Mohon tunggu...
Putri Apriani
Putri Apriani Mohon Tunggu... Freelancer - Fiksianer yang Hobi Makan

@poetri_apriani | poetriapriani.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Jazz dan Sepenggal Lirik untuk Are

8 Maret 2020   14:12 Diperbarui: 8 Maret 2020   14:13 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: wallsheaven.com

"...Setiap tanggal 9 Maret kita merayakan Hari Musik Nasional..." Ucap salah satu host di atas panggung.

Eve tertawa kecut. Dua orang host yang sedari tadi menghibur penonton Java Jazz malam itu, ternyata tak membuat suasana hati Eve membaik. Yang Eve tahu, tanggal 9 Maret bukan hanya dirayakan sebagai Hari Musik Nasional, tapi juga sebagai hari patah hatinya. Hatinya yang patah berulang kali karena ulah Randi. Dan kini, setelah setahun berlalu, hatinya masih belum sembuh juga. Dibiarkan terserak tanpa ada yang memungutnya. 

I'd climb every mountain
And swim every ocean
Just to be with you
And fix what I've broken
Oh, 'cause I need you to see
That you are the reason
(Calum Scott - You Are the Reason) 

Sebuah lagu yang baru saja mengalun merdu justru membuat air mata Eve jatuh tak terbendung. Sementara seorang lelaki berkemeja navy di sampingnya tampak terhanyut ikut menyanyikan lirik demi lirik lagu tersebut. 

Ingatan Eve masih tentang Randi. Andai Randi ada di samping gue, seharusnya Randi emang ada di samping gue malam ini, seperti malam-malam sebelumnya, batin Eve. Ya, Ia dan Randi memang sering menghabiskan waktu menyaksikan pagelaran musik Jazz. 

Eve masih menangis ketika lelaki di sampingnya tersenyum, bahkan sesekali tertawa kecil. "Kok malah nangis? Abis patah hati?" Ucap lelaki itu tersenyum lebar seakan tahu apa yang tengah Eve rasakan. 

Eve terdiam, pandangannya jauh ke masa-masa indah bersama Randi. Lagu itu, lagu yang pernah Randi nyanyikan untuk Eve, di mana ketika itu Randi memohon hati Eve untuk kembali, dan Randi selalu berhasil meluluhkan hati Eve. Tapi itu dulu, tidak dengan kali ini, tak ada lagi Randi, tak ada lagi lelaki yang meminta hatinya untuk kembali. 

"Nama gue Are, nama lo siapa? Sendirian aja?" Lelaki berkemeja navy tadi mengulurkan tangan.

Eve terkesiap. Matanya tak berkedip melihat sosok lelaki yang sedari tadi berdiri di sampingnya. Are, lelaki berwajah manis, dengan rambut ikalnya yang berwarna hitam, alisnya tebal, sorot matanya tajam, struktur giginya yang rapi membuat senyumnya semakin berkharisma. Tinggi Are yang berkisar di atas 180 cm membuat Eve harus mendongak ketika menatapnya. 

Oh, namanya Are, keren juga nih cowok. Ah, nggak Eve, apaan sih lo, nggak semudah itu kali ngelupain Randi. Batin Eve bergejolak, rupanya hatinya masih menolak untuk mencari pengganti Randi. 

"Halooo, mbaknya sehat? Mbak, saya saranin mbaknya pulang deh, daripada kenapa-kenapa kan. Gue liat dari tadi lo cuma ngelamun. Sayang kan tiket Java Jazz lo, mending buat yang lain."

"Apaan sih lo bawel banget?! Nama gue Eve, by the way suka-suka gue ya, mau nangis kek, ngelamun kek, salto, kayang, terserah gue. Kan tiket juga gue yang bayar sendiri!" Eve tak mampu menahan emosinya. 

Are tertawa lebar. Kepalanya mengangguk tanda tak mau meneruskan perdebatan. "Ya ya ya. Lelaki selalu salah, wanita selalu benar, hahaha..." Ucap Are dengan suara pelan. 

***

Notifikasi Whatsapp. Dari Stella, sahabatnya. "Eve minggu depan kita nge-Jazz di 'Ruang Publik' yuk, gue ajak Sita juga ya."

Eve tersenyum, kedua sahabatnya itu memang tak pernah kehabisan akal untuk menghiburnya. Di saat-saat seperti ini, mereka berdua lah yang selalu setia membuat Eve tersenyum. Dan Eve pun tak mampu menolak. 

Eve mengirim sebuah stiker Whatsapp dengan gambar jempol, tanda ia setuju. 

I'm trying to realize
It's alright to not be fine
On your own
(Jeremy Zucker - Comethru)

Sebuah lagu terdengar dari aplikasi layanan musik streaming di ponsel Eve. It's alright to not be fine, seakan mengingatkan Eve. Oke, gak apa-apa kok Eve, lo kuat, lo kuat. Ungkapnya menguatkan diri. 

Seketika bayangan Are muncul di pikiran Eve. Are? Kenapa kemaren gue nggak minta nomornya sih? Eh, tapi buat apa? Kenapa gue jadi kepikiran dia sih? Udah lah Eve, dia bukan siapa-siapa kok. 

***

To be with you is all that I need
'Cause with you
My life seems brighter
And these are all the things
I wanna say...
I will fly into your arms
And be with you
Till the end of time
(Ten 2 Five - I Will Fly) 

Pagelaran Jazz di sebuah kedai bernama 'Ruang Publik' memikat hati banyak penonton. Mereka terhanyut dalam lagu-lagu Jazz yang dihadirkan di sana. Tak terkecuali Eve, Stella dan Sita yang tak henti-hentinya bernyanyi dengan penuh ceria. Tak ada lagi mendung di mata Eve. Kini Eve sudah benar-benar merelakan apa yang seharusnya bukan jadi miliknya. 

Cukupkanlah, ikatanmu
Relakanlah, yang tak seharusnya untukmu
(Kunto Aji - Sulung) 

Tiga gelas jus buah yang tampak menyegarkan, mendarat di meja Eve dan kedua sahabatnya. Tampak pula seorang lelaki yang tak asing di mata Eve baru saja memesan sebuah minuman dan tengah mencari tempat duduk. Are? Iya, itu Are. Ngapain dia di sini?

"Loh, Eve?"

Are lebih dulu menyapa, sebelum bibir Eve mencoba menyapa Are, Ia kalah cepat. 

"Are?"

"Udah lama di sini, Eve?"

"Are, lo ngapain di sini?"

"Pertanyaan gue belum dijawab, Eve."

"Oh iya, iya, hhmm, udah lumayan lama kok." Jawab Eve kikuk. Duh kenapa gue jadi nervous gini sih? Batin Eve, sambil menenangkan diri. 

"Boleh gabung nggak?" Tanya Are. 

Sita dan Stella yang melihat percakapan Eve dan Are tampak senyum-senyum sambil berbisik. "Boleh, boleh banget, duduk aja," Ungkap Sita. 

"Kebetulan kita juga mau ke toilet kok, hehe, " Stella melanjutkan. 

Are dan Eve, keduanya kini duduk dalam satu meja. Beberapa menit pertama, tak ada sepatah kata pun yang muncul dari keduanya, hanya dua pasang mata yang diam-diam saling mencuri pandang, saling tatap, kemudian tertunduk dan terdiam lagi. Beberapa menit kedua, suasana mulai mencair, keduanya terlibat percakapan. Ada hal yang tak biasa, berhasil ditangkap dari keduanya. 

Saling bertukar pesan tiap malam, kini jadi kegiatan rutin Are dan Eve. Pagelaran Jazz pun tak pernah terlewatkan dari keduanya. Tampaknya ada perasaan yang berbeda di hati Eve. Sementara Eve tak tahu apakah Are memiliki rasa yang sama atau tidak. 

Kau yang selalu ada di dekatku
Kau sahabatku, haruskah 'ku menunggu
Hingga kau mengerti rasa hati ini
Tak ingin dirimu bersama yang lain
Aku sedang mencintaimu
Meski kau takkan pernah tahu
Akankah sang waktu menjaga hatiku
Untuk selalu menunggumu
(Maudy Ayunda - Sedang Mencintaimu)

***

There is bitter
In everyday but then I feel it
That you would be to the only one
Sometimes, it doesn't have to be so sure
The sweetest love can be so hard to find
We'll be better, in every way
But then I would, go to be in other space
(Ardhito Pramono - The Bitterlove)

Bibir Are dan Eve tengah menyanyikan sebuah lagu berjudul The Bitterlove ketika ponsel Are berdering berulang kali.

Eve menatap Are. Kemudian meminta Are untuk menerima panggilan di ponselnya. Are mengangguk, mengiyakan perintah Eve. 

"Iya, sayang, iya gue jemput, manja banget sih lo, hahaha, tunggu bentar lagi ya, gue ke sana."

Are lekas mematikan ponselnya, beberapa detik kemudian Ia pamit pada Eve. "Bentar ya Eve, gue mau jemput Natt dulu."

Eve hanya mengangguk. Kemudian menyesap secangkir lemon tea hangat yang kini sudah mendingin. Natt? Siapa Natt yang dipanggil sayang itu? Are nggak pernah cerita apapun soal Natt. Eve hanya bisa menerka-nerka. 

Seorang perempuan cantik berambut bob sebahu, berkulit cokelat eksotis, dan berwajah khas Indonesia itu kini tengah menggandeng tangan Are. Are juga tampak nyaman ketika tangannya berada di dalam genggaman wanita itu. Wanita yang tampak lebih muda lima tahun dari Eve itu terlihat tak banyak tingkah dan berkelas ketika mereka bertiga terlibat dalam suatu percakapan. Are dan Natt, mereka berdua emang serasi sih, sementara gue? Perasaan Eve mulai bergejolak. 

Eve memutuskan untuk segera pulang, perasaannya mendadak tak nyaman. Are juga tak keberatan dan tampak menikmati lagu-lagu yang masih mengalun pada pagelaran Jazz tersebut. Dan kini, ada Natt yang menemani Are. 

Let me go home
I've had my run
Baby, I'm done
I gotta go home
(Michael Buble - Home) 

***

Eve kehilangan. Radar Are semakin menjauh. 

Enam bulan berlalu. Aktifitas Eve masih sama. Merindukan Are yang jelas-jelas hatinya tak bisa dimiliki. Stalking Twitter dan Instagram Are pun jadi hobi yang menyenangkan, walau hal itu seperti "bunuh diri" karena bisa saja hal yang paling menyakitkan datang tanpa terduga. Foto Are dan Natt memakai cincin pertunangan atau pernikahan - misalnya. Tapi sejauh ini masih terlihat aman, hanya foto-foto estetik - tanpa wajah - yang jadi andalan Are, yang menghiasi feed di Instagramnya.

Eve tersadar, rindu-rindu yang hanya ia kirimkan melalui udara tak akan mampu membuat Are kembali padanya. Entahlah. 

I hope you come back to me
My minds running out with you faraway
I still think of you a hundred times a day
(Honne feat Georgia - Location Unknown) 

Monolog Kafe. Menjelang matahari menenggelamkan tubuhnya. Eve merapikan lembaran-lembaran portofolio desain grafis dan beberapa artikel yang sudah ia print beberapa jam yang lalu di kantornya. Hari ini Ia akan bertemu klien yang mengaku tertarik melihat hasil desain-desain Eve di sosial media. Kabarnya klien tersebut tengah membutuhkan seorang content creator untuk mengisi website dan sosial media pada bisnis kuliner yang baru dirintisnya.

Sudah lebih dari lima belas menit Eve menunggu, sementara sang klien pun belum datang juga. Segelas fresh milk sudah habis Ia minum. Namun Ia masih merasa haus, dan akhirnya memutuskan untuk memesannya kembali. 

Segelas fresh milk kedua mendarat di mejanya ketika seorang pria yang mengaku sebagai kliennya datang, dan duduk di hadapannya. Oksigen di sekitar Eve seperti berlari menjauh, dadanya sesak, Ia seperti kehabisan napas. Ia meneguk segelas fresh milk yang sudah sedari tadi ia genggam, tanpa jeda, dan menghabiskannya hingga tetes terakhir. 

Seseorang di depan Eve tertawa, takjub dengan sikap kikuk Eve yang terlihat lucu. "Apa kabar, Eve? Nggak lupa sama gue kan?"

"Ba... Baik..."

"Seneng ya, bisa ketemu lo lagi, setelah enam bulan ini lo susah banget diajak ketemu."

"Natt gimana?"

Are tertawa. "Kok lo malah nanya Natt? Nggak tanya gue aja?"

"Lo sama Natt gimana?"

"Everything is fine and nothing matters. Bahkan bulan depan Natt mau nikah."

"Oh, sorry gue nggak tau, lo pasti sedih ya?"

"Nggak lah, bahagia banget gue, karena adek gue satu-satunya itu bakal nikah."

"Natt? Dia adek lo?"

"Iya, emang lo pikir dia siapa?"

Hati Eve berbunga-bunga, harapannya memiliki hati Are mungkin masih ada - jika Tuhan mengizinkan tentunya. 

"Natt yang nyuruh gue untuk ketemu lo. Kata Natt, kalo cinta ya harus diperjuangin."

"Are..." Mata Eve berbinar. Ia kehabisan kata. Ya, lelaki itu kini ada di hadapannya. 

Maybe if you can see
What i feel through my bone
Every corner in me
There's your presence that grown
I want you to the bone
So bad I can't breathe
(Pamungkas - To The Bone)
 

***

dok. (Putri Apriani)
dok. (Putri Apriani)

Kami anggota tim Toe-ma-toes (toekang makan suka toelis-toelis) siap sedia dan haap! dalam melakukan aksi Estafet Perdana Blog Competition Sambung Menyambung Menjadi Konten, Uhuy!!! 

1. Eryani Kusuma Ningrum
2. Efa Butar-butar
3. Putri Apriani

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun