Mohon tunggu...
Rahman Wahid
Rahman Wahid Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Menggapai cita dan melampauinya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pacarku adalah Anak Mantan Pacar Bapakku

4 April 2021   18:36 Diperbarui: 4 April 2021   21:35 668
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto: Pixabay/Agatamucha

"Sudahlah Rusman, engkau memang selalu saja begitu!"

"Ah Zainab" Pekiknya "Kamu sih yang selalu cari perkara"

Zainab mulai mengepalkan tangannya.

"Apa maksudmu hah"

"Lah kenapa kamu malah tanya aku, kamu memang penyebab semua ini kan!" Jawab Rusman tak mau kalah.

Ketegangan tersebut berakhir tanpa kesimpulan yang jelas, Zainab pergi dengan tas merah yang sengaja ia tutupkan pada wajahnya.

Rusman tidak sama sekali beranjak dari posisinya, ia tak mengejar atau sekedar berucap "tunggu". Ia diam, dan hanya itu yang Rusman lakukan. Zainab makin jauh pergi meninggalkannya, menengok ke belakang seperti layaknya film-film drama pun tidak.

Tepat setelah sosok Zainab hilang di ujung tembok sana, Rusman tertunduk lesu. Ia merasakan seolah-olah kekuatan yang menopang dirinya berdiri lenyap. Rusman kini hanya menampakkan tatapan kosong yang tak jelas mencerminkan ekspresi apa.

Beberapa minggu sebelum peristiwa tersebut terjadi, Rusman dan Zainab masih menjalin komunikasi yang sehat. Setidak-tidaknya hal itu masih terjaga sampai bapaknya berpapasan dengan Zainab di pasar minggu.

"Lho dek Zainab toh!" Sapa Pa Karman.

Mendengar suara yang tak lagi asing, Zainab segera menghampiri Pa Karman.

"Eh bapak, kirain siapa" Balas Zainab penuh senyum.

"Jadi kapan nih mau main ke rumah sekeluarga"

Muka Zainab langsung tersipu malu mendengar pertanyaan dari Pa Karman.

"Insyallah nanti Pa kalau sempat, tapi kebetulan saya kesini bareng ibu saya juga ko Pa!".

"Wah iya dek Zainab, boleh bapa ingin bertemu, kan kebetulan juga belum pernah" Jawab Pa Karman penuh semangat.

Tak lama setelah itu Zainab pergi meninggalkan Pa Karman di pinggir trotoar pasar itu, ia masuk secepat kilat, melewati orang-orang yang sedang berkerumun di dalam blok-blok pasar. Kurang lebih satu menit kemudian Zainab muncul dari keramaian dengan menuntun seorang wanita paruhbaya, kulitnya sawo matang, tubuhnya tidak terlalu tinggi namun berisi, ia mengenakan kerudung hijau yang tampak harmonis dengan baju yang dikenakannya itu. Sehingga tak menampakan usianya yang sudah cukup berumur.

Sambil melambaikan tangan Zainab memanggil "Pa!"

Pa Karman menoleh mencari asal suara yang memanggilnya, sampai pada sebuah sudut di dekat tukang lap panci terlihat dua sosok wanita yang tak lain adalah Zainab, dan satu orang wanita paruhbaya yang dalam ingatan pa Karman mulai samar-samar terlihat tidak asing. Sampai Zainab makin mendekat, pada jarak sekitar 10 meter makin nampak jelas pula siapa wanita yang tengah dituntun oleh Zainab.

Air muka Pa Karman yang semula tampak sumringah, seketika mulai redup dan badannya pun mulai terasa kaku.

"Nah ini Ibu Zainab Pa" Seru Zainab.

Namun jawaban tak segera muncul dari mulut Pa Karman begitupula dari Ibu Zainab. Keduanya malah bertatapan barang sedetik, lantas tak lagi berani saling menatap, keduanya tertunduk.

"Pa, ini Ibu Zainab Pa" Zainab kembali coba memanggil.

"Oh iya iya, bu perkenalkan saya Karman bapaknya Rusman" Ujar Pa Karman dengan senyum tipis.

"Oh iya, Pa saya Sukmawati"

Perkenalan tersebut terasa asing bagi Zainab, pasalnya tak biasanya Pa Karman bersikap sedingin ini kepada orang-orang meskipun yang baru dikenalnya, begitupula dengan ibu.

Suasana penuh kecanggungan ini kemudian dipecah oleh suara penjual kresek yang lewat diantara mereka.

"Kresek Bu, Pa, murah lima ratusan bade?"

"Oh iya dek Zainab, kalau begitu Bapa pulang dulu"

"Lho Pa bukannya tadi mau nyari pakan burung" Tanya Zainab heran.

"Kayaknya nanti saja dek, baru ingat masih ada sisa di dapur, Bapa pamit duluan ya dek Zainab, mari dek, mari bu Sukma"

Dengan masih keheranan Zainab menjawab "Oh oh iya silakan Pa, hati-hati dijalannya Pa"

Setelah Pa karman lenyap di telan keramaian, Anak Ibu itu duduk sejenak di kursi belakang penjual batagor.

"Kayanya Pa Karman lagi buru-buru bu" Celetuk Zainab.

"Iya Nab mungkin"

"Tapi kenapa ya Pa Karman manggil ibu Bu Sukma, kaya bapa saja bu"

"Ya kebetulan saja mungkin Nab"

Dari sinilah perjalanan hubungan Karman dan Zainab mulai mengalami berbagai macam ujian, lalu.................................

"Wah lanjutan ceritanya ini sih pasti soal bucin lah" Enjang menggerutu.

Boni Dongkrak yang sedang berada di sebelah Enjang agak heran mendengar gerutuan temannya itu.

"Baca apaan sih lu?"

"Novel ini" Balas Enjang sambil menunjukan cover buku yang dibacanya.

"Wah, ini ya novel yang lagi best seller itu, rame ya, btw beli di mana Jang?"

"Pinjem Bon, iya sih best seller, tapi menurutku belum tentu jadi best-best yang lain"

"Loh, ya biasalah kalo udah best seller, apalagi sampe diangkat jadi sinetron sama film ya udah pasti the best di mana-mana lah" Balas Boni Dongkrak.

"Nah ini nih yang jadi kebiasaan, zaman sekarang seolah udah nggak ada bedanya mana konsep laris sama mana berkualitas"

"Ealah, ya sama sih, kalo bagus pasti laris, ya gitu juga sebaliknya, liat aja novel Durhaka Kepada Mantan Tewas Terlindas Kapal Selam, itu juga kan udah laris terus berkualitas" Boni kembali membalas.

"Siapa yang bilang berkualitas?"

"Ya masyarakat yang baca sama nonton lah" Jawab Boni sambil terkekeh.

"Iya sih masyarakat pada suka, tapi kalo kita liat pendapat para pakar, ahli sastra, yang gitu-gitu ya kurang lah, masih banyak yang lebih bagus dan berkualitas". Seru Enjang.

"Lah pakar mah banyakan teori doang, suara publik itu udah paling objektif Jang"

"Nah ini nih, sekarang kita hidup di zaman yang isinya seperti semua orang ahli di semua bidang, konsep kepakaran sudah seperti tidak ada nilainya, pendapat ilmiah ahli sudah keburu hilang pengaruhnya di masyarakat sekarang, jangankan ilmuwan, ahli agama sekalipun fatwanya kalah suaranya sama netizen yang maha benar, kacau dunia kalau begini".

Boni Dongkrak mulai sedikit memahami apa yang disampaikan Enjang

"Hmmmmm, iya sih, eh tapi kan bagus kita berdua ini bisa jadi ahli di semua bidang kan, ya udah besok buka praktek dokter anak aja yuk, tenang aja followers IG sama Youtube gua udah jutaan, pasti dipercaya, hahahaha"

"Eehh si borokokok!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun