Dalam hukum tata negara, legal standing merujuk pada kapasitas suatu entitas untuk mengajukan tuntutan atau gugatan (Stone Sweet, 2002).
Forum Purnawirawan TNI bukanlah lembaga negara, sehingga tidak memiliki locus standi untuk menuntut penggantian pejabat publik.
Tuntutan semacam ini lebih bersifat politis ketimbang hukum, karena tidak berdasar pada mekanisme konstitusional yang sah (Asshiddiqie, 2006).
Terhadap tuntutan Forum Purnawirawan Prajurit TNI tersebut, berikut adalah beberapa catatan kritis yang diajukan penulis:
1. Pelanggaran Prinsip Supremasi Sipil
Tuntutan ini mengabaikan prinsip civilian supremacy yang menjadi pilar demokrasi Indonesia. Pasal 30 ayat (5) UU No. 34/2004 tentang TNI secara eksplisit melarang keterlibatan militer dalam praktik politik praktis.Â
Meskipun dilakukan oleh purnawirawan, intervensi kelompok dengan akar identitas militer berpotensi menciptakan preseden berbahaya bagi netralitas birokrasi.Â
Narasi yang dibangun dapat menciptakan persepsi bahwa TNI masih memiliki tendensi politik, yang bertentangan dengan reformasi militer pasca-Orde Baru (Crouch, 2010).
2. Ketidaksahan Prosedural Administratif
Dalam perspektif hukum administrasi negara, penggantian pejabat publik harus mengikuti mekanisme due process of law (Marbury v. Madison, 1803).Â
Pasal 14 PP No. 53/2010 tentang Disiplin PNS menegaskan bahwa pemberhentian pejabat negara wajib melalui proses pembuktian pelanggaran administratif.Â