Mohon tunggu...
Mbah Priyo
Mbah Priyo Mohon Tunggu... Engineer Kerasukan Filsafat

Priyono Mardisukismo - Seorang kakek yang suka menulis, karena menulis bukan sekadar hobi, melainkan vitamin untuk jiwa, olahraga untuk otak, dan terapi kewarasan paling murah.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Toxic Positivity : Topeng Yang membakar Habis Diri-Sendiri.

30 Juli 2025   10:05 Diperbarui: 30 Juli 2025   08:07 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tersenyum demi pekerjaan - Kreasi AI

Menurut data WHO, bunuh diri adalah penyebab kematian nomor dua terbanyak di kalangan usia 15–29 tahun. Dan banyak di antaranya berasal dari mereka yang terlihat "baik-baik saja".

Tokoh psikologi humanistik Carl Rogers pernah berkata:

“The curious paradox is that when I accept myself just as I am, then I can change.”

Artinya, perubahan—dan penyembuhan—baru bisa terjadi jika seseorang diterima tanpa syarat. Tanpa harus memakai topeng. Tanpa harus terus "positif" padahal batinnya sedang berteriak.

Budaya Toxic Positivity dan Diam yang Membunuh

Di tengah budaya kerja yang menuntut pencitraan, dan lingkungan sosial yang cepat menilai, banyak dari kita terjebak dalam toxic positivity. Kalimat seperti “Kamu harus kuat!”, “Jangan mengeluh!”, atau “Bersyukur dong!” sering kali menjadi racun halus yang menutup pintu ekspresi emosi manusiawi.

Padahal, menangis itu sehat. Mengeluh itu manusiawi. Mengaku lelah bukan dosa.

Jika lingkungan kita tidak memberi ruang untuk emosi negatif—maka orang-orang yang sedang jatuh akan terus berpura-pura berdiri. Sampai akhirnya mereka jatuh untuk selamanya.

Penutup: Dengarkan, Jangan Hanya Menilai

Kita sering mengidolakan mereka yang selalu tampak kuat. Tapi mungkin yang mereka butuhkan bukan pujian, melainkan pelukan. Kita terlalu cepat berkata "semangat!" tapi terlalu pelit untuk bertanya, "Apa yang kamu rasakan sebenarnya?"

Barangkali kita tak bisa menyelamatkan semua orang. Tapi dengan menciptakan ruang aman untuk jujur, mendengar tanpa menghakimi, dan memberi izin untuk tidak baik-baik saja, kita bisa jadi satu alasan kenapa seseorang memilih bertahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun