Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Tak Ingin Jadi Beban Negara, Alasan Saya Tidak Mau Jadi PNS

16 November 2019   07:18 Diperbarui: 16 November 2019   07:21 1385
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

"Nin, kamu gak daftar CPNS?" tanya saya pada Nina, sahabat saya waktu kuliah dulu.

"Nggak. Aku gak mau jadi beban negara."

"Maksudmu?" tanya saya tidak mengerti.

"Kamu bayangin aja, berapa banyak uang negara yang habis untuk menggaji PNS?"

"Tapi itu kan memang sudah kewajiban negara, Nin. PNS itu kan mengabdi pada negara," kataku masih ngotot.

"Salah. PNS itu Abdi Rakyat, bukan Abdi Negara. Namanya mengabdi ya harus melayani, berapapun imbalan yang diberikan padanya. Tapi sekarang lihat, uang negara lebih banyak dihabiskan untuk menggaji PNS daripada untuk melayani rakyatnya."

Di antara beberapa sahabat saya, Nina saya kenal paling idealis. Keteguhannya memegang prinsip seperti batu karang yang tak bergeser sedikit pun meski berulang kali dihajar ombak ganas.

Di saat banyak teman kami yang mengikuti Pendaftaran Seleksi CPNS, Nina malah tidak mau ikut-ikutan. Padahal seandainya mau, kemungkinan besar Nina bisa lolos seleksi awal. Otaknya moncer, namun karena idealismenya itu Nina kerap "kesulitan" dengan birokrasi kampus. Dia seolah tidak mau diatur begitu saja jika ada hal yang dirasanya tidak sesuai dengan idealismenya.

Pada akhirnya, idealisme Nina perihal keengganannya untuk jadi PNS itu menular pada saya dan dua sahabat Nina lainnya. Hingga sekarang, belum pernah sekalipun kami mengikuti pendaftaran seleksi CPNS meski banyak kesempatan terbuka dan terbentang di depan. Kami lebih memilih meniti karir di perusahaan swasta atau berwirausaha.

Di saat banyak teman kami, dan juga sarjana lainnya berbondong-bondong ikut seleksi CPNS, pendirian kami tidak goyah. Ketika kampus membuka lowongan menjadi dosen dan beberapa dosen kami menganjurkan untuk ikut, kami tidak tergoda.

Apa yang dikatakan Nina belasan tahun yang lalu memang benar adanya. PNS seolah menjadi "beban negara". Lebih dari 70% anggaran negara habis hanya untuk menggaji mereka, terutama dari unsur Pemerintah Daerah (PNS Pemda).

"Jadi APBD-nya hampir 70% untuk mengurusi orang-orang pemda. Makanya sisa-sisa itu untuk rakyat, itu kan salah. " jelas Menkeu Sri Mulyani.

Apakah menjadi PNS itu salah dan hanya jadi beban negara?

Tidak. Pekerjaan apapun baik dan mulia selama kita memahami betul konsekuensi logis dari pekerjaan tersebut.

Maksudnya?

PNS, seperti yang dikatakan Nina, adalah abdi rakyat. Maka, pahamilah konsekuensi dari kata "Abdi" ini. PNS mendapat gaji dari uang rakyat, maka kepada rakyat pula PNS harus memberi pelayanan yang terbaik.

Masalahnya, yang terjadi kebanyakan terbalik. Justru rakyat yang "melayani" PNS. Rakyat seolah harus berkorban lagi demi mendapatkan pelayanan dari PNS. Kiranya saya tak perlu menyebut secara detil jenis-jenis pengorbanan yang dilakukan rakyat pada PNS tersebut.

Dalam hal anggaran dinas, apa yang disampaikan Menkeu Sri Mulyani juga benar dan harus menjadi bahan renungan dan evaluasi para PNS.

"Efisiensi kurang. Porsi belanja pegawai tinggi 36%. Kemudian penggunaan belanja barang dan jasa terutama perjalanan dinas," ujarnya dalam acara yang digelar di kantor pusat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Kamis (14/11/2019).

Saya sendiri sering mendapati acara-acara yang diselenggarakan beberapa Pemda jauh dari kesan "pengabdian". Justru yang terlihat adalah "hura-hura" dan untuk "menghabiskan anggaran."

Sewaktu bertugas di Lombok, saya pernah menemukan acara "sosialisasi" yang diselenggarakan sebuah Pemda di Jawa Timur di hotel berbintang. Bayangkan, dari sebuah kabupaten di Jawa Timur mengadakan "rapat" di Lombok!

Beberapa kali pula saya mendapati acara-acara sejenis yang kebanyakan diselenggarakan di hotel-hotel berbintang. Tak heran jika kemudian berkembang anggapan di masyarakat, akhir tahun adalah waktunya para PNS "menghabiskan anggaran." Ini karena banyaknya acara-acara yang diselenggarakan Pemda di hotel-hotel menjelang tutup buku.

Efisiensi anggaran, itulah kata kuncinya jika PNS tidak ingin disebut sebagai "beban negara." Program-program yang semestinya bisa diselenggarakan dengan wajar dan anggaran yang sederhana tak perlu digelar secara "wah".

Saya pribadi mendukung kebijakan dari MenPAN-RB saat itu Yudi Chrisnandi yang melarang PNS untuk mengadakan kegiatan di hotel. Karena saya menganggap kegiatan semacam inilah yang lebih banyak mubadzirnya, menghamburkan uang negara. Sayang sekali, kebijakan tersebut dicabut dengan alasan "untuk menghidupkan sektor pariwisata."

Menjadi PNS itu pekerjaan yang baik, dan juga mulia. Karena hakekatnya PNS adalah bentuk pekerjaan yang melayani masyarakat. Sayangnya, kata "melayani" ini pada akhirnya terdistorsi oleh perilaku dan sikap PNS itu sendiri yang kerap "meremehkan" pelayanan pada rakyat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun