Mohon tunggu...
IDM JAMBI
IDM JAMBI Mohon Tunggu... -

Ikatan Diaspora Muda Jambi atau IDM Jambi adalah organisasi kepemudaan yang mewadahi pemuda asal Propinsi Jambi yang sedang dan telah berkarya di luar negeri.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Penari Terakhir

7 Maret 2019   19:55 Diperbarui: 7 Maret 2019   20:11 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

. . . Kami menyelesaikan latihan menari malam ini, kami melewati kamar nenek silas, satu-satunya ruangan yang lampunya telah dipadamkan, tapi cahaya lilin menerobos masuk melewati celah entilasi dan seperti biasa, kami sering mendengar nenek tua itu bercakap-cakap sendiri, tidak, seperti ada tamu, temannya?. Tapi siapa ditengah malam begini. Entahlah, Rwanda menyeret tubuhnya masuk kerumah dan merebahkannya ke sofa, menyamankan leher dan melemaskan jari-jari lentiknya, menyilangkan kakinya yang jenjang menjuntai ke lantai. Tidak ada kantung kain lagi diluar, aku juga telah menggulung pintalan benang yang tadinya akan kutenun malam ini, aku malah bergabung dan berbaring santai disebelah Rwanda, sementara semua orang masih saja sibuk menyiapkan segala macamnya untuk perhelatan besar Pesta danau yang akan berlangsung sebulan lagi. Jika kau tidak kenal kami, aku berani bertaruh kau akan mengira kami kembar. Ibu Rwanda adalah kakak ibuku mereka penari Niti Mahligai terbaik di generasinya, aku mewarisi kulit kuning langsat, mata bundar dan bibir tipis miliknya. Sementara Rwanda memiliki mata teduh milik almarhum ayahnya, matanya syahdu sekali, dagu kecil, leher jenjang dan rambut panjangnya membuatmu tersihir untuk terus melihatnya.

'' Ibu dan penari-penari akan pulang terlambat besok, kau tumbuklah beras dan jangan lupa siapkan bara pastikan kau tidak menghanguskannya,, mereka akan menggambilnya nanti malam, katakan pada nenek silas untuk memberi kalian makan''

'' Aku ingin ikut, bu !'' bantahku

Ibuku tersenyum, membelai rambutku dan menjawab '' Sedikit lagi, bersabarlah gadis manis'' jawaban yang sama, ibu berlalu dan obor-obor yang menerangi mereka lenyap dibalik pepohonan..

Aku, Rwanda dan dua orang teman kami, sika dan nana bergegas membagi tugas. Kami akan menyelesaikan ini segera, kami sudah dilatih menari sejak kecil, hidup bersama penari-penari dewasa, penabuh gendang, dan tetua-tetua. Kami sudah mahir melakukannya.Kami bukan anak-anak lagi, ini tidak adil. Ibu dan teman-temannya memulai menari untuk Kenduri seko di usia kami, kenapa hingga saat ini bahkan kami tidak diizinkan ikut sekedar untuk melihat, jika tidak sekarang kami harus menunggu kenduri seko selanjutnya berarti empat tahun lagi, Ohh.. tidak! dadaku rasanya akan meledak, aku tidak tahan lagi.

Bulan purnama menggantung dilangit, memandangi empat gadis menyusup di tengah kerumunan dengan jubah-jubah panjang mereka menyeret di tanah bumi, angin lembut tidak berusaha menyibak wajah mereka, hingga mereka berhasil masuk ke tengah kenduri. Pesta menyyambut panen dan berkah, enam penari dewasa niti mahligai telah berpakaian lengkap dengan tengkuluk, selendang mayang, kain-kain bludru hitam dan gincu merah di bibir tipisnya. Empat gadis terperangah meliat kemegahan pesta itu, dupa-dupa dinyalakan asap putih mengepul, harum semerbak malam, gendang mulai ditabuh, menghentak-hentak dan seruling membuai dalam keramaian. Disisi lainnya para sesepuh, tuo tengganai duduk melingkar, sepanjang kain hijau membentang dengan sirih, rokok, dan gulungan daun sirih, sementara masyarakat telah ramai menyembutnya. Ahh.. ya ada juga nenek tua itu. Mengawasi mereka. .


''Nana, kau yakin caramu mengaitkan selendangnya benar begitu'' tanya rika, leher hingga dagunya tampak kaku karena gugup,tangannya begetar sesekali jika saja dia menyadari dia tampak menakjubkan dengan balutan busana penari didalam jubahnya.Tapi kami benar-benar tak punya waktu untuk bercermin. ''ya, tentu saja. Aku yang terbaik tentang busana ini'' jawab nana santai

''Baik, begini rencananya.. aku dan Rwanda akan menyelinap ke barisan pertama penari muda membawa bara dan bergabung disana, saat kami beri kode lepas jubah kalian harus sudah ada di belakang kami di bagian pojok telur -- telur itu, memasukan jubah kita dan bergabung ke rombongan penari selanjutnya, jika perhitungan ku tepat, mestinya kita akan baik -- baik saja karena bara sedang menyala besar dan perhatian akan tertuju kesana, disitulah kesempatan kita'' -- ujar ku diiringi dengan anggukan dari mereka bertiga, Rwanda diam saja, sejujurnya aku merasa ada yang sedang memperhatikan kami sejak tadi tapi aku tidak ingin membuat teman-temanku takut. Kami sedang bersemangat!

'' Rwanda, sebelah sini'' kami menambah bara yang kami bawa ke lantai kotak, api merahnya menyala-nyala.

'' kemarikan jubahmu'' ujar Rwanda dengan sigap melempar jubah kami pada nana dan rika.

Penari-penari dewasa mulai menggerakkan pinggulnya, bertale, menari lembut dan meniti bilahan pedang-pedang yang disusun seperti jembatan, kaki mereka tentu tidak terluka. Lalu mereka ke bara api. Aku dan Rwanda , berhasil masuk bersama penari-penari muda menginjak-injak bara api dengan riangnya menghentak-hentak di bara api yang menyala, sambil bersorak --sorak. Malam semakin hidup. Aku larut di dalamnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun