Mohon tunggu...
Rahmi Yanti
Rahmi Yanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Pengalaman adalah cerita-cerita di masa depan.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Mengurut Dada

17 April 2024   17:56 Diperbarui: 17 April 2024   18:02 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.capcut.com/id-id/discover/keyword/lirik-lagu-ai-holan-ho-do-pariban/139923678723

Tuan, siapa sebenarnya yang mengurut dada diantara kita? Apa kau, karena membaca tulisanku tentang Ifan, teman baikku itu? Atau kau kira aku, karena telah mengetahui sedikit dari masa lalumu? Atau, sebetulnya diantara kita tak ada yang mengurut dada? 

Tuan, sejak hari dimana aku menulis tentang ikhtilat, dalam sebuah ringkasanku di sosial media. Sepertinya, jarak batin diantara kita mulai terlihat.

 Kau, masih sering berkunjung dalam lingkar magentaku.  Namun, aku tidak lagi. Bukan aku sombong tuan. Kadang kala, jika aku berkunjung ke sana. Malah menyakiti dadaku. Lebih baik aku menjauh kan? 

Tuan, mungkin barang kali benar. Kalau jarak batin itu sudah mulai jauh sekali. Saat kau tahu, aku tak pernah lagi mecarimu. Kau tak lagi membawa hati bersamamu di lingkar magenta itu.*

Kini sudah sunyi tentang rasaku padamu. Bukan karena, aku tak menyebutmu lagi dalam doaku. Hanya saja, kini Aku tengah berusaha untuk mengiklaskanmu. Melepaskanmu meski, kita belum pernah bersatu.


Barang kali, aku telah ditegur oleh Tuhan. Sebab, tiada hariku tanpa memikirkanmu. Hingga, lupa kau bukan siapa-siapa dihidupku. 

Setiap kejadian yang kualami tuan. Kutulisakan agar kau paham. Namun, Allah telah memberikan aku pesan. Ternyata aku tersadar. Nukan karena kau, tapi karena Allah. Aku sanggup menulis cerita ini. Bahkan di tengah luka yang kualami. 

Jangan tanya aku tentang luka itu.  Ini bukan salahmu. Ini salahku, karena telah larut dalam sinyal yang tak pasti adanya. Benar kata orang-orang, 

"Jika perempuan tidak disibukkan dengan ilmu. Maka, ia akan disibukkan dengan perasaan-perasaannya."

Barangkali, itu sudah terjadi padaku tuan. Aku telah disibukkan dengan perasaan-perasaan mencintaimu. Padahal, kau bukanlah milikku kan. Sibuk melangitkan doa-doaku untukmu. Hingga lupa, bahwa ada hariku yang lebih indah selain memikirkanmu.*

Tuan, sore itu. Aku tengah sendiri di perpustakaan. Tak ada orang satu pun, kecuali pegawai perpustakaan itu. Barangkali, karena memang masih dalam suasana lebaran. 

Di luar, guyuran hujan membasahi bumi kampusku. Kampusku sepi, bagai kota mati. Perasaan indah kurasakan, saat aku menikmati sepi, ditempat yang spesial itu. 

Lalu, saat selesai membaca buku. Aku membuka ponselku. Kulihat kau tengah menikmati hari rayamu. Aku tersenyum, lalu mendoakanmu pada Allah. Semoga kamu baik-baik saja. Semoga kamu, sedang bahagia. Semoga kamu, bertemu orang yang pantas dalam hidupmu. Aku ikhlas tuan, jika pun orang itu adalah Amel.*

Tuan, aku sudah tahu tentang Amel. Uci, teman hijrahku dia telah menceritakan siapa Amel.  Dan apa hubunganya denganmu di masa lalu. 

Perasaan gundah gulana yang kualami. Saat dia (Amel) menyindirku dalam sebuah postingan sosial medianya. Itu telah membuatku mundur dalam pertarungan memilikimu. Sebab, mungkin Allah tengah menjagaku.

"Jadi Ra, Amel itu mantan Naza" kata Uci. 

"Ha?" Mataku melotot, Mulutku ternganga. Betapa terkejutnya aku tuan, ternyata kamu pernah pacaran. 

"Iya, dan Amel udah sempat kenal sama keluarganya. Cuma, kayaknya Naza minta putus, karena dia pengen hijrah. Dan si Naza mau cari istri yang saliha" kata Uci. 

Aku senang mendengarnya tuan. Betapa mulia niatmu, hingga kau pun memutuskan hubungan harammu, demi dekat dengan penciptamu. Aku amat senang mendengarnya.  

"Jadi, kamu masih mau sama Naza?" Tanya Uci. 

Aku tersenyum,  lalu tertawa. 

"Kenapa tertawa" Suci juga tersenyum. 

"Aku sih mau, cuma gak tahu dianya. Hehehe.. lagian kan, niat Naza itu mulia banget. Aku sih gak kecewa yah. Karena tahu masa lalunya. Aku malah bangga, karena dia mau memutuskan hubungan haramnya." ucapku.

"Tapi, bukannya Kamu bilang yang terjaga adalah untuk yang menjaga? Naza pernah pacaran. Sedang kau tidak" tanya Uci. 

"Benar, namun bukankah Naza sudah menjaga dirinya dengan memutuskan hubungan haramnya? Aku juga bukan manusia sempurna.  Aku juga pernah berbuat dosa. Barangkali, itu bisa menyeimbangkan kan" ujarku. 

"Lalu, apa yang membuatmu resah?" Tanya Uci. Mungkin Uci, merasakan keresahan di mataku. 

"Aku resah, tulisan-tulisaku jadi fitnah" kataku. 

"Mengapa?"

"Barangkali, Naza membacanya. Lalu, dia kira itu dia. Ya, meski pun betul itu dia. Tapi kan tak sepantasnya aku menulis tentangnya. Secara tak sengaja, aku telah mengirim sinyal padanya. Bahwa aku mencintainya" Ucapku. 

"Apa kau sengaja agar Naza membacanya?"

"Tidak, kau kan tahu aku memang menuliskan setiap hal yang ada dalam hidupku"

"Apa kau secara sengaja, mengirim tulisan itu padanya?"

"Tidak juga. Yang benar saja,  aku mana berani melakukan itu " kataku. 

"Berarti seharusnya tidak ada peluamg buat dia membacanya. Jika dia membacanya, itu memang atas kehendak Allah. Sebab, kamu memang penulis. Tanpa, dia pun kamu sudah menulis kan? Kalau pun dia merasa itu sinyal untuknya. Maka, itu adalah kehendak Allah." 

Aku mengagukkan kepala. *

Suara desir hujan yang amat deras mejadi melodi dalam kesendirianku di ruang yang penuh dengan tumpukan buku ini. Tiba-tiba Alisya mengirim pesan padaku.

"Aku sudah kenal dengan Amel, Dia cantik, penampilannya apik seperti muslimah pada umumnya. Jilbab menutupi dada, dan pakai kaos kaki. Hanya saja, matanya agak songong"ucapnya.

"Wkwkkw...jangan soudzon" kataku, mengirim emoj tertawa. 

"Alhamdulillah kalau begitu. Aku senang mendengarnya " sambungku. 

"Dia masih sering labrak kamu?" Tanya Alisya. 

"Tidak lagi. Sepertinya Amel itu orang baik. Aku saja yang berprasangka terhadap chatingannya yang berkesan melabrak" kataku berpikir positif.  

"Kata temanku, dia di luar kayak cewek biasa. Ya, berjilbab pun dililit. Gak pke kaos kaki juga.  Cuman, waktu aku jumpa sama si Amel, dia lagi mau ke rumah Naza" kata Alisya. 

Wajahku seketika mengerut. Roda dalam otakku, tengah berputar-putar. Mencoba memahami situasi. 

"Dia ngapain ke rumah Naza?"

"Gak tahu, barang kali Caper" jawab Alisya. 

"Jangan negatif dulu, barang kali betul Naza dan Amel sudah dijodohkan. Apalagi,  mereka pernah pacaran. Mungkin dia ke rumah Naza untuk membicarakan pernikahan" ucapku. 

"Ha? Naza pacaran?" Alisya kaget. 

"Iya Sya, aku tahu dari Uci. Uci itu kan sahabat teman dekat Naza" ucapku. 

"Wah, terus gimana dong Ra?" 

"Ya, gimana. Mungkin dia jodoh Amel kali" kataku mengurut dada. *

Benar tuan,  aku lah yang telah mengurut dada. Sebab,  berusaha tegar melepaskan apa yang bukan milikku. Perasaanku halal karena mencintaimu dalam doaku. Namun, kini harus kubuang perasaan itu dalam-dalam. Sebab, kau sudah milik orang lain. Meski itu hanya pradugaku. *

Sekarang, aku tengah di ruang pengembalian buku. Kukembalikan buku, yang kubaca selama ramadanku memantaskan diri. 

Ada satu buku yang sudah membuat aku jatuh cinta. Judulnya "Fikih Akhlak" setiap malam tuan, setiap selasai kubaca buku itu. Kubuat ringkasan di sosial media. Agar banyak orang membacanya. Sebab buku itu, amat berguna dunia akhirat. 

Kini aku harus ikhlas melepaskan buku ini, karena buku itu memang bukan milikku. Sama seperti kamu tuan. Aku harus ikhlas melepaskan perasaan ini sejauh-jauhnya. Sebab, mungkin Amel jauh lebih baik untukmu dari diriku. 

Aku masih terngiang-ngiang. Saat kata amin kita menjadi satu kala itu. Dimana, kau bilang tuan, kau berharap Allah mempertemukan kita. Lalu aku bilang kepada Tuhan "Nanti saja Ya Allah, kalau aku sudah pantas. Jangan pertemukan kami sampai kami benar-benar siap" 

Barangkali tuan, kita memang tak pernah siap. Karena kau akan bersanding ddngan orang lain. 

Lalu, aku juga terngiang-ngiang dengan sinyal yang ku terima dari Allah. Surah Al'ala ayat 1-7 hingga kini, Allah beri aku sinyal lagi.  Uci, menyuruhku membuka surah Albaqarah ayat 152. Sebab, biar Allah yang menjadi temanku dikala duka. *

"Doain Zahra ya Ci, biar Allah menjaga Zahra, dari perasaan-perasaan mencintai manusia dan mengharapkan manusia"

"Pasti lah Ra."

"Semoga kita istiqomah yah Ra, di jalan Allah" kata Uci. 

"Amin" jawabku.

"Aku jadi teringat surah Al-ahqof ast 13-14. Mengingatkanku aka balasan orang-orang yang istiqomah " 

"Apa itu Ci?" 

"Syurga, Ra" kata Uci. 

Maha baik Allah,  yang telah mempertemukan aku dengan teman seperti Uci. Teman yang teduh dan selau mengingatkanku kepada kebaikan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun