Mohon tunggu...
RedyAl Musyaa
RedyAl Musyaa Mohon Tunggu... Guru -

Seorang hamba dengan imajinasi liar, membungkuk di keramaian luar, bagai seekor katak di hadapan ular.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Yuk Putus Hubungan!

9 Juni 2017   01:36 Diperbarui: 5 Juli 2017   13:27 479
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://kelascinta.com


Dua orang itu duduk di atas tanah berlapis rumput permadani hijau nan indah. Perbincangan mereka terlihat serius namun kadang-kadang dibubuhi candaan terasa garing. Mereka tetap saja tertawa. Itu tak jadi masalah.

"Jadi bagaimana keputusan, Cemy? Kakak akan setuju dan menyanggupinya.Insyaa Allah." Laki-laki itu tersenyum dengan mata berbinar. Terlebih sorotan lampu taman yang menerangi matanya. Terlihat jelas pupil matanya.

"Aku sudah yakin dan mantap dengan keputusanku, Kak." Ia menarik nafas dalam-dalam. Mendekap lututnya. "Sebaiknya kita pisah saja, dari pada dosa semakin menumpuk. Aku takut, Kak."

Sontak ucapan yang terucap dari bibir indah wanita yang bernama Cemy itu membuat laki-laki berambut cepak tersenyum. Itu bukan senyuman palsu ataupun paksaan. Itu senyuman dari dalam hati.

"Serius? Cemy benar-benar sudah mantap dengan keputusan itu?" Laki-laki itu mencondongkan wajahnya ke depan. Ingin memastikan. Yang ditanya mangangguk pasti. Ya!

"Hehe, terima kasih atas keputusan yang menggembirakan ini, Cemy." Laki-laki itu tertunduk kemudian mendongakan kepalanya ke hamparan bintang. Mengigit bibir bawahnya. Sepertinya ia menahan air mata yang sebentar lagi jatuh.

"Ada apa, Kak?" Cemy terheran. Memperbaiki letak kacamatanya yang sebenarnya sudah benar.

Laki-laki itu masih menatap angkasa. Entah apakah ia benar-benar melihat bintang atau sekedar ingin terlihat keren di hadapan "mantan" kekasihnya itu.

"Kaka bersyukur, Cemy. Kaka senang akhirnya kita menyudahi hubungan kita yang terkutuk ini. Kakak tak ingin menambah dosa lagi." Laki-laki itu tersenyum. Kenapa ia begitu senang akan perpisahan pada kekasih yang ia sayangi itu? Mereka berpacaran pun baru dua bulan dua hari. Masih sangat baru bukan. Mungkin orang lain tak ingin hal itu terjadi.

"Iya, Kak. Aku juga sering berpikir seperti itu. Takut dosa, Kak. Dalam Islam sendiri tak ada yang namanya berpacaran, apalagi pacaran syar'i. Aku senang kaka bisa mengungkapkan dan menanyakan hal ini padaku. Jadi aku sempat mengadu pada Allah dan merenungkan pernyataan kaka sore tadi."

Laki-laki itu menghela nafasnya dalam-dalam. "Iya, Dek. Semua hubungan ini sia-sia dan akan membuat murka Allah serta menutup pintu rizeki kita. Baguslah kalau Cemy setuju dengan keputusan kaka." Lagi-lagi ia melempar senyum dan dibalas senyum pula.

Cemy mengambil handphone putih dalam sakunya. Melihat ada pesan masuk. Membuka lalu membacanya. Itu dari kakak iparnya. Menyibukkan diri.

Berbeda dengan orang yang dihadapannya, ia malah terus memandang bintang yang berhamburan sambil sesekali mengusap-usap ujung matanya. Mungkin agar air matanya tak jatuh di hadapan mantan pacarnya itu.

"Ada apa, kak?" Cemy menoleh pada laki-laki di depannya. “Gak usah ditahan, Kak. Seseorang pun butuh untuk mengeluarkan air mata. Kasian tuh dari tadi air mata kaka nungguin,” sambungnya dengan sedikit candaan.

"Nggak kok. Yeee… kaka ngantuk tau!" Ia menggeleng. Masa laki-laki sejati menangis di hadapan perempuan? Mungkin itu pikirnya. "Kaka hanya teringat akan masa lalu kaka jauh sebelum kaka ke kota ini."

"Ada apa emang, Kak?" kejar Cemy.

"Sudahlah... jika kaka menceritakannya, itu akan membuat luka lama kaka terbuka lagi. Cukup sudah dengan masa lalu deh." Ia memeluk lututnya rapat-rapat.

"Hmmm... benar juga, Kak. Semua orang punya masa lalu. Biarlah jadi kenangan dan pengalaman saja." Cemy menenangkan mantan kekasihnya.

"Cemy..." Laki-laki itu mulai bersuara lagi. Sedikit parau. "Kaka akan penuhi janji kaka, suatu saat kaka akan mendatangi rumah Cemy dengan pakaian rapi bersama kedua orang tua kaka untuk mengkhitbah Cemy. So… jaga diri Cemy hanya untuk kaka yah."

"Pasti, Kak. Jujur. Aku susah untuk berpaling dengan seseorang yang sudah aku sayangi." Laki laki itu tersenyum mendengarnya.

"Dan kaka juga harus menjaga hati kaka dan memenuhi janji kakak tiga tahun mendatang. Yah," semprot Cemy dengan air muka memelas. Lucu sekali wajahnya.

"Heheh, insyaa Allah. Kita berdoa saja untuk masa depan itu. Ingat, Allah yang mengatur semuanya. Yah hanya dengan berdoa saja yang terbaik. Kita hambanya kok,” balasnya santai namun pasti.

Yah malam itu sebuah janji mulia terikrarkan. Memilih untuk berpisah dan bertaubat dengan sebenar-benarnya taubat; nasuha. Berjanji untuk menggapai impian mereka bersama, lalu menuju ke jenjang hubungan yang diridhoi Allah.

Dua jam sebelumnya...

Pukul lima lewat tiga puluh menit. Awan terlihat pucat. Angin menggebu-gebu. Pepohonan mengeluarkan bunyi akibat gesekan angin. Dua pasangan duduk bersampingan terlihat asyik mengobrol. Di sekitarnya banyak pula orang yang sedang berduaan dengan kekasihnya. Asyik betul mereka ini. Sepertinya Syaitan girang tak ketulungan melihat pemandangan ini.

Di suatu tempat terlihat pula dua pasangan yang bukan muhrim dukuk berdekatan. Sangat dekat malah; bersentuhan sudah. Tertawa lepas bak menonton komedian ternama. Saling suap-menyuap cemilan yang baru mereka beli. Namun, seketika laki-laki berambut cepak itu menunduk. Pacarnya sontak terheran.

"Ada apa, kak?”

“Cemy... kaka ingin ngomong sesuatu.” Ia menatap dalam kekasihnya itu. “Semalam selepas kakak membaca surahYaasiin, tiba-tiba terbesit di pikiran kakak bahwa apa yang kita lakukan selama ini itu sia-sia. Malah menambah murka Allah.” Ia tertunduk lagi.

Mimik keheranan memenuhi wajah gadis lugu di sampingnya itu. Kenapa ia harus mendengar ucapan itu? Baru saja mereka tertawa bersama. Kenapa harus tiba-tiba? Apa itu hanya alasannya semata untuk memutuskannya lalu mencari perempuan lain?

Angin semakin menderu tak karuan. Pohon-pohon menari karena terpaksa. Satu dua kilat sudah menunjukkan kehebatannya. Guntur pun tak mau kalah.

“Maaf kakak berbicara seperti itu. Kaka selalu teringat akan dosa, Dek!” laki-laki itu mengepalkan kedua tangannya.

Yang diajak berbicara masih terdiam. Mungkin masih belum bisa mencerna kejadian tak terduga itu.

"Semalam kaka juga sholat Istikhorohuntuk mendapat petunjuk. Dan kakak mendapat dua pilihan: kita menikah atau kita sudahi hubungan ini.”

Perempuan itu mulai menatap wajah laki laki yang berani berucap hal itu. Berpikir. Kenapa harus menikah sekarang? Umurnya masih 18 tahun. Lagipula ia masih kuliah. Ia belum siap. Tapi apa ia rela melepas seseorang yang sangat ia cintai itu? Kenapa semua menjadi sulit dimengerti?

“Baiklah, Kak. Beri aku waktu untuk memutuskanya. Mungkin, selepas isya nanti aku akan kabari lagi.” Perempuan itu balik kanan. Menyudahi “pacaran” mereka yang dibenaknya meninggalkan kebingungan.

Cinta sejati itu adalah cinta yang diridhoi Allah. Bagaimanapun, kita hambaNya hanya bisa memohon yang terbaik. Adakah keputusan yang merugikan jika kita mengadu pada Sang Khaliq?

Sejatinya, manusia memerlukan sebuah cinta. Tapi apakah cinta yang terlarang? Yang belum ada ikatan suci? Bertaubatlah. Membenah diri. Kita hanya ingin cinta ini semata cinta karena Allah. MAAF… KITA HARUS PUTUS!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun