Menuju Indonesia yang Lebih Fleksibel Gender
Fenomena ini mestinya dibaca bukan sebagai krisis laki-laki, tetapi transformasi masyarakat. Di tengah ekonomi yang sulit, keluarga menengah Indonesia akan makin bergantung pada kemampuan bernegosiasi peran dan fungsi sosial.
Pemerintah dan dunia kerja pun perlu lebih adaptif--misalnya dengan memperluas cuti ayah, kebijakan kerja fleksibel, dan penghargaan terhadap kerja domestik.
Sebagaimana kata sosiolog Anthony Giddens, masyarakat modern adalah masyarakat refleksif--yang terus menegosiasikan ulang makna identitas dan relasi kekuasaan dalam keluarga.
Maka, ketika pria mulai berani menanggalkan jas dan menggenggam spatula, barangkali kita sedang menyaksikan revolusi kecil: bukan hanya dalam dapur, tetapi dalam kesadaran sosial kita sendiri.
Bukan Mundur, Tapi Menyusun Ulang
Menjadi bapak rumah tangga bukanlah tanda menyerah terhadap tekanan ekonomi, tetapi cara baru untuk bertahan dan menata ulang prioritas hidup.
Dunia kerja yang tak manusiawi dan krisis ekonomi global telah memaksa banyak keluarga untuk beradaptasi.
Mungkin inilah saatnya kita berhenti menilai peran dari jenis kelamin, dan mulai melihatnya sebagai bagian dari perjuangan bersama menghadapi dunia yang semakin tak pasti.
Karena di balik pria yang memasak di dapur, ada kisah tentang keberanian--untuk melawan definisi lama tentang siapa yang seharusnya bekerja, dan siapa yang seharusnya merawat anak-anak.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI