Kasus dugaan megakorupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina Subholding & KKKS (2018--2023) menjadi salah satu isu hukum yang menarik perhatian masyarakat. Dugaan praktik ekspor minyak mentah dalam negeri, impor minyak dengan harga tinggi melalui broker, serta pencampuran BBM yang mencurigakan telah menimbulkan kegelisahan publik. Dengan total kerugian negara mencapai Rp 442 triliun, kasus ini menimbulkan dampak besar, baik terhadap harga BBM, subsidi pemerintah, maupun kepercayaan publik terhadap lembaga penegak hukum.
Hari ini pada 20 maret 2025 saya berkesempatan menghadiri acara Kompas.com Talk bertajuk "Megakorupsi Tata Kelola Minyak: Jangan Hanya Ganti Pemain" di Studio 2 Menara Kompas. Sebagai seorang audiens yang mengikuti jalannya diskusi ini, saya dapat merasakan antusiasme para peserta yang hadir, baik dari kalangan akademisi, praktisi hukum, hingga masyarakat umum termasuk saya yang ingin mendapatkan kejelasan mengenai kasus ini. Berbagai narasumber mengemukakan pandangan mereka terhadap kasus ini, memberikan gambaran lebih luas mengenai bagaimana kasus ini diproses dan apa dampaknya bagi masyarakat.
Proses Hukum Mafia Migas, Mampukah Berjalan Transparan?
Pada sesi diskusi pertama, Ketua Komisi Kejaksaan RI, Pujiyono Suwandi, menekankan bahwa proses hukum terhadap kasus ini sudah dimulai sejak Oktober 2024, dengan pemanggilan berbagai pihak pada Maret 2025. Kejaksaan Agung mendukung penuh penyelidikan kasus ini, meskipun menghadapi berbagai tantangan, seperti hilangnya alat bukti dan adanya saksi yang telah meninggal dunia.
Sementara itu, Jaksa Agung Burhanuddin dalam video wawancara menegaskan bahwa kasus ini tidak boleh hanya menjadi ajang "ganti pemain" atau digunakan sebagai alat politik semata. Ia menyoroti bahwa banyak mafia minyak yang terlibat dalam jaringan besar dan kejaksaan berkomitmen untuk mengusutnya secara tuntas. Namun, ia juga mengakui adanya dugaan keterlibatan Jampidsus Kejagung dalam kasus ini, yang disebut sebagai risiko dalam proses hukum.
Sebagai masyarakat, kita berharap agar proses hukum tidak hanya sekadar retorika, tetapi benar-benar dapat mengungkap siapa saja yang bertanggung jawab, baik di level eksekutif maupun korporasi. Publik menaruh harapan besar agar kasus ini tidak hanya berhenti pada beberapa individu saja, tetapi mampu membongkar jaringan besar yang selama ini menggerogoti keuangan negara.
Menjaga Independensi Penegakan Hukum
Rudianto Lallo, anggota Komisi III DPR RI, mengingatkan agar pengungkapan kasus ini tetap fokus pada aspek hukum dan tidak dibuat terlalu bombastis. Ia menekankan bahwa transparansi dalam perhitungan kerugian negara sangat penting agar masyarakat tetap percaya pada kejaksaan. Dari sisi regulasi, ia menegaskan bahwa aturan sudah cukup baik, namun implementasi dan penegakan hukum yang masih menjadi tantangan.