Jalan Baru Kaum Marhaen: Dari program teknokratik ke politik agraria yang demokratis
Peringatan Hari Tani seharusnya menjadi momen pergeseran dari sekadar program teknis (substitusi pupuk, input) menuju politik agraria yang nyata, yaitu:
Redistribusi lahan yang dijalankan dengan mekanisme partisipatif; perlindungan harga minimum yang efektif; jaring pengaman sosial bagi musim panen buruk; pengakuan dan perlindungan terhadap hak ulayat dan praktik agroekologi; serta reformasi kelembagaan yang mengurangi peran oligopoli dalam rantai nilai.
Tanpa agenda kebijakan yang berani dan berpihak pada petani kecil, peringatan akan terus menjadi simbol formal belaka.
Argumen ini selaras dengan kritik akademik yang memandang modernisasi pertanian yang terlalu cepat sebagai resep berisiko--yang menghapus kemampuan adaptif lokal dan melemahkan institusi sosial desa.
Rekomendasi konstruktif dan prioritas kebijakan
1. Agenda redistributif nyata: percepatan sertifikasi tanah berbasis kebutuhan dan integrasi UUPA dengan program redistribusi; skema kontrak yang melindungi petani.
2. Regenerasi petani: pendidikan agribisnis, akses kredit tanpa bunga predator, serta program insentif untuk anak muda kembali ke desa.
3. Pasar yang adil:Â harga dasar yang realistis untuk komoditas pokok dan pembatasan praktek monopoli/kolusi dalam rantai distribusi.
4. Investasi publik desa:Â irigasi, fasilitas penyimpanan, dan layanan penyuluhan yang otonom dan bebas konflik kepentingan.
5. Penguatan agroekologi dan pengelolaan lanskap:Â subsidi diarahkan pada praktik yang meningkatkan ketahanan iklim dan lahan.
Penutup
Hari Tani Nasional dapat menjadi momen politik dan etis untuk menilai seberapa jauh republik ini memenuhi janji agraria yang tertuang sejak 1960.
Tanpa keberanian politik untuk merekonstruksi ulang tatanan agrarian--di mana tanah, pengetahuan, dan pasar ditempatkan kembali pada tujuan kesejahteraan--peringatan itu akan menjadi pengingat pahit atas kegagalan berulang.
Sebagaimana dikatakan Scott, "ketahanan petani terletak pada kemampuan mereka menghindari risiko kelaparan, bukan mengejar keuntungan maksimal."Â
Maka, tugas negara adalah memastikan bahwa tanah, pangan, dan masa depan pertanian tetap menjadi milik rakyat, bukan sekadar catatan dalam kalender nasional. Semoga.