Sistem karier guru di Indonesia masih belum berbasis kinerja yang otentik. Kenaikan pangkat masih sangat tergantung pada angka kredit dan laporan administratif yang kaku. Tak sedikit guru yang lebih sibuk menyiapkan dokumen pendukung daripada meningkatkan mutu pembelajaran.
Meski saat ini pemerintah mulai menyederhanakan sistem pelaporan, termasuk dalam pengisian SKP dan PKG, namun sistem ini tetap belum menyentuh akar permasalahan: tidak adanya sistem penilaian yang mampu mengukur kualitas pembelajaran secara nyata. Evaluasi berbasis e-portofolio, misalnya, bisa menjadi salah satu solusi. Namun, implementasinya masih dilakukan secara tidak teratur, hanya di beberapa tempat tertentu, dan belum merata di seluruh wilayah.
Ironisnya, guru-guru yang kreatif dan berdedikasi sering kali tidak mendapatkan penghargaan atau kesempatan naik pangkat yang sepadan. Justru mereka yang hanya "bermain aman" dan patuh secara administratif bisa lebih cepat melaju dalam jenjang karier. Situasi ini jelas mencederai semangat profesionalisme dan menafikan prinsip prestasi sebagai dasar pengembangan karier guru.
Butuh Keberanian Politik dan Reformasi Serius
Pertanyaannya: sampai kapan kita bertahan dengan sistem yang tidak menyentuh esensi mutu pendidikan?
Sudah saatnya pemerintah, baik pusat maupun daerah, berani melakukan pembenahan secara menyeluruh. Pertama, rekrutmen guru harus berbasis pemetaan kebutuhan aktual satuan pendidikan. Data Dapodik harus digunakan secara strategis dalam menentukan formasi, bukan sekadar angka formalitas.
Kedua, distribusi guru perlu ditangani dengan pendekatan desentralistik, di mana pemerintah daerah diberi kewenangan lebih besar untuk menempatkan guru sesuai konteks wilayahnya. Tentunya harus dibarengi dengan insentif yang layak, baik finansial maupun non-finansial, agar guru tidak merasa dikorbankan ketika ditugaskan di wilayah terpencil.
Ketiga, pengembangan profesional harus didesain dengan pendekatan kebutuhan guru (teacher's needs-based), bukan hanya agenda birokrasi. Pelatihan berbasis komunitas, praktik reflektif seperti lesson study, dan pembelajaran daring mandiri harus diperluas akses dan kualitasnya.
Keempat, sistem karier guru harus direformasi ke arah yang lebih substantif. Inovasi, hasil belajar siswa, dan kontribusi pada komunitas pendidikan harus dijadikan indikator utama dalam penilaian kinerja dan jenjang karier. Hanya dengan cara itu, profesi guru akan benar-benar dihargai.
Menjaga Masa Depan Bangsa Lewat Penguatan Guru
Guru adalah penjaga masa depan bangsa. Mereka layak mendapatkan sistem yang adil, adaptif, dan memanusiakan. Jika kita masih ingin melihat Indonesia melangkah menuju visi Indonesia Emas 2045 dengan kokoh, maka memperkuat profesionalisme guru adalah keniscayaan, bukan sekadar wacana.