Mohon tunggu...
Putri ardila
Putri ardila Mohon Tunggu... Penulis kecil

Penulis buku novel

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Susahnya Jadi Anak Baik-Baik di Dunia yang Doyan Sensasi

12 Mei 2025   08:42 Diperbarui: 12 Mei 2025   08:42 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kalau kamu anak baik-baik yang bangun pagi, nggak neko-neko, patuh sama ortu, kuliah tepat waktu, kerja lembur tanpa ngeluh, dan nggak pernah bikin drama di medsos... selamat, kamu hampir pasti tidak relevan di dunia sekarang. Dunia ini kayaknya lebih tertarik sama yang bermasalah. Semakin absurd kelakuanmu, semakin besar peluangmu viral.

Coba aja cek beranda. Yang trending itu bukan anak rantau yang belajar sampai jam dua pagi, tapi cewek yang marah-marah di TikTok karena cowoknya lupa tanggal jadian. Yang dapet endorsement bukan dia yang konsisten bikin konten edukasi, tapi yang bisa ngedrama di IG story pakai backsound sedih.

Jadi anak baik tuh kadang kayak hidup di mode stealth. Nggak ada yang notice, tapi selalu disuruh ngerti. Disuruh ngalah. Disuruh maklum. Disuruh sabar.

Pernah nggak, ngerasa iri sama mereka yang "berani beda"? Yang bisa ngomong kasar seenaknya, ngelawan guru, bahkan sengaja bikin konten kontroversial biar naik engagement. Anehnya, bukannya dijauhin, mereka malah jadi idola. Katanya sih, "real banget orangnya." Lah kita yang udah real dari lahir malah dibilang b aja.

Ada momen-momen tertentu di mana saya mikir, "Apa jangan-jangan saya harus bikin sensasi juga ya?" Misalnya pura-pura balikan sama mantan terus spill di Twitter. Atau minimal, bikin konten nangis sambil bilang "Aku capek jadi kuat." Tapi saya sadar, saya bukan tipe yang bisa jual air mata demi likes. Bukan juga tipe yang bisa drama demi validasi. Saya cuma anak biasa yang capek jadi invisible.

Lucunya, orang baik itu baru dirindukan saat dunia lagi kacau. Baru dicari saat krisis. Baru diundang saat acara butuh "pembicara inspiratif." Tapi saat suasana adem ayem? Kita balik lagi jadi figuran.

Pernah suatu kali, saya jadi saksi sebuah rekrutmen. Dua kandidat. Yang satu CV-nya rapi, pengalaman kerja oke, attitude sopan. Yang satu lagi, followers-nya 100 ribu, kontennya penuh gaya hidup hedon dan quotes ambigu. Tebak siapa yang dipilih? Ya jelas yang followers-nya banyak. Katanya biar sekalian promosi. Dunia kerja sekarang nggak cuma butuh skill, tapi juga exposure.

Sial.

Anak baik seringkali bukan nggak bisa viral. Kita cuma terlalu punya harga diri untuk ikut arus. Kita bukan nggak bisa ngomong kasar, cuma udah diajarin sopan santun sejak kecil. Kita bukan nggak bisa pamer, cuma tahu batas privasi.

Tapi lama-lama, capek juga ya jadi "waras" sendirian. Capek berpura-pura kuat, mandiri, dan selalu bisa diandalkan, sementara yang ngeluh tiap hari malah dapet pelukan dari dunia.

Tapi mungkin memang begitulah takdir anak baik:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun