Mohon tunggu...
Rafika Anggraeni
Rafika Anggraeni Mohon Tunggu... Seniman - seniman

Kata orang sich seniman, yang suka nyusun kata-kata untuk maksud apa saja

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mengeja Cinta di Mandiri Jogja Marathon 2019

21 Mei 2019   22:41 Diperbarui: 21 Mei 2019   23:13 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://portofolioindonesia.com 

"Kesehatan dan kecerian secara alami melahirkan satu sama lain." ~ Joseph Addison

 Ungkapan diatas sangat sesuai bila kita melihat ajang Mandiri Jogja Marathon 2019. Ajang yang telah kali ke-3 diadakan di area candi Prambanan ini selain sebagai kompetisi lari Marathon dengan tawaran hadiah yang memuaskan, namun juga menghadirkan keceriaan, tak hanya bagi peserta yang sebanyak 7500 orang, dan sanak saudara yang menyertai peserta, tapi juga masyarakat Jogja dan pendatang dari luar Jogja.

Bagaimana tidak, rute yang begitu memanjakan semua indera. Mata dapat memandang hijaunya sawah dan pedesaan juga cantiknya bangunan candi-candi, hidung yang dapat bernafas lega menghirup udara segar, telinga yang mendengar keringan tawa satu peserta dengan peserta lainnya, dan lidah yang akhirnya dapat bersentuhan dengan kuliner khas Jogja. Semua dalam ajang itu telah mendapatkan hadiahnya sebelum pemenang diumumkan. Kesehatan karena keceriaan, dan keceriaan yang menyehatkan.

Lari marathon seperti yang kita tahu memiliki sejarah yang menarik. Bermula pada perang antara pasukan Yunani dari Athena melawan pasukan dari Persia (Bettle of Marathon) yang terjadi di daerah yang bernama Marathon, Yunani.  Sekitar tahun 490 SM. Perang tersebut akhirnya dimenangkan oleh Yunani.

Kemenangan tersebut melahirkan sebuah legenda mengenai seorang pembawa berita bernama Pheidipiddes yang berlari tanpa henti dari Marathon hingga Athena yang berjarak 42 km 195 meter. Pheidipiddes akhirnya meninggal setelah menyampaikan kabar kemenangan tersebut. Kemudian pada olimpiade modern sejarah tersebut diadopsi untuk nomor jabang lari yang diberi nama Marathon, lambat laun ajang Marathon menjadi populer sampai hari ini.

Pada ajang Mandiri Jogja Marathon 2019 kita seperti diajak merasakan kegairahan kemenangan tersebut secara tidak langsung. Mewujut dalam rute yang melewati beberapa objek bersejarah yang ada di sepanjang dari dan sampai candi Prambanan. 

Berawal dari lapangan utara Roro Jonggrang, kemudian Monumen Taruna Perjuangan dan musium Pelataran, candi Plaosan Lor dan Kidul saat jarak tempuh lari sekitar 37-39 km, candi Sewu dan candi Bubrah pada jarak tempuh 40 km lalu berakhir di candi Prambanan lagi. Seakan yang hadir disuguhi kemegahan dan kejayaan Nusantara. Tentu ini adalah ajang bersejarah bagi para pelari yang kemudian dapat menjadi oleh-oleh untuk diceritakan pada anak dan cucu nanti.

Indahnya Mengejarmu

Pesta Demokrasi yang berlangsung tanggal 17 April 2019 lalu tentu telah menguras habis emosi dan tenaga. Masing-masing pendukung seperti terlibat dalam argumentasi yang mengunggulkan pilihannya hingga menjadi sangat panas akhirnya menghadirkan perselisihan. Seakan lupa bila semua adalah satu dari negara tercinta "Indonesia". 

Mandiri Jogja Marathon 2019 yang diadakan sebelas hari setelah Pesta Demokrasi seakan mengajak seluruh kepala untuk dipersatukan, mengejar hal yang paling krusial yaitu persatuan dan rasa cinta tanah air.

Bisa jadi sepasang kekasih ribut karena beda pilihan, suami istri menjadi dingin dalam rumah akibat beda pendapat, dan/atau pertemanan menjadi renggang sebab tak satu pilihan.

"Yuk jatuh cinta lagi!", begitulah ajang ini berseru (bila boleh di ibaratkan).

Pelari profesional hingga pelari yang hanya memiliki motivasi sekedar agar sehat berkumpul, tak ada beda, semua untuk berlari.  Masyarakat juga berkumpul untuk mengejar perasaan bahagia, refresh sejenak.

 Melalui jarak full marathon (42 km), half marathon (21 km), 10 km, dan 5 km, panitia penyelenggara sangat well prepare dengan menempatkan penunjuk arah di beberapa titik agar peserta tak salah rute, juga penyedia asupan (air minum) agar para pelari tidak dehidrasi pada jarak tertentu, di akhir semua yang hadir dapat berkuliner. Para peserta pun dipercantik dengan kaos dan nomer dada masing-masing. 

Ditambah rute yang melewati sawah, pedesaan dan jajaran candi, begitu memanjakan mata sekaligus dapat mensugesti yang hadir untuk kembali jatuh cinta pada negara yang memiliki sejarah panjang ini. Begitulah ajang ini terbilang unik.

Kisah Roro Jonggrang dan Ramayana

biz.kompas.com
biz.kompas.com

Start di lapangan utara Roro Jonggrang juga medali dengan visual tari Ramayana (di salah satu sisinya) yang didapat ketika peserta mencapai finish dibawah waktu yang ditetapkan, menjadi titik pembuka dan penutup bagaimana ajang ini dimaksudkan untuk menghujani setiap yang datang dengan begitu banyak cinta.

Kisah melegenda Bandung Bondowoso yang jatuh hati pada anak prabu Boko, Roro Jonggrang. Walau berakhir tragis, akibat Roro Jonggrang yang berhasil menggagalkan terbentuknya 1000 candi yang dimintanya sebagai syarat pinangan Bandung, mengakibatkan Bandung naik pitam lalu mengutuk Roro Jonggrang menjadi arca yang ke-1000.

Dibalik kelicikan Roro Jonggrang, ada sebentuk kesetiaan dan rasa cinta pada sang ayah yang telah dibunuh oleh Bandung juga ungkapan kesetiaan pada rakyatnya sehingga enggan tunduk pada kekuasaan Bandung. Kisah tragedi yang dapat menjadi pelajaran bersama, bahwa cinta memiliki bentuk ekspresi.

Dan juga legenda Ramayana, kisah penyelamatan yang dilakukan Rama atas Shinta yang diculik oleh Rahwana. Perjuangan mendapatkan Shinta kembali sebagai perjuangan atas cinta yang telah terjalin, begitupun Rahwana yang sebenarnya juga menaruh hati pada Shinta. Tindakan yang dipacu pada rasa yag sama yaitu, cinta.

Kedua kisah ini menjadi satu kesatuan pada wujud candi Prambanan yang telah beberapa kali mengalami pemugaran sejak tahun 1918 yang dilakukan oleh orang Belanda dan berlanjut pada restorasi yang dijalankan sejak tahun 1942 oleh bangsa kita sendiri. Gempa Jogja di tahun 2006 juga menimbulkan kerusakan yang tak sedikit pada candi ini, pengawasan masih terus diusahakan demi menyelamatkan situs yang telah di tetapkan oleh UNECO pada tahun 1991 sebagai situs warisan dunia ini. 

Legenda tersebut telah diabadikan dalam sebuah karya tari yang dipertontonkan di area candi Prambanan. Tari Ramayana yang telah 57 tahun ditampilkan kini ditemani pula dengan tari Roro Jonggrang yang perdana dipertontonkan di tanggal 25 November 2018. Satu candi yang memiliki warisan budaya yang tak tunggal, belum lagi candi lain yang terdapat di seantero Nusantara. Maka  mari kaji bersama geling - gemilangnya budaya Indonesia.

Wujud Cinta Mandiri 

Penyelenggaraan ajang Marathon yang sangat terkonsep dengan baik. Mulai pemilihan waktu, tempat, hingga rute yang terkandung maksud sebagai wujud usaha-usaha pelestarian budaya yang inovatif (tidak konvensional), melalui aktivitas lari yang murah namun menyehatkan.

Di tengah perkembangan zaman dan teknologi yang mengelilingi generasi milenial, menyentuh budaya bisa jadi adalah aktivitas yang tak berguna apalagi bila pelestarian diterapkan dengan cara-cara yang tak asyik seperti harus meluangkan waktu untuk membaca buku-buku sejarah atau menyaksikan pertunjukan tradisi. 

Seperti harus ada stimulus untuk menghadirkan motivasi tersebut, yang tentu saja dengan cara yang asyik, Mandiri telah melakukannya di ajang Jogja Marathon ini. Sehingga generasi milenial dapat terstimulan untuk menggali lebih banyak mengenai budaya-budaya dan sejarah-sejarah bangsanya.

Bila tanpa ada dorongan Cinta, tentu saja ajang ini menjadi dangkal untuk dimaknai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun