Ke-3 wajah memandang ke arah Milos.
“Di sini hujan bukan air.” Jelas Z. “Tapi...” Tak sampai selesai Z bicara D dan E sudah berlari ke tanah lapang sambil memegang keranjang daun.
A dan B menoleh dengan enggan. Di langit terdengar suara piano mengalun indah.
“Waktunya!” Z bangkit sambil memegang kerangjang daun yang baru selesai dibuatnya.
Milos memerhatikan dan memungut juga keranjang daun. Lalu mengikuti langkah Z yang mendekat ke arah D dan E.
Awan berwarna warni perlahan memudar. Dari baliknya berjatuhan bermacam permen dan coklat. Milos tercengang dengan pemandangan itu, namun ia juga teringat nasihat Ibunya untuk jangan terlalu sering makan permen dan coklat. Secara bersamaan, rasa senang melihat pemandangan itu bercampur dengan perasaan rindu akan Ibunya.
Ketika hujan mereda awan-awan berubah putih, langit jadi membiru. Milos, Z, D dan E, mengisi keranjang daun mereka, lalu mengangkutnya ke tengah sarang. A dan B yang terlihat ingin bergabung namun malu-malu hanya menatap tak karuan.
“A, ayo bergaung sini.” Panggil Z.
“B, ayi.” Lambaik Milos pada B yang masih menatap ke arah mereka.
Langkah ke-2 Beru yang saling tak sapa itu bergerak mendekat. Jelas coklat dan permen tak bisa mereka acuhkan begitu saja, dan memakannya bersama-sama merupakan kesenangan yang sulit untuk dilewatkan.
A dan B memang belum saling bicara. Tapi melihat mereka duduk dalam jarang yang tidak terlalu jauh merupakan sebuah kemajuan yang luar biasa. Dan tak satu pun dari mereka semua yang membicarakan tentang perdebatan itu. Semuanya seakan membaik dengan sendirinya.