Mohon tunggu...
Rahmah Afifah
Rahmah Afifah Mohon Tunggu... Lainnya - Pegiat Literasi - Berbagi Referensi

Catatan Disela Perkuliahan ini sesungguhnya merupakan bagian dari project pribadi. Lahir dari keluh kesah sebagai mahasiswa yang merasa sia-sia, Jika hasil begadangnya hanya tergeletak begitu saja. (2021-2025)

Selanjutnya

Tutup

Politik

POLEMIK: Halalkan Presiden 3 Periode hingga Amandemen Konstitusi, Demi Kesejahteraan Rakyat atau Elite Politik?

4 Juni 2023   22:39 Diperbarui: 4 Juni 2023   22:48 315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrasi Indonesia yang tengah diserbu wacana presiden 3 periode hingga amandemen konstitusi (Image by natanaelginting on freepik)

Namun hal itu hanya berlaku untuk Undang-Undang bukan untuk Konstitusi yang golnya berdasarkan MPR (Pasal 37). 

Untuk melakukan sebuah amandemen setidaknya perlu ada 2 hal sebagai pemenuhan syarat:

  • Dipahami dari segi proses, yang melingkupi, (1) apakah memang ada momentum konstitusionalnya? (2) bagaimana segi partisipatifnya?
  • Dipahami dari segi materi muatan, apakah sudah sesuai dengan kebutuhan rakyat?

Wacana Amandemen Konstitusi

Pertama, Berdasarkan historia konstitusi di Indonesia, amandemen lahir dari sebuah momentum konstitusional bukan dari kepentingan elite politik atau sebuah ruang kosong penuh angan-angan.

Bahkan menurut Bivitri seorang ahli hukum tata negara, menegaskan bahwa bukan hanya di Indonesia saja, tapi memang amandemen di negara lain pun selalu dilatarbelakangi peristiwa politik yang krusial atau termasuk kategori urgent seperti:

  • Pengubahan konstitusi di Afrika Selatan pasca Apartheid pada tahun 1997,
  • Pengubahan konstitusi setelah Holocaust yakni peristiwa penyiksaan dan pembantaian orang Yahudi oleh rezim Nazi,

Tapi literatur tata negara pun mencatat bahwa ada kecenderungan munculnya keinginan elite politik mengamandemen konstitusi untuk melegalkan hal-hal yang ingin dilakukannya? 

Secara prinsip ada pelanggaran nilai konstitusi, tetapi para elite mengubah konstitusi itu agar praktik yang tak konstitusional tersebut tak menjadi pelanggaran. Dan hal seperti ini biasanya diakhiri dengan hasil yang 'miris' seperti:

  • Pada 2020, di Guinea, amandemen konstitusi agar Presiden Alpha Conde bisa menjabat selama tiga periode,yang mana 1 periode di negara tersebut adalah 5 tahun, lalu terjadi kudeta saat Alpha akan meneruskan periode ke-3 nya
  • Di Myanmar, akibat amandemen yang mementingkan keinginan pribadi berefek pada perizinan bagi militer untuk bisa lakukan kekerasan, penangkapan sepihak hingga langgar privasi .

Untuk segi partisipasinya pun harus dilihat, dari pertemuan-pertemuan terbuka (bisa diamati oleh publik juga media massa, bukan hanya pada hal-hal yang bersifat tertutup atau hanya kalangan tertentu).

Jadi keikutsertaan ini sesuai dengan ketentuan yang diatur ketetapannya. Jangan sampai kita mengalami kembali 'keclongan' seperti perubahan peraturan yang sempat menggemparkan rakyat secara tiba tiba yakni UU Cipta Kerja pada tahun 2020 lalu.

Kedua, yakni muatan isi. Hal ini tentu dapat dibuktikan kekuatannya dengan melakukan uji isu amandemen melalui beberapa poin berikut

  • Uji Signifikansi Isu. Apakah ada dampak hukum konkrit yang positif dari usulan amandemen ini ataukah malah sebaliknya?
  • Uji Bentuk. Apakah saat ini memang ada suatu celah dalam sistem ketatanegaraan kita yang memang hanya bisa diatasi dengan amandemen?
  • Uji Popularitas Isu. Apakah memang ada pembicaraan yang masif (bukan didapat dari sosialisasi MPR) mengenai topik yang ingin diamandemen?

Wacana Presiden 3 Periode

Selanjutnya, melalui rumusan untuk mempertimbangkan problematika hukum tata negara ini wacana menghalalkan presiden tiga periode dapat dibantah secara terbuka.

  • Uji Signifikansi Isu. Implikasi hukum yang buruk karena; (1) masa jabatan presiden yang terlalu lama berpotensi memunculkan penyalahgunaan kekuasaan. (2) memperlambat perubahan generasi kepemimpinan. (3) bangsa Indonesia pernah merasakan traumatik saat UUD 1945 asli. Di Pasal 7 tidak diatur secara jelas mengenai masa jabatan presiden.
  • Uji Bentuk. Memang hanya bisa dilakukan melalui amandemen UU, sebab penambahan masa jabatan bagi presiden tidak sesuai dengan apa yang tercantum pada Pasal 7 UUD 1945 mengenai adanya pembatasan pribadi jabatan Presiden hanya boleh mendaftar dan atau terpilih untuk 2 (dua) kali masa jabatan.
  • Uji Popularitas Isu. Masyarakat lebih terfokus kepada isu-isu konkret seperti kemerosotan ekonomi setelah terjadinya pandemi, tindakan kekerasan yang dilakukan aparat pada masyarakat, korupsi para pejabat pemerintahan yang semakin menggila dari waktu ke waktu. Tapi jika ditelusuri awal isu dimunculkan oleh elite politik, ada kemungkinan mereka termasuk berasal dari kubu koalisi yang memiliki kepentingan lain atau kelompoknya.

Simpulan

Berdasarkan upaya uji kelayakaan yang telah dipaparkan sebelumnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun