Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Kata Bruce Lee, Jadilah Air

15 November 2020   17:35 Diperbarui: 15 November 2020   17:44 1045
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Air yang menetes keluar dari batu bukan melalui kekuatan, tetapi melalui kegigihan (ilustrasi: unsplash.com/Yoann Boyer)

"Master Ip, ini aku Xiaolong," kata Xiaolong pada Ip Man di kediamannya. "Waktu kecil aku ingin belajar bela diri padamu. Tapi guru bilang tunggu aku dewasa dulu. Sekarang aku sudah pantas menjadi muridmu."

"Mengapa aku harus menerimamu?" tanya Ip Man.

"Karena aku akan menjadi muridmu yang terbaik," tegas Xiaolong dengan penuh keyakinan.

"Mengapa kamu begitu yakin?"

"Karena aku sangat cepat," jawab Xialong sambil memperagakan kuda-kudanya.


"Seberapa cepat?" tanya Ip Man. Dibukanya bungkus rokok di meja, kemudian diambilnya satu batang.

Ketika hendak menyulut batang rokok, tiba-tiba Xiaolong menendang ke arah wajah Ip Man. Tendangan Xiaolong ternyata kalah cepat dengan gerakan Ip Man yang berhasil menghindar.

Tak percaya, Xiaolong menendang lagi. Dengan santai menolehkan wajah ke kiri, Ip Man tetap berhasil menghindari tendangan kilat Xiaolong.

"Kurang cepat, Nak," kata Ip Man.

Kemudian, dilemparkannya batang rokok yang masih menyala ke arah Xiaolong. Dengan sigap Xiaolong berhasil menendang batang rokok itu hingga patah.

"Bisakah lebih cepat lagi?" tanya Ip Man.

Tanpa menunggu jawaban, berturut-turut dilemparkannya batang rokok satu per satu ke berbagai arah, hingga rokok dalam bungkusnya itu habis. Semuanya berhasil ditendang Xiaolong.

Terakhir, dengan cepat Ip Man mengguyurkan air putih dalam gelas ke wajah Xiaolong. Tak kalah sigap, Xiaolong langsung menendang. Maksudnya agar arah air berbelok dan tidak mengenai wajahnya. Namun apa yang terjadi?

Guyuran air terpecah menjadi percikan-percikan kecil. Satu percikan mengenai wajah Xiaolong. Melihat kenyataan itu, Xiaolong kemudian keluar dari rumah Ip Man.

***

Gunakan Analogi Air dalam Prinsip Hidup Kita

Konon, kejadian ini menginspirasi Xiaolong, atau yang lebih kita kenal dengan nama populernya: Bruce Lee. Sifat air yang sangat lentur dan seimbang dijadikan Bruce Lee sebagai salah satu filosofi hidupnya yang populer hingga saat ini.

Air adalah keseimbangan. Metaforanya menangkap keseimbangan yang kita butuhkan dalam hidup.

Air tidak melihat ke kiri atau ke kanan. Air hanya merintis jalannya sebisa mungkin. Air beradaptasi, tetapi selalu bertahan. Bahkan saat istirahat, air masih perlahan menggerogoti sekitarnya.

Dalam bukunya Striking Throughts: Bruce Lee's Wisdom for Daily Living, Bruce Lee menjabarkan analoginya sebagai berikut:

Jadilah seperti air yang melewati celah-celah. Jangan terlalu tegas, tetapi sesuaikan dengan objeknya, dan Anda akan menemukan jalan keluar atau melaluinya. Jika tidak ada dalam diri Anda yang tetap kaku, hal-hal lahiriah akan terungkap dengan sendirinya.

Air tidak memiliki bentuk sendiri. Air menyesuaikan bentuknya seperti tempat di mana ia menempatinya. Jika kita memasukkan air ke dalam cangkir, bentuk air menjadi seperti cangkir. Masukkan air ke dalam botol, bentuk air mengikuti botol. Begitu pula dengan pikiran kita. Kosongkan pikiran, jadilah tanpa bentuk seperti air.

Meskipun tidak memiliki bentuk sendiri, meskipun sangat lembut, air adalah salah satu. Ia merupakan elemen terkuat di bumi. Ia senyawa yang tak bisa dibakar, tak luka meski dicabik-cabik dan ditusuk, tak terbelah meski dicacah. 

Air bisa menetes, mengalir, atau mengamuk. Jika air jatuh cukup lama di atas batu, air itu akan melubangi batu tersebut. Jika air membentuk gelombang sebesar gedung pencakar langit, air bisa menghempaskan dan menghancurkan seluruh kapal yang terbuat dari baja.

Air melakukan apa pun yang diperlukan untuk terus bergerak maju, sekalipun jalannya harus menanjak yang kontradiktif dengan sifatnya sendiri. Air selalu memilih jalan apa pun yang terbuka sehingga ia dapat mencapai muaranya, laut.

Air bisa mengalir dengan cepat, juga bisa mengalir perlahan.  Tetapi tujuannya tidak dapat dihindari, takdirnya pasti.

Hidup itu tidak dapat diprediksi, seperti aliran air yang hendak mencari muaranya. Kadang kita tersandung batu besar, kadang pula perjalanan kita mengalir lancar.

Saat alam semesta berkata "Ya", pergilah. Mengalirlah menuruni bukit. Bergeraklah dengan cepat. Bila perlu, lakukan lompatan. Raih momentum, manfaatkan peluang.

Saat alam semesta berkata "Tidak", dengar dan perhatikan dengan seksama. Ambil jalan yang berbeda. Sesuaikan kebutuhan. Bertahanlah secara perlahan, bukannya gagal secara spektakuler.

Saat krisis melanda, kumpulkan kekuatan. Bentuk gelombang yang menjulang tinggi. Dan saat laut tenang, nikmati pelayaran dan nikmati pemandangan.

"Air yang menetes keluar dari batu bukan melalui kekuatan, tetapi melalui kegigihan." -- Publius Ovidius Naso

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun