Mohon tunggu...
Raditya RaihanHidayat
Raditya RaihanHidayat Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Sustainability enthusiast!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Evaluasi Tiga Semester Bike to Campus di Kampus Hijau Undip Tembalang

6 Februari 2024   22:23 Diperbarui: 6 Februari 2024   22:34 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
POV Bike to Campus pada berbagai situasi dan kondisi. Sumber: dokumentasi penulis

Sudah tiga semester atau sekitar satu setengah tahun lamanya semenjak saya pertama kali mengayuh pedal sepeda di tanah Tembalang. Sampai sekarang, ia masih juga jadi andalan ketika berpergian, salah satunya menuju Kampus Hijau Undip Tembalang. Setelah Bike to Campus selama tiga semester, ada pengalaman yang boleh jadi menginisiasi perbaikan.

Tulisan ini tidak bermaksud untuk mengglorifikasi budaya Bike to Campus. Saya tidak pernah merasa menjadi yang paling keren atau edgy karena naik sepeda ke kampus. Sebaliknya, tulisan ini merupakan evaluasi serta narasi personal dari sudut pandang pesepeda di Tembalang.

Bersepeda di Tembalang, walaupun sudah termasuk city-cycling, tak pernah sekalipun sama dengan ekspektasi saya. Sebelum angkat koper dari rumah, saya membayangkan experience bersepeda ala Eropa. Bersepeda ditemani angin sepoi-sepoi sembari disapa rimbunnya Kampus Hijau, siapa juga yang tidak ingin? Namun, ternyata ekspektasi saya terlampau tinggi.

Berani bersepeda di Tembalang artinya berani menghadapi macam-macam tantangan, mulai dari cuaca tak menentu, lalu lintas keparat, bahkan orang yang katanya berpendidikan tapi etikanya dipertanyakan. Berdasarkan apa yang saya alami, pesepeda di Tembalang boleh jadi bukan hanya salah satu ras manusia paling kuat, tetapi juga paling nekat.

"Berani bersepeda di Tembalang = berani menghadapi tantangan kehidupan,"

Keluar dari kamar kos, pesepeda akan disambut oleh udara yang panas dan kering khas Tembalang. Walaupun tidak sepanas Semarang Kota, cuaca itu cukup untuk membuat pesepeda berpeluh-peluh. Saya rasa bukan hanya pesepeda yang wajib membawa air mineral ke mana pun selama berada di Tembalang, apalagi ketika panas terik.

Panasnya cuaca Tembalang belum apa-apa dibandingkan dengan panasnya tensi jalanan. Pengguna jalanan Tembalang tidak kenal dengan kata sabar. Semua orang bagaikan ingin bercepat-cepat. Pesepeda tentu sangat rentan sebab kalah kuat jika terjadi tumbukan. Untuk menghindari hal itu, kami harus mengecilkan ego serta mengendalikan emosi.

Setibanya di gerbang Undip, pesepeda disambut tanjakan sepanjang 300 meter. Bagi pengendara motor atau mobil, tanjakan ini bagaikan wahana roller coaster. Namun, bagi pesepeda, tanjakan ini adalah pemicu peluh dan keringat. Saya berani bilang 70% tenaga dihabiskan ketika nanjak. Sisanya, sekitar 30%, habis untuk berkata kasar ketika nanjak.

Setelah melewati tanjakan maut tersebut, pesepeda bisa bernapas lega, toh yang tersisa adalah jalan landai. Namun, jangan harap tantangan pesepeda sudah usai. Tantangan tidak lagi muncul dari kondisi geografis Tembalang, melainkan dari manusia-manusia pengguna jalan. On-street parking, kebut-kebutan, dan dengungan klakson jadi santapan rutin.

Perilaku yang paling memuakkan bukan terjadi di jalan, melainkan ada di parkiran. Sudah parkiran sepeda sedikit, diserobot pula! Bukan berarti saya ingin diistimewakan, tetapi bukan cuma sekali saya tak bisa parkir karena tertutup barisan motor. Padahal, sepeda sangat rawan dicuri. Jikalau sudah begini, pantas orang tak ingin bersepeda ke kampus!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun