Â
"Dalam hidup, seperti dalam Hukum Newton, selalu ada kelembaman, aksi, dan reaksi. Menjadi guru adalah seni menyadari, menerima, lalu menggerakkan semuanya dengan cinta."
Pagi-pagi Mengantar Cahaya
Setiap hari, saya memulai pagi pukul 6.00. Dengan helm yang sudah sedikit pudar dan tas ransel yang setia menemani, saya menyalakan motor Supra tua kesayangan, melintasi jalan sepanjang 10 kilometer dari rumah menuju sekolah. Kadang kabut masih menggantung di sepanjang perjalanan, dingin menusuk kulit, tapi ada semangat yang tak ikut dingin, semangat untuk hadir, untuk menyapa hari baru bersama para siswa.
Tepat pukul 6.45, bel pagi berbunyi. Di lapangan, kami berdiri bersama. Barisan siswa mulai merapat, apel pagi dimulai. Di sanalah saya merasa bukan hanya sebagai pengajar, tapi bagian dari satu kesatuan yang lebih besar, sebuah komunitas pembelajar yang mengawali hari dengan kedisiplinan dan kebersamaan.
Diam yang Bergerak
Tak pernah benar-benar terbayang, bahwa Saya akan menetap di satu sekolah selama hampir seperempat abad. Ketika pertama kali masuk ke ruang guru dengan wajah polos dan semangat idealis, Saya pikir ini akan menjadi salah satu persinggahan awal. Tempat menimba pengalaman, sebelum berpindah ke sekolah yang lebih besar, lebih modern, atau lebih menjanjikan secara karier. Tapi kenyataannya, Saya tetap. Saya memilih diam. Seperti benda diam dalam hukum Newton I, yang akan tetap diam jika tidak ada gaya luar yang bekerja padanya.
Tapi jangan salah. Dalam diam itu, Saya bergerak. Dalam tetap itu, Saya tumbuh.
Hukum Newton dan Wajah-Wajah yang Silih Berganti
Saya adalah guru Fisika, dan setiap tahun Saya mengulang pelajaran yang sama: Hukum Newton. Tapi setiap tahun pula Saya menemukan makna baru dari hukum-hukum itu, karena bukan hanya siswa, Saya yang belajar, Saya pun ikut belajar. Belajar tentang manusia, tentang perubahan, tentang kesetiaan, dan tentang makna hidup sebagai seorang guru.