Mohon tunggu...
Muklis Saputra
Muklis Saputra Mohon Tunggu... Guru - Menjalani profesi sebagai penulis, wirausaha, dan guru

Penulis lepas

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Nol

24 April 2017   22:07 Diperbarui: 25 April 2017   07:01 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Kalau bukan karena jasamu pada perusahaan ini, sudah kujebloskan kau ke penjara.” Lelaki itu masih saja merutukiku dengan amarahnya. Namun, kalimatnya barusan membuatku tahu ada semacam belas kasihan yang ia simpan untukku. Ia masih seperti yang kukenal pertama kali. Selalu menjadikan masalah sebuah hal yang sangat rumit, lalu mengakhirinya dengan solusi yang tidak masuk akal. Harusnya dengan segala perbuatan culasku, ia pantas memanggangku di atas perapian. Atau mencincangku sehabis-habisnya. Namun, ia terlalu pemaaf. Pantas banyak orang yang menaruh kagum padanya. Memandang ia sebagai atasan yang memang selayaknya di atas. Sedangkan bagiku ia hanya sebuah objek dari sekian objek yang kujadikan tempat untuk memuaskan seluruh ambisiku.

Aku hidup di belantara kegelapan ini sejak umurku masih belia. Menggabungkan diri pada komplotan yang diperkenalkan oleh teman sekelasku, Hery. Hery lebih dulu terjerumus dalam lembah masalah, lalu mengajakku bersamanya sampai kami dewasa. Kami adalah sekelompok orang yang memilih menjadi penipu agar dapat menikmati hidup di dunia dengan cara kami sendiri. Pekerjaan ini kami anggap sebagai sebuah lakon drama yang paling serasi untuk kami perankan. Berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya, memberi sedikit imbalan pada pegawai siluman untuk mendapatkan banyak identitas.

Memiliki banyak identitas membuatku hampir tidak mengenali diriku sendiri. Bahkan atas perbuatan jahat yang aku lakukan, rasa-rasanya bukan aku yang melakukannya. Aku hidup begitu saja, bekerja untuk tim dan sedikitpun tak pernah berpikir akan kematian. Kematian adalah hal yang absurd karena aku tidak pernah merasa dilahirkan. Aku ada pada raga yang hidup, tapi sudah tidak ada sejak awal. Aku tidak akan mati. Tidak.

Kakiku melangkah meninggalkan sebuah perusahaan megah, meninggalkan Arham yang hampir dua jam penuh menceramahiku. Hanya sayangnya Ham tidak tahu aku yang sebenarnya, yang sudah terbiasa dengan makian sejak kecil.  Ham hanya mengenalku sebagai pemuda sebayanya yang penurut dan bekerja sangat cekatan. Menjadikan popularitasnya melambung di mata para memegang saham. Segala kebusukanku ia tahu baru-baru ini. Dan dari cara bicaranya, ia tidak benar-benar menganggapnya sebagai sebuah kenyataan.

Aku terus melangkah dalam keadaan kosong. Aku terbiasa dengan masalah, namun tidak terbiasa dengan yang kurasakan saat ini. Aku merasa ada yang hilang dari diriku.

Sudah puluhan perusahaan kuhabisi keuangannya dengan waktu yang tidak lama. Aku selalu masuk sebagai karyawan baru yang kemudian bekerja dengan sangat giat untuk mendapatkan perhatian. Dengan penguasaan teknologi yang baik serta bakat manajemen yang kuasah sejak bergabung dengan komplotan penipu, menarik perhatian atasan adalah keahlianku. Hery pernah berpesan padaku,”Pandai-pandailah bicara, penuhi kepalamu dengan kosakata yang banyak, agar mudah kau mempengaruhi orang dengan kalimat yang tepat. Orang bodoh yang pandai bicara akan mudah dipercaya daripada orang yang jenius tapi gagu. Saranku, jadilah kau orang yang jenius yang pandai bicara.” Pesan Hery benar-benar kuamalkan untuk menguatkan posisiku sebagai seorang penipu yang cemerlang.

Satu perusahaan tidak lebih dari satu tahun setengah untuk dikeruk keuangannya. Jelas ini bukan jerih payahku sendiri, melainkan karena kerja tim yang solid dan profesional. Karena kerja tim yang begitu tersistem dalam mata rantai yang mengagumkan, kami nyaris tidak pernah bermasalah dengan hukum yang berat. Kami seperti sungai yang mengalir, mudah saja bagi kami melewati batu-batu.

Tapi ...

Semua menjadi berubah saat aku bekerja pada Arham dan berusaha untuk mengelabuinya seperti yang lain. Ham berbeda. Aku mengabiskan waktu tiga tahun lebih untuk mengakhiri aksi di perusahaan yang Ham pimpin. Dan aku tidak dapat mengakhirinya. Ham sendirilah yang kemudian mengakhirinya dengan membongkar semua jejak-jejak kejahatanku di perusahaan yang dipimpinnya. Aksiku tamat. Aku adalah maling yang tertangkap yang kemudian dikasihani.

***

Hery sudah menungguku saat aku memasuki rumah. Aku semakin merasa lelah ketika mendapatinya duduk santai sambil mengunyah sesuatu. Hery akan mencercaku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun