Setiap pagi, ia bangun lebih awal, menyiapkan dagangan dengan penuh harap, meski pembeli kian berkurang dan daya beli masyarakat melemah drastis.
Ia bukan hanya berjualan ayam potong, melainkan mempertahankan kehidupan keluarganya dan sekaligus menjaga denyut ekonomi rakyat kecil yang sering terlupakan dalam statistik besar.
Kehadirannya setiap hari di lapak bukan hanya sekadar kegiatan ekonomi, tetapi juga ritual sosial. Ia mendengarkan keluh kesah pelanggan, membantu sesama pedagang, dan menjaga etos kerja yang tidak tertulis namun sangat kuat.Â
Ketika banyak pekerja kehilangan identitas karena PHK, Ibu Aisyah justru menguatkan identitasnya setiap hari di pasar.
Kisah Ibu Aisyah mengingatkan kita bahwa di balik statistik PHK dan modernisasi, ada manusia-manusia yang berjuang dengan cara mereka sendiri, yang mengajarkan kita arti sesungguhnya dari ketahanan ekonomi berbasis komunitas dan solidaritas sosial.
Kisah Ibu Aisyah adalah pengingat bahwa di tengah badai ekonomi saat ini, ketahanan mikro dan solidaritas sosial menjadi jangkar yang menjaga kehidupan masyarakat kecil tetap bertahan.
Tapi di balik ketegaran itu, ada air mata yang tak pernah dihitung oleh angka-angka statistika.
Referensi:
Doeringer, P. B., & Piore, M. J. (2020). Internal labor markets and manpower analysis. Routledge.
Granovetter, M. (1985). Economic action and social structure: The problem of embeddedness. American journal of sociology, 91(3), 481-510.