Dulu, ya dulu banget, saya suka nggak enakan kalau menolak ajakan bukber. Tapi dalam beberapa tahun terakhir ini, saya mulai selektif menerima ajakan bukber. Kalau sekadar "haha-hihi" tanpa agenda yang jelas, saya biasanya urung untuk bergabung.
Paling hanya bukber bareng teman-teman/komunitas yang memang setahun ke belakang terbilang aktif berkomunikasi dan berkegiatan bareng.Â
Sampai dengan hari ke-14 puasa, saya baru bukber sekali saja. Itu pun dengan teman-teman komunitas film, sambil membicarakan kegiatan-kegiatan film yang sudah direncanakan untuk tahun 2025.
Adapun biaya yang dikeluarkan untuk sekali bukber ini mencapai 70.000 rupiah. Angka yang sudah melebihi bujet makan harian yang saya tetapkan.
Khusus bukber di luar rumah, memang sulit sekali untuk dilakukan penghematan. Solusinya hanya satu, ya mengurangi frekuensi bukber.
2. Masak sendiri dan membeli bahan masakan di warung terdekat
Terutama di hari kerja, capek rasanya. Pulang pukul 16:30 WIB, kemudian harus bermacet-macetan. Nggak ada tenaga yang tersisa untuk masak. Penginnya begitu tiba di rumah langsung rebahan, sembari menunggu azan Magrib berkumandang.
Tapi seenggaknya di hari libur, saya pasti usahakan untuk masak sendiri. Dan saya membeli bahan masakan di warung terdekat.Â
Dari sekian uji coba dengan berbagai jenis bahan masakan, bisa saya simpulkan membeli bahan masakan di warung terdekat jelas lebih hemat daripada membelinya di supermarket.
Meski kadang ada saja item yang lebih mahal di warung, atau ada pula yang lebih mahal di supermarket. Tapi secara keseluruhan, tetap lebih hemat membeli bahan masakan di warung terdekat. Bisa hemat 15-20% untuk bahan masakan yang serupa.
3. Bijak ketika 'war takjil'
Saya nggak terlalu fomo untuk war takjil sebetulnya. Ada segelas air putih hangat atau teh manis, ditambah beberapa butir kurma, sudah cukup untuk menu berbuka puasa.