Mohon tunggu...
Agustinus Gereda Tukan
Agustinus Gereda Tukan Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Suka membaca dan menulis. Selain buku nonfiksi, menghasilkan tulisan narasi, cerpen, esai, artikel, yang termuat dalam berbagai media. Minat akan filsafat, bahasa, sastra, dan pendidikan. Moto: “Bukan banyaknya melainkan mutunya” yang mendorong berpikir kritis, kreatif, mengedepankan solusi dan pencerahan dalam setiap tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menguak Taktik atau Perilaku Berpura-pura Tuli: Dampak dan Solusi Mengatasinya

24 Mei 2024   06:56 Diperbarui: 24 Mei 2024   07:04 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Setiap kali Ibu Rina memberikan instruksi tentang pembersihan gudang, Dewi (ART) tampak sibuk dengan pekerjaan lain atau pura-pura tidak mendengar dengan memasang earphone atau menyibukkan diri sambil menyapu. Ketika ditanya, Dewi pura-pura terkejut dan berkata bahwa ia tidak mendengar instruksi tersebut karena sibuk atau karena ada suara bising dari luar rumah.

Cerita ini menunjukkan, bagaimana seseorang menggunakan taktik atau perilaku pura-pura tuli untuk menghindari atau lari dari tanggung jawab yang diberikan. Tindakan menghindari beban kerja tambahan, dengan pura-pura tidak mendengar instruksi atau permintaan yang diberikan oleh atasan, orang tua, guru, atau pihak lainnya. Perilaku negatif ini adalah bentuk pengelakan yang cukup umum terjadi di berbagai konteks kehidupan, seperti tempat kerja, pendidikan, keluarga, dan keagamaan.

Hakikat Perilaku Pura-pura Tuli

Berpura-pura tuli adalah taktik atau perilaku penghindaran seseorang untuk lari dari tanggung jawab atau beban kerja tambahan. Ia pura-pura tidak mendengar atau tidak memperhatikan instruksi, permintaan, atau tugas yang diberikan oleh pihak lain. Perilaku ini dapat ditemukan dalam berbagai konteks kehidupan. Misalnya, karyawan yang berpura-pura tidak mendengar instruksi atasan, siswa yang menghindari tugas dengan pura-pura tuli di kelas, pembantu rumah tangga yang mengabaikan instruksi majikan untuk menghindari pekerjaan tambahan, atau umat yang apatis terhadap kegiatan keagamaan.

Perilaku pura-pura tuli memiliki karakteristik, seperti tidak responsif, tidak tertarik, dan mengalihkan perhatian. Individu yang menggunakan taktik ini cenderung tidak memberikan respons atau reaksi yang sesuai ketika diberi instruksi atau permintaan. Mereka menunjukkan sikap acuh tak acuh atau kurangnya minat terhadap apa yang sedang diinstruksikan atau diminta. Mereka sering mengalihkan perhatian dengan sibuk melakukan aktivitas lain, seperti menggunakan ponsel, memainkan game, atau mengobrol dengan orang lain, sebagai cara untuk menghindari tanggung jawab atau tugas yang diberikan.

Perilaku pura-pura tuli dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti menghindari beban kerja yang berlebihan, kurangnya motivasi atau minat terhadap tugas tertentu, dan ketidakmampuan menyelesaikan tugas yang diberikan. Individu merasa terbebani tugas atau tanggung jawab yang ada.  Mereka menggunakan taktik pura-pura tuli untuk menghindari beban kerja tambahan yang terlalu berat. Beberapa individu kurang tertarik melakukan tanggung jawab yang diberikan. Mereka mencoba menghindarinya dengan tidak memperhatikannya. Individu tersebut merasa tidak kompeten menyelesaikan tugas atau tanggung jawab yang diberikan. Ia menggunakan taktik berpura-pura tuli untuk menghindari rasa tidak nyaman atau kegagalan yang mungkin terjadi.


Psikolog klinis Suzanne Degges-White (2019), dalam Understanding Avoidance Behavior: Why We Avoid Tasks and How to Stop, menyatakan: "Perilaku berpura-pura tuli sering merupakan hasil ketidakmampuan seseorang untuk mengatasi stres atau ketidaknyamanan yang terkait dengan tugas atau tanggung jawab yang diberikan."

Dampak Berpura-pura Tuli

Perilaku berpura-pura tuli membawa dampak negatif di tempat kerja, pendidikan, keluarga, dan keagamaan.

Pertama, terjadinya penurunan produktivitas karena tugas-tugas yang seharusnya diselesaikan oleh individu tersebut tidak terlaksana dengan baik atau terlambat.

Kedua, muncul ketegangan dan konflik antar rekan kerja, terutama jika pekerjaan terganggu oleh perilaku berpura-pura tuli.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun