjadi hiasan, Â
dan empati-
terbuang seperti draft RUU yang tak sempat dibaca.
Di antara gerakan yang gemulai,
ada janji yang tak ditepati, Â
ada harapan yang tergelincir, Â
ada suara yang tenggelam dalam musik latar.
Dewan bergoyang. Â
Mereka terus menari di atas grafik inflasi,
di atas rakyat yang mati dikerubungi cacing,
di atas kasus-kasus yang selamanya misteri.
Dewan bergoyang.
Mungkin mereka lupa, Â
bahwa panggung ini bukan milik mereka saja.Â
Dan jika empati terus terbuang, Â
mungkin suatu hari, Â
rakyat akan menari juga-
bukan untuk ikut bersorak, Â
tapi untuk mengguncang panggung Â
hingga nalar kembali menjadi Raja.
---
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI