Bengkulu merupakan salah satu provinsi yang berada di Pulau Sumatera, Indonesia. Provinsi Bengkulu merupakan provinsi ke-26 di Indonesia dengan ibu kotanya yaitu Kota Bengkulu.Â
Provinsi ini terletak di pesisir barat Pulau Sumatra dan berhadapan dengan Samudera Indonesia, serta berbatasan langsung dengan Provinsi Sumatera Barat di sebelah utara, Provinsi Lampung di sebelah selatan, dan Provinsi Jambi di sebelah timur.
Provinsi Bengkulu berada pada koordinat 300 45' -- 300 59' LS dan 1020 14' - 1020 22' BT dengan luas wilayah 151,7 km. Penduduk yang mendiami kota ini berasal dari berbagai suku bangsa, di antaranya suku Melayu, Rejang, Serawai, Lembak, Bugis, Minang, Batak dan lain-lain.
Adapun satu-satunya Kota di provinsi ini yaitu Kota Bengkulu. Sedangkan Kabupaten yang ada di Provinsi Bengkulu tersebut adalah Kabupaten Bengkulu Utara, Kabupaten Mukomuko, Kabupaten Bengkulu Tengah, Kabupaten Kepahiang, Kabupaten Rejang Lebong, Kabupaten Lebong, Kabupaten Seluma, Kabupaten Bengkulu Selatan, dan Kabupaten Kaur.
Setiap daerah di Provinsi Bengkulu, mempunyai berbagai tradisi khas masing-masing, mulai dari pakaian, makanan, tarian, dan masih banyak lagi. Salah satu tradisinya ialah Malam Nujuhlikur, yang merupakan tradisi dari masyarakat suku Rejang di Kabupaten Bengkulu Utara.
Karena saya tinggal di Bengkulu Utara sejak belia, tepatnya di Desa Pasar Kerkap Kecamatan Air Napal Kabupaten Bengkulu Utara, saya selalu ikut merayakan tradisi ini setiap tahunnya.Â
Mayoritas penduduk di desa Pasar Kerkap berasal dari suku Rejang, dan sisanya adalah pendatang, termasuk saya. Namun, masyarakat pendatang di desa ini masih sangat menghargai tradisi asli suku rejang, dan tetap ikut merayakan tradisi ini bersama.
Dalam bahasa Bengkulu, nujuhlikur berarti dua puluh tujuh, malam nujuhlikur artinya malam ke dua puluh tujuh. Kegiatan ini biasa dilakukan pada puasa ke-27 atau tiga hari lagi menjelang lebaran di halaman rumah atau di pinggir jalan raya.Â
Nujuh likur itu sendiri ialah kegiatan membakar tempurung kelapa (tunam) yang telah disusun di sepancang kayu hingga tinggi menjulang ke langit. Makna dari kegiatan ini adalah sebagai rasa syukur karena bertemu dengan bulan Ramadan dan menyambut idhul fitri.
"Mitosnya dulu semakin tinggi kita menyusun tempurung kelapa maka semakin besar rasa syukur kita kepada Allah SWT. Karena tempurung kelapa dianggap sebagai buah penuh manfaat dan rasa syukur", ujar Zainudin, salah seorang sesepuh Desa Pasar Kerkap ketika di wawancarai senin, 7 mei 2019.