“Capek, Mas, ngontrak terus. Tiap tahun pindah, uang habis, rumah nggak pernah punya. Sekarang walau kecil, ini rumah saya sendiri.”
Hari itu, selepas Maghrib, saya singgah sejenak di masjid kecil di area Rumah Sakit DKT Purwokerto. Usai salat, saya memilih duduk sejenak di serambi masjid, menikmati udara malam yang mulai sejuk dan tenang. Di samping saya duduk seorang pria, sebaya, yang sepertinya juga sedang meluangkan waktu menenangkan diri.
Kami awalnya hanya bertukar senyum dan sapaan ringan. Namun seperti halnya banyak percakapan tak terduga di tempat umum, perbincangan kami perlahan-lahan mengalir—dari kabar kota, pekerjaan, hingga hal yang lebih personal: soal rumah.
Bukan rumah dalam arti fisik semata, tapi tentang rasa memiliki tempat untuk pulang.
Cerita Seseorang yang Bosan Ngontrak
“Sudah hampir sepuluh tahun saya ngontrak, Mas,” katanya pelan, suaranya hampir menyatu dengan deru kipas angin masjid. “Mulai dari petakan sampai rumah kecil. Tapi tiap tahun selalu ada alasan buat pindah.”
Ia bercerita tentang capeknya hidup berpindah-pindah. Tentang barang-barang yang rusak karena terlalu sering dibungkus dan dibuka. Tentang anak-anaknya yang harus terus beradaptasi dengan lingkungan baru. Dan tentang uang sewa yang seolah menguap begitu saja, tanpa bekas.
Akhir tahun lalu, ia memutuskan berhenti. Bukan karena mendadak kaya, tapi karena ia sadar: cicilan rumah ternyata bisa lebih murah dari biaya ngontrak.
Dari Mengontrak ke Mencicil Rumah
Ia mencicil rumah kecil di pinggiran Bogor. Bukan klaster elit, bukan rumah mewah. Cicilannya sekitar Rp800 ribuan per bulan—lebih rendah dari kontrakan sebelumnya yang menyentuh Rp1,2 juta.
Rumahnya belum sempurna. Belum ada plafon, belum dicat sepenuhnya. Tapi ia bilang, “Setidaknya sekarang saya nggak takut kalau pemilik kontrakan jual rumahnya. Ini milik saya. Mau saya tanemin singkong di samping rumah juga bebas.”
Sementara Saya Tinggal di Kampung
Saya mendengarkan sambil mengangguk. Kami memang berbeda. Saya tinggal di kampung tak jauh dari kota Purwokerto, di rumah yang saya bangun di atas tanah warisan keluarga. Tak pernah mengalami repotnya mencari kontrakan, apalagi pindah-pindah.