Mohon tunggu...
Yulius Roma Patandean
Yulius Roma Patandean Mohon Tunggu... Guru - English Teacher (I am proud to be an educator)

Seorang Guru dan Penulis Buku dari kampung di perbatasan Kabupaten Tana Toraja-Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. Menyukai informasi seputar olahraga, perjalanan, pertanian, kuliner, budaya dan teknologi.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Berjuang Dari Nol Sebagai Warga Kelas Menengah dan Mencoba Sukses

3 Maret 2024   20:32 Diperbarui: 9 Maret 2024   18:59 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Memetik cengkeh di luar jam kerja. Sumber: Dokumentasi pribadi

Tak ada orang yang mau hidup susah. Semua ingin hidupnya sukses. Berliku jalan ditempuh untuk bisa hidup dalam kelompok sukses. Hidup pas-pas saja bukanlah pilihan. Bukan pula kebetulan. Kadang prosesnya yang membuat demikian. Kelas bawah atau kelas menengah, level kehidupan yang ditinjau dari sudut penghasilan ini telah dan sementara saya jalani. 

Menjalani kehidupan dari titik nol dua puluh tahun yang lalu bukanlah perkara mudah bagi saya. Hidup berganti-ganti rumah atau lebih kerennya menumpang di rumah orang saya jalani sejak kelas 6 SD. Penyebabnya adalah orang tua tak mampu membiayai sekolah. Kehidupan kedua orang tua yang hanya sebagai petani penggarap sawah orang lain dan sesekali menjadi buruh petik cengkeh tak membuat ekonomi keluarga membaik untuk menopang kami 5 bersaudara. 

Jadi, saya bukanlah warga kelas menengah murni. Kelas bawah saya nikmati hingga tahun 2009. Terlunta-lunta dan pindah menumpang dari satu rumah ke rumah orang lain di kampung saya jalani hingga masuk SMP. Tujuan saya sederhana, asal saya bisa makan dan ada tempat untuk tidur. Saya mencari keluarga yang bisa membuat saya nyaman, tidak terintimidasi pekerjaan dan kata-kata. 

Hingga pada akhirnya saya bertemu satu keluarga yang pada akhirnya membuat saya menjadi "orang." Berawal dari tayangan sepakbola SEA GAMES 1997, saya datang menonton ke rumah yang saat itu menjadi satu dari tiga rumah yang memiliki antena parabola di kampung. 

Keahlian memprediksi hasil skor akhir sepakbola membuat tuan rumah meminta saya tinggal di rumahnya. Sekolah saya ditanggung penuh. Makan teratur dan pakaian tersedia. Pekerjaan rutin sebelum dan sesudah jam sekolah adalah menggembalakan sapi. Pada hari pasar, saya membantu tuan rumah menjual pakaian. 

Meskipun hidup sudah terjamin, tapi di sela-sela waktu luang saya masih mencari pekerjaan serabutan. Membersihkan kebun orang  dengan upah harian dan borongan. Saat itu gaji hanya 15 ribu per hari ditanggung makan siang. 

Di masa memasuki kuliah, saya sempat menjadi buruh petik cengkeh dengan gaji 20 ribu rupiah selama 13 hari. Hasilnya saya gunakan untuk mendaftar kuliah S1 di salah satu kampus swasta. 

Kuluarga yang telah mengangkat saya sebagai anak tak tahu bahwa saya mencari pekerjaan lain. Singkatnya, keluarga penjual kain tersebutlah yang mengangkat derajat hidup saya. Memasuki tahun 2009, kelas bawah hidup saya boleh dikata masuk middle class. Saya lulus seleksi CPNS dan menerima SK per Maret 2009.

Berbekal SK CPNS, saya berhasil memiliki sebuah sepeda motor. SK CPNS dan motor adalah harta milik paling nerharga yang saya miliki. Meskipun keluarga yang mengangkat saya sebagai anak telah memenuhi apa yang saya butuhkan, tetapi saya tetap berusaha mandiri. 

Kedua anak saya sedang bermain di kebun. Sumber: Dokumentasi pribadi
Kedua anak saya sedang bermain di kebun. Sumber: Dokumentasi pribadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun