Kita akan membahas lebih lanjut mengetahui sains sebagai pengetahuan ilmiah pada bagian berikut, beserta kelebihan dan kekurangannya.
Pengetahuan Ilmiah
Masing-masing dari 4 sumber yang telah dijelaskan di atas menawarkan perspektif dan metode yang unik untuk mencari kebenaran. Sementara tenacity dan authority dapat memberikan rasa stabilitas dan bimbingan, mereka harus diimbangi dengan pemikiran kritis dan keterbukaan pikiran. Pengetahuan apriori, yang berakar pada nalar dan introspeksi, melengkapi pemahaman kita tetapi harus dilengkapi dengan bukti empiris. Pada akhirnya, sains berdiri sebagai sumber kebenaran yang paling andal dan teliti, terus memajukan pemahaman kita tentang dunia. Dengan mengenali kekuatan dan keterbatasan sumber-sumber ini, kita dapat menavigasi lanskap pengetahuan yang luas dan memulai perjalanan menuju pemahaman yang lebih komprehensif tentang kebenaran dalam filsafat.
Berikut adalah beberapa ciri sains atau pengetahuan ilmiah sebagai sumber kebenaran yang menjadi kelebihannya:
- Metode Empiris:
Sains didasarkan pada metode empiris, yang berarti bergantung pada pengumpulan dan analisis data yang diperoleh melalui observasi dan eksperimen. Dengan mengumpulkan bukti secara sistematis, para ilmuwan bertujuan mengembangkan penjelasan yang akurat dan andal untuk fenomena alam. Misalnya, di bidang biologi, para ilmuwan dapat melakukan eksperimen untuk memahami efek obat baru pada penyakit tertentu. Kelebihan metode empiris adalah pengetahuan yang didapat tidak berasal dari mengada-ada, karena obyeknya jelas, dapat dilihat.
Dalam psikologi, obyek kajiannya adalah mental yang abstrak. Oleh karena itu, psikologi sebagai pengetahuan ilmiah mengkaji perilaku tampak manusia dan melakukan pengukuran rumit untuk menjelaskan proses mental yang mendasarinya. Jadi, psikologi sebagai pengetahuan ilmiah memang sulit untuk diteliti dan dipahami dengan benar, tapi bukan berarti tidak bisa. - Objektivitas dan Tinjauan Sejawat (Peer-Review):
Sains menekankan objektivitas untuk meminimalisir bias dan interpretasi subyektif. Investigasi ilmiah dirancang untuk dapat direplikasi dan independen dari bias individu atau praduga. Proses peer-review memastikan bahwa penelitian ilmiah menjalani evaluasi kritis oleh para ahli di lapangan, meningkatkan ketelitian dan keandalan pengetahuan ilmiah. Dengan demikian, pengetahuan yang dihasilkan dapat digeneralisasi dan dapat dipertanggungjawabkan.
Bayangkan jika kajian psikologi berangkat dari pendapat subyektif, akan sangat berbahaya karena kita jadi coba-coba dan main-main dengan mental orang. Individu memang unik, tetapi keunikan itu harus dikaji secara objektif. - Perumusan Hipotesis dan Teori:
Sains melibatkan perumusan hipotesis, yang merupakan penjelasan atau prediksi yang dapat diuji berdasarkan pengetahuan dan pengamatan yang ada. Hipotesis kemudian diuji secara ketat melalui eksperimen dan analisis data. Seiring waktu, hipotesis yang konsisten dan kuat dapat berkembang menjadi teori, yang merupakan penjelasan yang didukung dengan baik untuk berbagai fenomena. Teori evolusi, misalnya, menjelaskan keragaman kehidupan di Bumi.
Hipotesis pun memiliki dasar filosofinya sendiri. Dalam perumusan hipotesis, kita mengkaji sesuatu, lalu merumuskan hipotesis. Hipotesis dalam penelitian kuantitatif biasanya berbunyi,"Tidak ada hubungan" atau, "Tidak ada pengaruh". Lalu kita mengumpulkan bukti-bukti dan menganalisis semuanya dengan sistematis dan ketat untuk melihat apakah benar "tidak ada". Jika ternyata hipotesis ditolak, berarti mungkin ada hubungan atau pengaruh dari variabel yang kita kaji. Dalam prinsip falsifikasi ini, kita tidak merumuskan "semua domba pasti putih" lalu mencari bukti-bukti bahwa domba di dunia ini cuma ada yang warna putih karena akan menjadi bias, kita jadi hanya melihat yang mau kita lihat. Sains justru sebaliknya, kita merumuskan "tidak ada domba yang putih"dan mencari bukti untuk melihat apakah rumusan kita benar, atau ditolak. Pun ketika ditolak, tidak langsung serta merta pasti semua domba berwarna putih, ya kita cuma tahu kalau domba putih ada, tapi mungkin ada kebenaran lain berupa domba hitam atau cokelat yang perlu diuji lagi. Demikian, terus diuji, dan saya kira ini yang menjadi seni dari pengetahuan ilmiah. - Aplikasi Teknologi dan Praktis:
Sains memiliki banyak aplikasi praktis yang meningkatkan kehidupan kita sehari-hari. Dari kemajuan medis dan teknologi hingga solusi dan inovasi lingkungan, pengetahuan ilmiah berperan penting dalam mendorong kemajuan dan memecahkan masalah dunia nyata. Misalnya, pengembangan vaksin, sumber energi yang renewable, dan teknologi komunikasi adalah produk penelitian ilmiah. Yang paling dekat dengan kita mungkin pengembangan vaksin. Kita mungkin mengikuti perjalanan lembaga/perusahaan X merumuskan vaksin, lalu uji cobanya, lalu hasilnya, lalu efektivitasnya, dan kita akhirnya menerima vaksin yang dapat menyelamatkan kita. Tentu dengan efek samping, seperti misalnya demam, namun efek samping tersebut sudah diperkirakan sehingga dapat diatasi (dengan pemberian Paracetamol saat vaksin, misalnya) dan tidak akan memperparah permasalahan (wabah) yang sedang terjadi. Semua hal ini terjadi berkat pengetahuan ilmiah. Kita tidak perlu memusnahkan orang yang sudah terjangkit, dan kita tidak perlu coba-coba dan main-main dengan nyawa orang untuk mencari obat atau pencegahan penyakit. - Kolaborasi Interdisipliner:
Sains sering melibatkan kolaborasi lintas disiplin ilmu, karena berbagai bidang studi menyumbangkan perspektif dan keahlian yang unik. Kolaborasi antara ahli biologi, ahli kimia, insinyur, dan disiplin ilmu lainnya memungkinkan pemahaman yang komprehensif tentang fenomena yang kompleks. Misalnya, bidang ilmu saraf menggabungkan biologi, psikologi, dan fisika untuk mempelajari cara kerja otak dan perilaku.
Penting untuk dicatat bahwa sains adalah proses yang self-corrected atau dengan kata lain sains dapat mengoreksi dirinya. Saat bukti baru muncul atau teori yang ada ditantang, pengetahuan ilmiah berkembang dan beradaptasi. Sifat mengoreksi diri ini berkontribusi pada keandalan dan kemajuan pemahaman ilmiah. Selain itu, seperti yang sudah dibahas dalam bagian perumusan hipotesis, sains dapat difalsifikasi sehingga penelitian ilmiah akan terus dilakukan untuk menyempurnakan pengetahuan kita sehingga kebenaran yang diperoleh lebih solid seiring berjalannya waktu.
Lalu, apakah sains adalah dewa kebenaran?
Ya tidak juga. Tapi setidaknya sains mengakui ketidaksempurnaannya.
Berikut adalah hal-hal yang menyebabkan sains tidak sempurna:
- Bisa Bias dan Salah Tafsir:
Ilmuwan juga manusia, jadi bisa memiliki kemungkinan rentan terhadap bias. Bias pribadi, atau bias karena sumber pendanaan, atau pengaruh dari masyarakat, kadang-kadang dapat membelokkan arah penelitian atau interpretasi hasilnya, yang berpotensi menghasilkan pengetahuan yang salah. Sangat penting bagi para ilmuwan untuk menyadari bias ini dan berusaha untuk objektivitas dan transparansi dalam pekerjaan mereka. - Keterbatasan Pengukuran dan Pengamatan:
Penelitian ilmiah bergantung pada pengukuran dan observasi untuk mengumpulkan data. Namun, ada kasus di mana fenomena atau variabel menantang untuk diukur secara akurat atau diamati secara langsung. Keterbatasan ini dapat mempengaruhi presisi dan keandalan temuan ilmiah dalam bidang studi tertentu. Apalagi dalam psikologi yang urusannya dengan mental manusia yang tidak terlihat tapi sedemikian berpengaruhnya dalam diri dan hidup seseorang. - Pertimbangan dan Batasan Etis:
Penelitian ilmiah yang melibatkan subjek manusia atau hewan harus mematuhi pedoman etika untuk memastikan kesejahteraan dan hak partisipan. Pertimbangan etis ini terkadang dapat membatasi jenis penelitian yang dapat dilakukan, yang berpotensi memengaruhi luas dan dalamnya penyelidikan ilmiah. Kita jadi tidak bisa meneliti semua hal dengan semua cara. - Pemahaman yang Tidak Lengkap dan Pengetahuan yang Berkembang:
Sains adalah proses yang terus berkembang. Pemahaman ilmiah kita saat ini mewakili pengetahuan terbaik yang tersedia pada waktu ini, tetapi terbaik saat ini bukan berarti masih akan terbaik atau relevan 20 tahun lagi saat teknologi dan metodologi semakin berkembang. Bukti baru, kemajuan teknologi, atau pergeseran paradigma dapat menantang atau menyempurnakan teori yang ada, menyoroti ketidaklengkapan pemahaman kita saat ini. - Kendala Waktu dan Sumber Daya:
Penelitian ilmiah seringkali membutuhkan waktu, dana, dan sumber daya yang substansial untuk melakukan eksperimen, mengumpulkan data, dan menganalisis hasil. Hal ini dapat membatasi ruang lingkup dan kecepatan penyelidikan ilmiah, berpotensi meninggalkan area tertentu yang kurang dipelajari atau tertunda karena keterbatasan sumber daya. Kita lihat saja pembuatan vaksin selama beberapa tahun terakhir; prosesnya lama, mahal, dan butuh orang-orang yang sangat ahli dalam bidangnya untuk menciptakan vaksin yang dapat digunakan banyak orang. - Representasi Realitas yang Tidak Lengkap:
Sains bertujuan untuk memahami dan menjelaskan alam, tetapi beroperasi dalam batas-batas persepsi dan pemahaman manusia. Kompleksitas dan luasnya realitas mungkin tidak sepenuhnya ditangkap oleh metodologi ilmiah, yang mengarah pada representasi yang tidak lengkap dari seluk-beluk alam semesta.
Terlepas dari kekurangan-kekurangan di atas, sains tetap menjadi alat yang sangat berharga untuk memperluas pengetahuan dan memahami alam. Melalui pengakuan dan mengatasi keterbatasan inilah para ilmuwan berusaha untuk meningkatkan ketelitian, objektivitas, dan penerapan penelitian ilmiah. Dengan merangkul transparansi, replikasi, dan kolaborasi interdisipliner, sains dapat terus mendorong batasan dan berkontribusi pada pemahaman kolektif kita tentang dunia yang kita huni.
Semuanya Harus Serba Ilmiah?
Pengetahuan ilmiah lebih diutamakan dalam berbagai konteks di mana akurasi, keandalan, dan penalaran berbasis bukti dinilai sangat penting. Di sini, saya akan fokus menjawab pertanyaan ini dari sudut pandang psikologi.
Kita sudah memahami mengapa segala sesuatu yang berbasis ilmiah begitu penting. Sekarang, mari kita mengalihkan perhatian kita ke bidang psikologi; sebuah domain di mana penyelidikan ilmiah memainkan peran penting dalam memahami kompleksitas perilaku, kognisi, dan emosi manusia.
Psikologi, sebagai disiplin ilmu, menawarkan wawasan mengenai pikiran dan perilaku manusia. Dengan mengandalkan metodologi penelitian yang ketat, bukti empiris, dan penerapan prinsip ilmiah, psikologi memberi kita pemahaman yang lebih dalam tentang diri kita sendiri dan orang lain. Ini membantu kita menavigasi seluk-beluk hubungan, mengatasi tantangan kesehatan mental, dan meningkatkan kesejahteraan pribadi.