Mohon tunggu...
Pura Pura Penyair
Pura Pura Penyair Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

Pura-Pura Penyair merupakan komunitas menulis yang berfokus pada laku budaya kreatif berpuisi sekaligus media publikasi: tempat puisi diapresiasi. Terbentuk di Yogyakarta pada 12 April 2017. Instagram: @purapurapenyair

Selanjutnya

Tutup

Seni

Kilas Sejarah Komunitas Pura-Pura Penyair

15 Januari 2024   01:02 Diperbarui: 19 Januari 2024   10:37 546
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Logo Komunitas Pura-Pura Penyair

Pura-Pura Penyair merupakan komunitas menulis yang berfokus pada laku budaya kreatif berpuisi sekaligus media publikasi alternatif. Dibentuk secara kolektif oleh Daffa Randai, Peka Tariska, Adilla W. Kirana, Dini Harani, Dhea S. Mahesa, Ardian Nofriyanto, dkk. pada hari Rabu, 12 April 2017 di Yogyakarta, tepatnya di Burjo Mekar Mukti, Jl. Batikan, Kali Manunggal No. 20A, Tahunan, Kecamatan Umbulharjo, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, 55167.

Sebagai komunitas, Pura-Pura Penyair mulanya hanya beranggotakan sebagian kecil mahasiswa Program Studi (Prodi) Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI), Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa. Beberapa anggota lainnya berasal dari Prodi Pendidikan Matematika dan Prodi Manajemen dari Fakultas Ekonomi, yang kebetulan juga menaruh minat terhadap aktivitas literat: membaca, berdiskusi, dan memproduksi teks kreatif sastra, puisi khususnya.

Setelah sekian waktu debut sebagai komunitas yang hanya hidup-dihidupi oleh beberapa orang, pada hari Jumat, 22 September 2017 Pura-Pura Penyair resmi memperluas jangkauan keanggotaan komunitas, yang mulanya terbatas hanya untuk mahasiswa aktif Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa, menjadi terbuka untuk umum. Momen perluasan tersebut ditandai dengan dibuatnya grup  WhatsApp dan diperkenalkannya akun Instagram resmi Pura-Pura Penyair sebagai media publikasi alternatif komunitas.

Oleh Pura-Pura Penyair, grup WhatsApp difungsikan sebagai ruang yang memungkinkan terjadinya pertukaran pengetahuan dan diskusi karya, sementara Instagram difungsikan sebagai media yang bertugas mempublikasikan sekaligus mempromosikan puisi-puisi pilihan hasil kerja kreatif anggota (internal) komunitas. Seiring kemudian, media publikasi tersebut akhirnya berkembang menjadi media publik, yang tidak hanya merilis karya pilihan dari anggota, melainkan juga merilis karya yang dikirim oleh para penulis non-anggota komunitas.

Keputusan memperluas lingkup keanggotaan dan aktifnya akun Instagram Pura-Pura Penyair ternyata memperoleh sambutan baik dari berbagai pihak, mulai dari anggota baru komunitas yang berasal dari lintas daerah/kota di Indonesia, penulis puisi yang memulai debut di Instagram, hingga para dosen universitas yang saat itu sedang mencari objek material penelitian.


Per tahun 2018, Pura-Pura Penyair mulai kerap memperoleh undangan untuk terlibat di berbagai event di Yogyakarta, beberapa di antaranya berasal dari Go-Jek: Go-Food Festival di Kampung Tugu Yogyakarta, Selasa Sastra yang diselenggarakan oleh Suara Pemuda Jogja bekerjasama dengan DPD KNPI Bantul dan Obah Owah T-Shirt dan digelar di Plaza Balai Dikmen Bantul/DPD KNPI Bantul, Malam Puncak Bulan Bahasa 2018 dan HUT Ke-32 Prodi PBSI Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa, Special Performance di event Malam Puncak Mipa Day's #2 dan Pekan Raya FKIP 2018, dll.

Selain aktif dan terlibat di berbagai event, pada tahun yang sama, akun Instagram Pura-Pura Penyair yang tak lain ialah media publikasi alternatif komunitas, dijadikan sebagai objek material penelitian untuk Jurnal Internasional oleh Nailiya Nikmah, salah seorang Dosen di Universitas Politeknik Negeri Banjarmasin.

Penelitian tersebut berjudul: POEM AS PART OF CYBER LITERATURE IN THE MILLENNIAL ERA (STUDY OF INSTAGRAM ACCOUNT @PURAPURAPENYAIR) dan terhimpun dalam Jurnal Internasional bertajuk: PROCEEDING OF INTERNATIONAL SEMINAR: The Synergy between Literature and Communication Science as a Means of Cultural Diplomacy in Building a New Civilization in the Millennial Era.

Pada tahun 2020, bertepatan dengan hari kelahiran Chairil Anwar sekaligus peringatan Hari Puisi Indonesia, Pura-Pura Penyair merilis e-book kumpulan puisi berjudul Mengunci Ingatan. E-book tersebut ditulis oleh 20 anggota komunitas yang berasal dari pelbagai daerah/kota di Indonesia.

Selang beberapa waktu pascarilis, e-book Mengunci Ingatan kemudian dipilih dan dijadikan sebagai objek material penelitian a.k.a skripsi oleh Mahazan, salah seorang mahasiswa Prodi PBSI Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa. Skripsi tersebut berjudul: Simbol dan Makna dalam Kumpulan Puisi Mengunci Ingatan Karya Adilla W. Kirana, Dkk. (Pendekatan Semiotika Riffaterre).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun