Sudah hal lumrah, pengeluaran di bulan Ramadan akan lebih besar dibanding bulan lainnya. Pasalnya, banyak pos pengeluaran yang hanya terjadi di bulan Ramadan. Entah itu untuk keperluan mudik, buka puasa bersama, baju lebaran, hingga bagi-bagi THR untuk kerabat dan keluarga.
Jika pos-pos pengeluaran tersebut nggak dikendalikan dengan baik, bukan tidak mungkin kita akan mengalami defisit seperti halnya APBN Februari 2025.
Lantas jika Ramadan membuat kita tak terkendali, di mana esensi Ramadan yang sesungguhnya tentang pengendalian diri?
Hemat nggak berarti pelit, tapi sebuah strategi
Salah satu bentuk pengendalian pengeluaran di bulan Ramadan adalah dengan menerapkan gaya hidup hemat. Tentunya hemat berbeda dengan pelit.Â
Jika pelit cenderung menahan pengeluaran sekalipun untuk kebutuhan penting. Sementara hemat tetap mengeluarkan uang demi kebutuhan, hanya saja dengan perhitungan yang cermat dan bijaksana.
Orang-orang bilang namanya "Manajemen Keuangan". Sebuah seni mengelola keuangan mulai dari perencanaan, pencatatan, pengelolaan, hingga evaluasi.
Saya sendiri rutin melakukan manajemen keuangan setiap bulannya. Sesederhana mencatat setiap pemasukan dan pengeluaran yang terjadi. Sekalipun untuk biaya yang kecil semisal bayar parkir atau toilet umum, tetap saya catat.
Hal tersebut sangat berguna bagi saya, utamanya ketika melakukan evaluasi pada awal bulan berikutnya. Sehingga saya bisa tahu, pos pengeluaran mana yang harus ditambah atau dikurangi. Atau bahkan mungkin sudah seharusnya saya meningkatkan sumber pendapatan selain dari gaji bulanan.
Strategi hemat di bulan Ramadan demi finansial tetap sehat
Demi kondisi finansial yang seadanya ini tetap sehat, saya lakukan beberapa strategi hidup hemat tanpa harus saling mengorbankan antara kebutuhan satu dengan kebutuhan lainnya.Â
1. Mengurangi frekuensi buka bersama (bukber)
Berdasarkan evaluasi keuangan setiap Ramadan, yang paling menguras kantong saya adalah fenomena bukber.Â
Dulu, ya dulu banget, saya suka nggak enakan kalau menolak ajakan bukber. Tapi dalam beberapa tahun terakhir ini, saya mulai selektif menerima ajakan bukber. Kalau sekadar "haha-hihi" tanpa agenda yang jelas, saya biasanya urung untuk bergabung.
Paling hanya bukber bareng teman-teman/komunitas yang memang setahun ke belakang terbilang aktif berkomunikasi dan berkegiatan bareng.Â
Sampai dengan hari ke-14 puasa, saya baru bukber sekali saja. Itu pun dengan teman-teman komunitas film, sambil membicarakan kegiatan-kegiatan film yang sudah direncanakan untuk tahun 2025.
Adapun biaya yang dikeluarkan untuk sekali bukber ini mencapai 70.000 rupiah. Angka yang sudah melebihi bujet makan harian yang saya tetapkan.
Khusus bukber di luar rumah, memang sulit sekali untuk dilakukan penghematan. Solusinya hanya satu, ya mengurangi frekuensi bukber.
2. Masak sendiri dan membeli bahan masakan di warung terdekat
Terutama di hari kerja, capek rasanya. Pulang pukul 16:30 WIB, kemudian harus bermacet-macetan. Nggak ada tenaga yang tersisa untuk masak. Penginnya begitu tiba di rumah langsung rebahan, sembari menunggu azan Magrib berkumandang.
Tapi seenggaknya di hari libur, saya pasti usahakan untuk masak sendiri. Dan saya membeli bahan masakan di warung terdekat.Â
Dari sekian uji coba dengan berbagai jenis bahan masakan, bisa saya simpulkan membeli bahan masakan di warung terdekat jelas lebih hemat daripada membelinya di supermarket.
Meski kadang ada saja item yang lebih mahal di warung, atau ada pula yang lebih mahal di supermarket. Tapi secara keseluruhan, tetap lebih hemat membeli bahan masakan di warung terdekat. Bisa hemat 15-20% untuk bahan masakan yang serupa.
3. Bijak ketika 'war takjil'
Saya nggak terlalu fomo untuk war takjil sebetulnya. Ada segelas air putih hangat atau teh manis, ditambah beberapa butir kurma, sudah cukup untuk menu berbuka puasa.
Namun sesekali saya tetap mencari menu berbuka puasa seperti sop buah, kolak, atau gorengan. Ya sekadar untuk merasakan vibes Ramadan.
Strategi yang saya lakukan adalah membawa uang tunai dalam jumlah yang terbatas. Nggak bawa dompet ataupun handphone.Â
Alhasil ketika tiba di pasar Ramadan, saya nggak tergoda untuk membeli banyak menu berbuka puasa. Hanya beli menu yang sedari berangkat sudah saya incar saja.
4. Kurangi biaya langganan aplikasi
Setiap bulannya saya memang langganan beberapa aplikasi untuk menunjang kebutuhan pekerjaan. Baik aplikasi untuk editing maupun streaming film.
Di bulan Ramadan, saya kurangi frekuensi menonton. Alhasil banyak aplikasi yang saya tunda langganannya. Beberapa masih dipertahankan karena memang masih dibutuhkan.
Selain menunda langganan aplikasi yang tidak terlalu dibutuhkan, saya juga lebih senang berbagi biaya langganan dengan teman-teman.Â
Semisal untuk langganan aplikasi streaming inisial PV, saya berbagi dengan 4 orang teman lainnya. Sehingga biaya langganan menjadi lebih murah dan hemat hingga 80%.Â
5. Self reward dengan promo
Salah seorang teman saya sering bilang, "ngapain capek-capek kerja kalau nggak dinikmati sendiri". Sesuatu yang generasi sekarang menyebutnya "self reward".
Tentu nggak ada salahnya sesekali kita makan di resto mal yang harganya melebihi anggaran. Atau beli pakaian baru untuk mengganti pakaian kita yang sudah usang.
Tapi dengan perhitungan yang cermat dan bijaksana, kita masih bisa makan enak di resto atau membeli pakaian baru dengan anggaran yang sesuai.
Nggak percaya?
Untuk makanan saya biasa memanfaatkan promo bank terutama bank digital yang lagi gencar-gencarnya melakukan promosi. Semisal saya bisa menikmat paket chicken dari sebuah restoran Jepang berinisial Y hanya dengan 9.900 rupiah saja. Padahal harga aslinya lebih dari 30 ribu rupiah.
Sementara untuk pakaian baru, saya lebih senang membelinya di hari-hari terakhir Ramadan. Walau harus berjibaku dengan pembeli lainnya, harga pakaian di hari-hari terakhir Ramadan kebanyakan diobral sampai harga dasar. Kasarnya, bagi penjual yang penting balik modal daripada lebaran bawa balik barang yang tersisa.
Tapi konsep ini biasanya berlaku di pasar kaget yang hanya muncul saat Ramadan. Kalau di mal atau toko pakaian reguler, ya pandai-pandai saja memilih waktu MidNight Sale. Kalau beruntung bisa juga kok dapat barang bagus dengan harga lebih hemat daripada aslinya.
Nah, kurang lebih begitulah strategi hemat saya selama bulan Ramadan. Kebutuhan utama tetap terpenuhi tanpa harus menyebabkan bujet membengkak.
Bagaimana cerita hemat teman-teman di Ramadan? Share di komentar yuk!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI