Mohon tunggu...
Operariorum
Operariorum Mohon Tunggu... Buruh - Marhaenism

Operariorum Marhaenism, merupakan Tulisan-tulisan mengenai ditindasnya orang Minoritas didalam realitas dan pola-pola diskriminasi yang dilakukan oleh pemilik otoriter, korporat dan kapitalissecara semenang-menang dan tidak adanya keadilan bagi kaum maniver mikro.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Kongnisi Pidana dalam Legitimasi

27 Februari 2021   12:58 Diperbarui: 27 Februari 2021   13:00 449
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

' Waktu terbentuknya KUHP kita, Menteri Modderman dengan tegas me- nyerahkan pilihan antara ajaran objektif dan subjektif kepada ilmu pengetahuan dan peradilan karena menurut beliau, keduanya lebih sanggup mencari jalan yang tepat daripada pembuat undang-undang. Memang yurisprudensi sedikit demi sedikit sempat membangun jalur kebijakan untuk menghadapi kebhinnekaan situasi dalam praktik yang tidak dapat diatur secara tuntas oleh ketentuan hukum yang abstrak. Jadi, sangat penting untuk mengetahui pertumbuhan jalur kebijakan dari Hoge Raad.

Pada tahun 1934 Hoge Raad mengeluarkan Putusan Pembakaran di Kota Eindhoven.

Duduk Perkara A dan B bersepakat untuk membakar rumah dengan persetujuan pemilik- nya yang sedang bepergian, dengan maksud untuk membagi pembayaran asuransi yang akan diperoleh di antara mereka bertiga. Mereka membuat sumbu panjang dari pakaian bekas, mencelupkannya ke dalam bensin dan menaruhnya di seluruh rumah. Ujung sumbu diikat dengan "pistol gas" dalam dapur. Picu dari pistol diikat dengan tali yang melalui jendela dapur ditarik melewati tembok luar sehingga semua peralatan itu danat dipergunakan dari luar rumah. Setelah menjadikan rumah "siap bakar mereka pergi dengan maksud kembali pada waktu malam untuk menarik tali tadi. Bau bensin mengganggu hidung orang-orang lewat dan terjadilah kerumunan orang di sekitar rumah itu. Mudah dipahami bahwa waktu para calon penarik tadi kembali dan melihat kerumunan itu, mereka takut dan mengambil langkah seribu.

Persoalannya ialah apakah di sini hanya ada perbuatan persiapan atau kah juga ada perbuatan pelaksanaan yang bukan karena kehendak pe. lakupelakunya (takut karena kerumunan orang yang mencium bensin) tadi mengakibatkan delik pembakaran menjadi tidak selesai? Sebenarnya, persoalannya adalah apakah tidak dapat dipidana karena belum ada permulaan pelaksanaan sebagaimana Pasal 53 KUHP atau dapat dipidana berdasarkan Pasal 53 KUHP? Hoge Raad memutuskan yang pertama berdasarkan penalaran bahwa niat dari pembuat telah ter- nyata dari adanya permulaan, asalkan telah dilakukan perbuatan yang: Tidak hanya merupakan keharusan untuk pembakaran yang dimaksudkan; Tidak dapat ditujukan pada perbuatan lain; Berhubungan langsung dengan kejahatan yang dituju. b) (Sifat-sifat mana juga ada pada banyak perbuatan persiapan). c) Tetapi yang menurut pengalaman memang dapat menimbulkan kebakaran tanpa perbuatan lebih lanjut dari pelaku. d) Kecuali sekiranya terjadi sesuatu yang tidak terduga, seperti: pistol macet; sumbu yang tercelup bensin tidak menyala; api yang tidak merambat sekalipun pistol sudah bekerja; tangan yang akan menarik, tetapi ditepiskan

alam yurisprudensi lama, HR menggunakan (a) sebagai kriteriuum obiel tif tetapi dalam arrest ini, sambil membela diri dalam (b), menambah kan kriterium kedua dalam bentuk rumusan Simons, yaitu (c). Dalam (d) HB memberikan beberapa contoh yang menurut pendapatnya termasuk daerah pelaksanaan. Karena dalam kasus tersebut termaksud, baik lo) maupun (d) tidak terpenuhi, maka tidak ada percobaan yang dapat dipidana.

Memori penjelasan (seperti diketahui), menyerahkan penentuan batas praktik sehingga HR dimungkinkan untuk mencari pemecahan dengan mempertimbangkan semua kekhususan suatu perkara dan menentukan titik singgung dalam rumusan delik. Ajaran Simons khusus tertuju pada delik materiil sehingga tidak mengherankan kalau HR dalam putusan ini, yang mengenai Pasal 187 KUHP, memutuskan senada itu. Dipertanyakan apakah HR masih berpendirian sama seperti pada tahun 1934? Sulitnya menjawab pertanyaan demikian karena kita bergantung pada perkara-perkara yang terjadi dalam praktik dan yang mencapai tingkat kasasi.

Akan tetapi, ada satu perkara yang hampir sama, yaitu apa yang dinama- kan Putusan Pipa Gas (HR 21 Mei 1951).

: Raad tersebut di atas, dalam tahun 1924, yaitu "tidak dipidana kalau" sudah mengarah ke problematik ini).

  • Percobaan Tidak Mampu Percobaan tidak mampu diartikan sebagai percobaan yang betapapun lanjutnya tidak akan dapat menyelesaikan kejahatan karena sarananya atau tujuannya tidak mampu. Ketidakmampuan sarana atau tujuan di- bedakan antara yang mutlak dan yang nisbi. Tidak mampu mutlak adalah sarana atau tujuan yang dalam keadaan apa pun tidak dapat mendatangkan hasil yang dikehendaki. Tidak mampu nisbi adalah sarana atau tujuan pada umumnya dapat mendatangkan hasil yang dikehendaki, tetapi dalam keadaan tertentu tidak demikian.

  • Jadi, ada empat kemungkinan a, b, c, dan d. Contoh dari

  • a: percobaan peracunan dengan bubukan yang oleh pe- lakunya dikira warangan (racun), tetapi ternyata gula.

  • Contoh dari b: Percobaan pengguguran kandungan dengan warangan (racun) yang ternyata tidak ada kehamilan. Contoh dari
  • c: percobaan peracunan dengan warangan (racun) yang dosisnya terlampau kecil. Contoh dari d: mencoba mencuri dari peti uang yang ternyata kosong.

Dapat dipahami bahwa pertentangan antara ajaran objektif dan subjek- tif meruncing dalam masalah percobaan tidak mampu. Ajaran subjektif tidak membutuhkan pembedaan antara tidak mampu nisbi dan mutlak. Semua bentuk percobaan tidak mampu, baik itu nisbi (c dan d) maupun mutlak (a dan b) dapat dipidana menurut ajaran subjektif. Dalam teori ini percobaan yang dapat dipidana berdasarkan sikap batin jahat dari pembuat dan ini adalah identik dalam kedua hal tersebut. Sebaliknya, teori objektif menginginkan hanya percobaan yang tidak mampu mutlak vang tidak dapat dipidana sebab percobaan ini dalam keadaan apa pun tidak menimbulkan bahaya objektif bagi tertib hukum. Lain halnya dengan percobaan yang tidak mampu nisbi.

Sarana atau tujuan yang dipilih pada umumya tidak mengesampingkan diselesaikan- nya kejahatan yang dituju, tetapi dalam keadaan konkret kemungkinan hasilnya berkurang dan karena inilah dianggap menimbulkan bahaya bagi tertib hukum dan dapat dipidana. Dalam Putusan Uang Sen Tembaga (HR 7-5-1906), HR dalam hal demikian mengikuti ajaran objektif. Berdasarkan keterangan saksi ahli, hakim menerima adanya sarana yang tidak mampu mutlak dalam perkara berikut. Berminggu-minggu se- orang wanita merendam beberapa keping uang sen tembaga dalam air mendidih dengan maksud untuk membuat teh dengan air larutan itu bagi suaminya. Para saksi ahli berpendapat bahwa air larutan tembaga itu tidak mungkin mematikan orang. Hoge Raad berpendapat, sesuai ajaran objektif, bahwa percobaan dengan alat yang tidak mampu mutlak tidak dapat dipidana.

3. "Mangel am Tatbestand" dan Delik Putatif Mirip sekali dengan percobaan yang tidak mampu mutlak adalah yang dinamakan mangel am tatbestand. Ini tidak mengenai perbuatan yang karena sarana atau tujuan yang dipilih tidak mungkin menyelesaikan ke. jahatan, tetapi tentang perbuatan yang tidak mungkin mewujudkan rumusan. delik karena tidak adanya unsur esensial dari rumusan ini. Sebagai contoh, mengambil barang yang pada saat itu sudah menjadi milik pembuat sendiri tidak mungkin menjadi pencurian karena rumusan mensyaratkan bahwa barang yang diambil "seluruhnya atau sebagian milik orang lain".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun