Mohon tunggu...
Priyasa Hevi Etikawan
Priyasa Hevi Etikawan Mohon Tunggu... Guru - Guru SD || Pecinta Anime Naruto dan One Piece

Penulis buku Asyiknya Menjadi Penulis Pemula (2023) | Antologi 1001 Kisah Guru (2023)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Pergulatan Guru di Tengah Isu Dekadensi Moral Siswa

11 Februari 2024   15:12 Diperbarui: 22 Februari 2024   11:47 820
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://eduprima.id/2023

Dalam konteks pembentukan pendidikan karakter siswa dewasa ini, guru berada dalam posisi yang tidak mudah. Sebagaimana telah dijelaskan di atas kita mengerti dan menyadari akan fenomena dekadensi moral siswa sebagai pengaruh dari era disrupsi sekarang ini.

Idealnya memang perkembangan jaman yang begitu luar biasa ini harus diikuti dengan penanaman nilai-nilai etis dan pembentukan karakter yang kuat. Agar anak-anak tidak terseret arus negatif dari perkembangan jaman itu sendiri. Agar anak-anak tetap menjadi generasi yang cerdas dan berakhlak mulia.

Masih ingat kejadian-kejadian kekerasan di sekolah yang dilakukan baik oleh oknum guru maupun oknum siswa itu sendiri? Sekarang marak bukan kejadian menyimpang semacam itu? Guru dan sekolah harus bisa menempatkan diri dengan tepat dan presisi.

Saya yakin sampai kapanpun isu yang berkaitan dengan moralitas siswa kita tidak akan pernah redup untuk dibicarakan. Semakin majunya zaman maka isu ini juga akan semakin santer mendapat perhatian serius diantara kita semua.

Ki Hajar Dewantara dan Rabindranath Tagore menawarkan solusi sekolah asrama lewat pandangan kritisnya. Dengan asumsi berpikir bahwa di dalam sekolah asrama siswa hidup dalam miniatur kehidupan yang ideal. Di mana siswa secara intensif bertemu dan berinteraksi dengan siapapun dalam sebuah "rekayasa" lingkungan terbaik. 

Siswa belajar dan berinteraksi dari guru dan lingkungan yang sesuai dengan visi misi pembentukan karakter itu sendiri. Di dalam sekolah asrama siswa belajar banyak kebaikan dan minim pengaruh negatif dari yang datangnya dari luar. Ini dianggap cukup efektif untuk membentuk moral etika siswa menurut kedua tokoh pendidikan tadi.


Tapi kemudian timbul pertanyaan, "Bukankah tidak selamanya siswa hidup dan berinteraksi di dalam asrama? Karena toh kelak siswa juga kembali hidup di tengah-tengah masyarakat yang heterogen dengan segala percampuran nilai dan tradisi di dalamnya? Siapa yang menjamin siswa setelah lulus dan keluar dari asrama maka tidak akan terkontaminasi pengaruh-pengaruh negatif?" Artinya tawaran solusi ini pun juga terdapat plus minus di dalamnya.

Karena pada dasarnya guru tidak bisa bergerak sendirian. Dalam melawan fenomena dekadensi moral ini perlu kerja sama dan kebulatan tekad dari semua pihak. 

Guru dan sekolah tidak akan mampu menjadi superhero dalam mendidik karakter siswanya. Justru guru dan sekolah harus sangat berhati-hati dalam hal ini. 

Tidak sedikit kejadian guru dan sekolah ingin menegakkan aturan untuk mendisiplinkan siswanya justru malah berujung pada tuntutan hukum di muka pengadilan. Maksudnya baik tapi malah berujung menimbulkan masalah yang tidak baik bagi guru dan sekolah itu sendiri. Menjadi serba salah memang.

Konsep trilogi pendidikan milik Ki Hajar Dewantara memang sangat tepat. Karena di dalam konsep tersebut menyatakan bahwa keberhasilan pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, sekolah dan masyarakat. Bahkan menurut saya tanggung jawab tersebut harus disertai komitmen kuat di antara tiga elemen tadi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun