Ada kolaborasi rabab Minang dengan beatbox, talempong dipadukan dengan DJ elektronik, hingga gamolan Lampung yang dimainkan dengan format orkestra modern.
"Kami ingin membuktikan bahwa musik tradisi bisa dikemas dengan pendekatan baru tanpa kehilangan jiwanya," ujar Dwi Sembiring, salah satu kurator musik festival ini. "Groove di sini bukan cuma ritme, tapi juga perasaan bahwa budaya kita hidup dan berguncang bersama zaman."
Tak hanya pertunjukan musik, RECAKA FMTI 2025 juga menyuguhkan diskusi budaya, lokakarya alat musik tradisi, pameran UMKM kreatif, hingga sesi pertukaran budaya internasional.
Delegasi dari Australia, Thailand, dan Singapura tampil dan berdialog, menyumbang warna kosmopolit namun tetap membumi.
"Kami sangat terkesan dengan festival ini. Indonesia sangat kaya budaya dan kami merasa terhormat bisa belajar langsung dari para maestro tradisi," ujar Sophia Haines, seniman dari Australia yang tampil membawakan karya musik hasil residensi di Sumatera Barat.
Politik Budaya: Dari Sambutan hingga Pesan Kebangsaan
Di balik panggung, hadir pula pesan kebudayaan yang kuat dari Menteri Kebudayaan Fadli Zon, dalam sambutannya secara daring, menyampaikan:
"RECAKA bukan hanya panggung pertunjukan seni, melainkan ruang dialog antar-generasi dan laboratorium kreativitas. Budaya harus jadi motor ekonomi kreatif dan pengikat persaudaraan antar daerah. Inilah wujud Indonesia yang berkepribadian dalam kebudayaan."
Menteri Fadli Zon juga mengajak generasi muda untuk tidak hanya menjadi pewaris, tapi juga pengembang budaya.
"Saya mengajak seluruh masyarakat Indonesia, khususnya generasi muda agar tak sekadar menjadi pewaris budaya, tapi juga mengembangkan, memanfaatkan seni budaya kita sebagai energi yang mampu mendorong kreativitas yang semakin berkelas, yang semakin baik dan semakin mumpuni," tambahnya