Mohon tunggu...
Rachmat Pudiyanto
Rachmat Pudiyanto Mohon Tunggu... Penulis || Blogger Videomaker || Content Creator

Mantan jurnalis; videografer Media Asing New Tang Dinasty Television (NTDTV). Blogger lifestyle, suka menulis isu lingkungan, seni budaya, traveling, kuliner dan fiksi. Kompasiana Next Top Content Creator 2024 || Peraih Brst in Fiction Kompasiana 2014. Tinggal di Bogor. IG @rachmatpy Tiktok @rachmat_py

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Mindful Eating, Ketika Makan Bukan Sekadar Cari Kenyang

10 Maret 2025   20:41 Diperbarui: 10 Maret 2025   20:41 349
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mindful eating adalah cara makan dengan penuh kesadaran, yaitu memperhatikan setiap gigitan dan merasakan sensasi makanan di mulut. 

SAYA paling tak suka kalau saat makan digaggu. Aktivitas makan, bagi saya seperti "me time". Agar bisa menikmati makanan dengan segala nilainya, Mindful eating.

Meski dalam kondisi dan alasan sosial, saya menyesuaikan dengan ruang dan waktu.

Nah sebelum tahap aktivitas makan, saya ingin bahas terlebih dahulu tahap pra makan. Persiapan makannya.  Ini saya sebut sebagai strategi makan pintu pertama. Pra makan.

Lanjut. "Me time" bagi saya dalam arti, saya selalu mempersiapkan hal-hal terkait makan sejak awal. Bahkan sebelum aktivitas makan itu sendiri.

Sejak pemilihan menu apa yang akan dikonsumsi, jenisnya serta jumlah porsinya. Bagi saya asupan makanan haruslah seimbang dengan kebutuhan tubuh. Dunia medis menyatakan bahwa makanan dan pola makan turut menentukan kualitas Kesehatan tubuh.

Jika saya terjemahkan, bagi saya artinya kita harus benar-benar memiliki kemampuan mendeteksi kandungan dalam makanan. Protein, karbohidrat, mineral, lemak, vitamin dan lainnya.

Itu sebabnya, penting untuk memiliki kemampuan mengidentifikasi makanan. Agar kita bisa memilah dan memilih jenis makanan yang dibutuhan.

Jika merasa over karbo berdasarkan itungan medis (kadar gula darah), maka disesuaikan porsi dan jenisnya. Demikian juga bila kekurangan protein, sesuaikan dengan kebutuhan.

Saya biasa menyesuaikan makanan dengan beberapa faktor seperti kebutuhan energi dan membaca sinyal dari tubuh.

Tubuh kita memiliki sistem dan kemampuan istimewa, Dimana tubuh  bisa mengirim sinyal "sakit" saat kelebihan/ kekurangan kandungan makanan.

Saya akan merasa gampang pusing saat tensimeter menunjuk angka tinggi. Saya akan merasakan lipatan perut makin tebal, saat karbo dan lemak berlebihan.

Saat puasa Ramadan ini, intensitas deteksi menu, saya lakukan saat sahur maupun berbuka puasa.

Pada umumnya orang cenderung kalap makan, "balas dendam" setelah seharian menahan lapar.

Namun selain alasan religius, alasan Kesehatan membuat saya memegang prinsip makan tak berlebihan.

Strategi pintu kedua, adalah saat mengonsumsi makanan. Saat saya makan. penting beberapa peinsip untuk bisa menikmati makanan bukan karena kewajiban "harus makan". Atau sebagai penebus rasa lapar, mencapai kenyang. Makan lebih mulia dari itu. Makan adalah sebuah proses menghargai diri sendiri, kepada orang yang berkontribusi/ terlibat menghadirkan makanan, dan kepada Tuhan yang memberikan nikmatnya melalui aktivitas makan.
Penghargaan kepada diri sendiri, bagi saya menikmati proses makan adalah cerminan kualitas perilaku. Memperlakukan makanan dengan cara, mengunyah perlahan, nikmati segala rasa.  Jangan biarkan nikmat rasa itu berlalu begitu saja. Makan adalah cita asa. Bisa menikmati cita rasa makanan adalah sebuah nikmat.

Oleh karenanya makan dengan situasi tenang, tidak terburu-buru, jadi perlu.

Ada nikmat berbeda Ketika kita menyadarkan diri, bahwa makanan terhidang ada banyak jasa orang lain.

Petani yang menanam padi. Penjual yang menjual beras. Orang yang memasak dan mengubahnya menjadi nasi.

"Rantai jasa" itu selayaknya kita hargai dengan cara menikmati makanan dengan baik.

Saya teringat bahwa dalam budaya kuliner, makan/ minum bahkan menjadi sebuah ritual bernilai. Upacara minum the di Jepang, budaya makan Bersama saat lebaran, dan banyak budaya kuliner lainnya.

Saya memahami bahwa segala macam prosesi makan itu merupakan personifikasi sebuah rasa syukur kepada Tuha. Atas nikmat yang hadir melalui makanan.

Fokuskan seluruh panca Indera untuk menikmati prosesi makan. Karena makan dalam ruang dan waktunya itu adalah berharga dan bernilai.

Makanlah dengan pikiran sejernih air, hati sebening embun.

@rachmatpy  

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun