Pendahuluan
Krisis air bersih merupakan masalah global yang berdampak langsung maupun tidak langsung pada kesehatan manusia. Air bersih adalah kebutuhan dasar yang menopang kehidupan, dan keterbatasannya menimbulkan konsekuensi luas mulai dari peningkatan penyakit menular, menurunnya kualitas hidup, hingga beban sosial-ekonomi dan psikologis masyarakat. Pada bab ini dijelaskan berbagai dampak krisis air bersih terhadap kesehatan, mencakup penyakit menular, penyakit akibat kurangnya kebersihan, paparan bahan kimia, malnutrisi, komplikasi kehamilan, hingga peningkatan angka kematian anak.
1. Dampak Kesehatan Langsung
a. Penyakit Bawaan Air (Waterborne Diseases)
Air yang tercemar menjadi media penularan berbagai patogen: bakteri, virus, dan parasit. Penyakit utama yang muncul adalah diare, kolera, tifoid, hepatitis A dan E, disentri, serta polio. Anak-anak dan lansia merupakan kelompok paling rentan karena daya tahan tubuh yang lebih lemah.
Gejala umum berupa diare akut, dehidrasi, demam, hingga komplikasi fatal bila tidak tertangani. Bencana alam seperti banjir memperparah penyebaran karena sanitasi rusak dan limbah bercampur dengan air bersih. Pencegahan memerlukan intervensi multisektoral: pembangunan infrastruktur air, edukasi masyarakat, hingga penerapan teknologi modern seperti sterilisasi UV.
b. Penyakit yang Ditularkan Melalui Vektor (Water-related Diseases)
Krisis air mendorong masyarakat menyimpan air di wadah terbuka, yang menjadi tempat berkembang biak nyamuk Aedes aegypti dan Anopheles. Hal ini meningkatkan risiko DBD, chikungunya, malaria, filariasis, serta penyakit akibat siput air seperti schistosomiasis.
Selain nyamuk, lalat dan kecoa juga berkembang di lingkungan tidak bersih, menyebarkan patogen melalui makanan. Strategi pencegahan mencakup penutupan wadah air, pengelolaan limbah, dan edukasi kesehatan berbasis masyarakat.
c. Penyakit Akibat Kurangnya Kebersihan (Water-washed Diseases)
Keterbatasan air bersih menurunkan praktik higienis seperti mandi, mencuci tangan, dan kebersihan lingkungan. Akibatnya, muncul penyakit kulit (kudis, infeksi jamur), infeksi mata (trakhoma), serta meningkatnya risiko ISPA akibat kurangnya cuci tangan.
Penelitian menunjukkan bahwa penyediaan air di rumah tangga menurunkan kasus infeksi kulit dan pernapasan. Edukasi cuci tangan dengan sabun menjadi intervensi efektif, namun sulit dilakukan jika pasokan air minim.
d. Penyakit Akibat Kekurangan Air Bersih (Water-scarce Diseases)
Kelangkaan air membuat masyarakat terpaksa menggunakan sumber air tercemar, meningkatkan risiko diare, tifoid, dan parasitosis. Selain itu, kebersihan pribadi terganggu, khususnya praktik cuci tangan, sehingga memperburuk penyebaran penyakit.
Contoh penyakit terkait: trakhoma, kudis, infeksi kulit, dan peningkatan risiko penyakit vektor akibat penyimpanan air terbuka. Studi menunjukkan bahwa intervensi WASH (Water, Sanitation, Hygiene) mampu menurunkan beban penyakit.
e. Penyakit Akibat Bahan Kimia dalam Air (Water-based Diseases)
Selain mikroorganisme, air dapat terkontaminasi bahan kimia berbahaya dari limbah industri dan pertanian: nitrat, logam berat (timbal, arsenik, merkuri), pestisida, senyawa organik volatil, hingga produk sampingan desinfeksi. Paparan jangka panjang menyebabkan kanker, gangguan saraf, penyakit ginjal, hingga gangguan hormonal.
Cyanobacteria di perairan stagnan juga menghasilkan toksin yang memengaruhi fungsi hati, ginjal, dan saraf. Pemantauan kualitas air dan regulasi limbah menjadi langkah kunci dalam pencegahan.
 2. Dampak Kesehatan Tidak Langsung
a. Malnutrisi dan Stunting
Infeksi usus berulang akibat konsumsi air tercemar mengganggu penyerapan gizi, menyebabkan malnutrisi kronis dan stunting pada anak-anak. Air tercemar yang digunakan untuk memasak juga memperparah masalah gizi.
Studi di Indonesia menunjukkan perbaikan sanitasi dan akses air bersih menurunkan prevalensi stunting. Intervensi yang efektif harus mencakup penyediaan air, perbaikan sanitasi, serta edukasi perilaku hidup bersih dan sehat.
b. Komplikasi Kehamilan dan Kesehatan Ibu
Ibu hamil yang tinggal di lingkungan dengan sanitasi buruk rentan terhadap infeksi berulang, malnutrisi, anemia, dan kekurangan energi kronis. Kondisi ini meningkatkan risiko kelahiran prematur, gangguan pertumbuhan janin, dan komplikasi neonatal.
Infeksi yang berulang juga memperburuk status gizi ibu. Oleh karena itu, intervensi sanitasi dan peningkatan akses air bersih sangat penting dalam mencegah komplikasi jangka panjang bagi ibu dan anak.
c. Masalah Kesehatan Kulit dan Mata
Air tercemar dapat menyebabkan iritasi kulit, infeksi jamur, dan memperburuk penyakit kulit pada anak. Pada mata, sanitasi buruk meningkatkan prevalensi trakhoma yang dapat menyebabkan kebutaan. Faktor risiko utama adalah jarak sumber air, jumlah air yang terbatas, serta rendahnya praktik cuci wajah.
d. Dampak Psikologis
Krisis air bersih menimbulkan stres, kecemasan, dan konflik sosial. Masyarakat harus menghabiskan waktu, tenaga, dan biaya ekstra untuk mendapatkan air. Kondisi ini memicu ketidakpastian dan memperburuk kesehatan mental.
Penelitian menunjukkan adanya hubungan antara krisis lingkungan, perubahan iklim, dan meningkatnya gangguan psikologis, khususnya pada kelompok usia muda.
e. Peningkatan Angka Kematian Anak
Diare akibat air tercemar menjadi penyebab utama kematian anak di bawah lima tahun, terutama di negara berpendapatan rendah. Faktor sosioekonomi dan ketidakmerataan akses air memperburuk situasi.
Intervensi WASH terbukti menurunkan angka diare dan kematian anak. Perbaikan infrastruktur sanitasi, pendidikan kesehatan, dan pemerataan akses layanan kesehatan merupakan langkah penting.
Â
Kesimpulan Utama
Krisis air bersih berimplikasi luas terhadap kesehatan manusia, mencakup:
- Penyakit menular: diare, kolera, tifoid, hepatitis, DBD, malaria, schistosomiasis, ISPA.
- Penyakit kronis akibat kontaminan: kanker, kerusakan ginjal, gangguan saraf.
- Masalah gizi: malnutrisi, stunting pada anak, komplikasi kehamilan.
- Masalah psikologis: stres, kecemasan, konflik sosial.
- Meningkatnya mortalitas: terutama pada anak balita.
Upaya penanggulangan harus dilakukan secara holistik melalui:
- pembangunan infrastruktur air bersih,
- penguatan kebijakan dan regulasi,
- pemantauan kualitas air,
- intervensi berbasis masyarakat,
- edukasi perilaku hidup bersih dan sehat.
Dengan pendekatan komprehensif, beban penyakit dapat dikurangi dan kualitas kesehatan masyarakat dapat ditingkatkan.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI