Sial, berimajinasi tentang kabar yang tenang saja aku gagal
Di mana sebuah gaduh dari selembar kertas kosong dengan pena yang masih terisi baik-baik saja,
Kata-kata tak mau lagi diajak bicara
Seakan-akan rasa tenang hanya milik mereka yang pandai mencairkan suasana
Payah, berimajinasi tentang penantian yang tenang saja aku menyerah
Di mana sebuah terbit dari sayap-sayap kosong seekor burung dengan harapan yang melayang penuh legawa,
Terbenam mereka tak pernah hampa
Seakan-akan rasa tenang hanya milik mereka yang dibiasakan oleh rasa percaya
Bedebah, berimajinasi tentang rumah yang tenang saja aku kalah
Di mana sebuah pemandangan dari kolong-kolong jembatan yang wajah ibunya jauh dari kata glowing atau jerih tak seberapa ayahnya yang sering basah terkena keringat bercucur
Kebersamaan mereka tak pernah hancur
Seakan-akan rasa tenang hanya milik mereka yang dicukupkan dengan rasa syukur
Celaka, berimajinasi tentang kematian yang tenang saja aku nelangsa
Di mana sebuah pemakaman dari pohon-pohon kamboja yang tak lagi berbunga dengan tanah-tanah merah yang berhenti tertawa
Air mata tetap saja berbicara
Seakan-akan rasa tenang hanya milik mereka yang lebih memilih berdoa, bukannya bermuram durja
***
Puhid Akhdiyat
14/07/21.