Sebuah video berisi pengakuan Meutya Dewi Fitria (18 tahun), seorang gadis asal Sumedang-Jawa Barat sempat viral di lini masa Tiktok beberapa waktu lalu. Betapa tidak, dalam usianya yang terbilang belia, Meutya telah divonis dokter mengalami Gagal Ginjal Stadium 5. Kini, dirinya terpaksa harus melakukan terapi hemodialisis (cuci darah) rutin yang melelahkan setiap pekan. Diketahui, selain riwayat genetik hipertensi. Meutya terbiasa minum-minuman manis.
Sebelumnya, sebuah media online pada pertengahan Juni lalu sempat pula mewartakan soal dua (2) bocah kakak-beradik, I Gede Agus Sukmawan (12 tahun) dan I Kadek Junartawan (9 tahun) asal Karang Asem, Bali yang didiagnosis mengidap diabetes. Sukmawan, bocah malang itu kini harus menerima suntikan insulin 3-4 kali sehari. Setali tiga uang dengan Meutya, Sukmawan pun mengakui dirinya terbiasa mengkonsumsi minuman manis. Juga, mie instan yang mudah diperoleh di sekolah maupun sekitar rumah. Â
Kasus yang tak kalah mengenaskan terjadi di Kediri-Jawa Timur. Sebagaimana diwartakan Kompas.Com (25/6), seorang bocah kelas 5 SD sempat mengalami koma selama 3 (tiga) hari. Seperti halnya, Sukmawan, RFZ - inisial bocah ini- juga divonis Diabetes Type I dan harus menerima 4 kali suntikan insulin setiap harinya. Berdasarkan hasil tracking diketahui penyebabnya, terbiasa konsumsi jajanan dan minuman instan di sekolah. Â
Kasus Meutya, Sukmawan dan RFZ senyatanya merupakan fenomena gunung es dari penyakit katastropik -Penyakit Tidak Menular (PTM) yang membutuhkan biaya tinggi dalam proses pengobatannya dan berpotensi atau disertai komplikasi yang dapat mengancam jiwa- yang didera anak-anak muda masa kini. Salah satu penyebab utamanya pola hidup tidak sehat, khususnya, pola makan. Penyakit katastropik dimaksud, seperti: diabetes melitus, hipertensi, jantung, stroke, gagal ginjal, dan kanker serta beberapa lainnya. Penyakit-penyakit yang selama ini sangat identik dengan kalangan usia lanjut.
Prevalensi penyakit katastropik di kalangan generasi muda memang menunjukkan kecenderungan yang sangat mengkhawatirkan. Tengok saja pernyataan, Kabid Pencegahan, Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit pada Dinas Kesehatan Kota Baru-Jawa Timur, dr. Susana Indahwati dengan merujuk hasil screening instansinya pada tahun 2024 terhadap 2.157 anak dibawah 15 tahun. Hasilnya cukup mengejutkan! Tercatat sebanyak 50 orang terdiagnosis diabetes. Menurut dr. Indah pula, akar penyebabnya adalah pola asupan makan, genetik hingga obat-obatan (Jawa Pos, 25/10/24).
Sebelumnya, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) sempat merelease data dimana dalam kurun 2010-2023 terjadi peningkatan prevalensi anak penderita diabetes sebanyak 70%. Menurut data tersebut, 1 (satu) dari 5 (lima) anak usia 12-18 tahun memiliki gejala awal gagal ginjal, seperti: hematuria atau proteinuria.Â
Hal senada disampaikan Dirut RSUD Kanjuruhan Malang Jawa Timur, Dr. Bobi Prabowo. Menurut pengakuannya, di rumah sakit yang dipimpinnya dalam kurun waktu 7 (tujuh) bulan saja tercatat sebanyak 6 (enam) pasien DM Type 1 pada anak. Dr. Bobi pun menghimbau orang tua agar ekstra hati-hati dalam melakukan pengawasan terhadap makan dan minuman yang dikonsumsi anak-anaknya (Detik Jatim, 5/8/24).Â
Selain, gula. Konsumsi berlebih garam dan lemak di kalangan generasi muda juga persoalan yang tak kalah mengkhawatirkan. Merujuk Data SKI Tahun 2023 tercatat sebanyak 0,71% generasi muda (15-44 tahun) terdiagnosis penyakit jantung. Bahkan, kecenderungan mengkhawatirkan tampak dari proporsi generasi muda dengan kadar LDL (Kolesterol Jahat) terkategori tinggi dan sangat tinggi sebanyak 16,9%. Sebagaimana diketahui, kadar LDL sangat berbanding lurus dengan resiko penyakit jantung, stroke dan diabetes.
Sementara, menurut hasil analisis Kompas terhadap data BPJS (Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial) Tahun 2020-2023 terdapat kecenderungan peningkatan jumlah pasien jantung usia 45 tahun ke bawah sebanyak 66%. Sementara, kelompok masyarakat usia 46 tahun ke atas hanya tumbuh 52%. Pertumbuhan prevalensi penyakit jantung yang demikian tinggi di kalangan generasi muda diantaranya terkait dengan pola makan.Â
Trend Konsumsi 'GGL' Generasi Muda
Seiring perkembangan tekonologi pangan banyak bermunculan produk pangan olahan dan siap saji yang baru. Tak jarang produk-produk tersebut menjadi icon konsumsi anak muda kekinian. Sayangnya, produk pangan tersebut sering kali jauh dari sehat. Betapa tidak, sekilas dari rasa saja produk-produk pangan tersebut terindikasi memiliki kandungan tinggi gula, garam dan lemak. Sehingga berdampak pada kesehatan orang yang mengkonsumsinya. Pola makan tidak sehat seperti ini jika dilakukan dalam jangka panjang akan berdampak pada kesehatan tubuh.